Licik Menguras Dana Umat

| Rabu, 11 Desember 2019 | 16.45 WIB

Bagikan:
Bernasindonesia.com - Kasus First Travel yang diputus bersalah dan aset disita, kemudian aset dieksekusi untuk negara, menunjukkan negara "mengambil" dana umat. Uang yang digelapkan adalah kekayaan milik jama'ah korban penipuan. Semestinya hasil eksekusi aset itu dikembalikan pada jama'ah. Negara sepertinya cari untung. Jangan jangan dipakai bancakan lagi

Di tengah penzaliman kepada umat Islam dengan tuduhan teroris, radikalis, tidak toleran, serta kebijakan diskriminatif soal pakaian dan atribut kemusliman, nyatanya urusan duit umat dilirik, dikuras dan dirampas. Dana haji misterius dialokasikan. Saat diperlukan ketika ada penambahan kuota dana tersebut aneh tidak ada. Ketika pajak belepotan dikemplang oleh pengusaha besar keturunan, zakat hendak digenjot habis. Lebih dari 200 Trilyun dana zakat ditarget.

Urusan ibadah pun ikut serta. Usaha umroh dan haji khusus yang menjadi lahan Biro Perjalanan muslim, hendak direbut pula oleh pengusaha non muslim melalui kebijakan kongkalikong Kemenkominfo. Tangan Traveloka dan Tokopedia dipakai. Dana umat diincar untuk diembat dengan bahasa pemanfaatan "teknologi informasi".

Kini di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK)  di tanah seluas 23 hektar akan dibangun Islamic Financial District sebagai pusat pengembangan ekonomi syari'ah terbesar di Asia Tenggara. Pemancangan batu pertama (groundbreaking) Menara Syari'ah dilakukan pada tanggal 8 Desember 2019.
Para Menteri hadir "dikomandani" Luhut Binsar Pandjaitan. Juga pengusaha dalam dan luar negeri termasuk Timur Tengah. Kesannya proyek ini membahagiakan umat. Ekonomi syari'ah terfasilitasi.

Akan tetapi siapa yang akan diuntungkan sebesar besarnya ?  Di samping negara juga pengusaha besar non muslim yang akan menguras dana umat. Termasuk menyedot dana "petro dollar" Timur Tengah. Pengembang adalah para taipan Indonesia Agung Sedayu Group milik "dedengkot para naga" Aguan atau Sugianto Kusuma dengan Salim Group milik konglomerat Sudono Salim dan Anthony Salim. Kedua group   bekerjasama dengan perusahaan Holding Malaysia "Matrix" yang didirikan oleh Lee Tian Hock.

Dalam bisnis tentu hal biasa orang mencari untung. Persoalannya adalah cara bagaimana negara, juga para taipan, di satu sisi mengeruk dana besar umat Islam akan tetapi disisi lain menekan, meminggirkan, dan mendiskriminasi umat Islam. Menzalimi dan menyakiti.
Urusan ibadah, akidah, syari'ah diporakporandakan bahkan terkesan "dibasmi" akan tetapi urusan duit milik umat digasak melalui berbagai cara baik melalui bisnis maupun menggunakan otoritas kekuasaan.

Kiranya penting untuk membangun kembali "equilibrium" dalam memandang potensi umat Islam sebagai potensi kekuatan bangsa. Keadilan dan keadaban yang harus ditata, bukan kecurigaan dan penistaan. Janganlah terhadap "Syari'at Islam" dicurigai, direduksi, dieliminasi dan dideradikalisasi, akan tetapi urusan duit dari "Syari'at Islam" dikuras, diperas, dan dilibas.

Hal demikian merupakan kebijakan ambivalen atau bahasa "radikal" nya Munafik !

Oleh: M Rizal Fadillah

Pemerhati Politik dan Keagamaan.


Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI