Pengamat Minta DPR Hati-Hati Bahas RUU Omnibus Lau Cipta Kerja

| Senin, 09 Maret 2020 | 09.51 WIB

Bagikan:
BernasIndonesia.com - DPR akan mulai membahas Omnibus Law Rancangan Undangan-Undang atau RUU Cipta Kerja pada akhir Maret 2020 mendatang.

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Muslim Indonesia Makassar, Dr. Fahri Bachmid,S.H.,M.H. meminta DPR harus cermat dan teliti ketika membahas RUU Cita Kerja tersebut. Menurut dia, ada konsekuensi yuridis,teknis dan substansial melalui mekanisme Omnibus Law tersebut.

"Skema omnibus law  RUU Cipta Kerja memang digunakan untuk kepentingan deregulasi demi menghindari tumpang tindih dan mewujudkan efesiensi dan implementasi kebijakan," ujar Fahri Bachmid dalam keterangan persnya, Senin (9/3/2020).

Menurut Fahri Bachmid ,urgensi dari Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja karena adanya dinamika perubahan global, sehingga perlu direspons secata cepat dan tepat. Jika tanpa reformulasi kebijakan, Fahri berujar pertumbuhan ekonomi indonesia akan mengalami perlambatan dan ketingalan oleh negara lain,

"Dengan pranata Omnibus Law cipta lapangan kerja, diharapkan terjadi pertumbuhan struktur ekonomi yang akan mampu menggerakan semua sektor, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penciptaan lapangan kerja, peningkatan investasi dan peningkatan produktivitas. Dan jika Omnibus Law tidak dilakukan, maka lapangan pekerjaan akan pindah kenegara lain yang lebih kompetitif. hal ini merupakan urgensi dari omnibus law," katanya.

Fahri Bachmid mengatakan konsepsi dan penerapan Omnibus Law secara teoritik merupakan metode yang digunakan untuk mengganti dan/atau mencabut ketentuan dalam UU, atau mengatur ulang beberapa ketentuan dalam UU kedalam satu UU tematik. Fahri menyebut beberapa negara lain sudah menggunakan Omnibus law untuk memperbaiki regulasi dalam rangka penciptaan lapangan kerja (job creation) serta meningkatkan iklim dan daya saing investasi, walaupun konsep Omnibus Law merupakan tradisi sistem hukum “Anglo Sexon” atau Rule of Law”,

"Secara general konsep Omnibus Law belum populer di Indonesia namun terdapat beberapa UU yang sudah menerapkan konsep tersebut, seperti UU Nomor 9 tahun 2017 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk kepentingan Perpajakan menjadi UU yang hakikatnya mencabut beberapa pasal dalam beberapa UU," tukasnya.

Lebih lanjut, Fahri menambahkan manfaat penerapan Omnibus Law di Indonesia salah satunya adalah menyelesaikan keadaan “Hiper Regulasi, yang mana saat ini secara positif terdapat 8.451 Peraturan Pusat dan 15.965 Peraturan Daerah, yang secara teknis perundang-undangan mendiskripsikan bagaimana kompleksitas regulasi di negara ini dan sangat rumit untuk diurai,

"Dengan demikian sebagai konsekwensi penerapan pranata Omnibus Law maka Undang-undang Existing masih tetap berlaku, kecuali sebagian pasal (materi hukum) yang telah diganti atau dinyatakan tidak berlaku lagi. Dan undang-undang Existing tidak diberlakukan lagi, apabila pasal (materi hukum) yang diganti atau dinyatakan tidak berlaku yang merupakan esensi serta jantung dari UU tersebut," tambah Fahri Bachmid.

Secara teknis yuridis, dalam rangka penyiapan regulasi pelaksana Omnibus Law, maka secara paralel dengan proses pembahasan RUU Cipta Lapangan Kerja bersama DPR RI saat ini, Fahri mengatakan masing-masing Menteri/Kepala Lembaga harus menyiapkan regulasi teknis sebagai derivatif atas pengaturan Omnibus Law, Seperti perizinan lokasi, perizinan lingkungan, perizinan bangunan gedung, perizinan sektor, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, UMK-M, pengadaan tanah, investasi dan proyek pemerintah dan kawasan Ekonomi.

"Konsekwensi hukum dari penerapan Omnibus Law sebagai suatu sistem perundang-undangan, maka dampak teknisnya adalah ada sekitar 79 UU terdampak yang bakal terkena pembatalan, baik sebagaian pada pasal atau ayat tertentu, atau mengganti/mencabut UU tertentu, atau bagian dari UU tertentu, yang membutuhkan kajian mendalam serta diharmonisasi secara cermat dan hati-hati, agar sistem hukum kita tidak rusak atau terjadi kekacauan pada aspek penerapan dilapangan," pungkasnya.

Untuk itu, Fahri Bachmid kembali menegaskan bahwa DPR tidak boleh menganggap sederhana draf materi omnibu law RUU Cipta Kerja. Pembahasan harus dilakukan secara cermat dan teliti, sehingga visi pembangunan nasional, khususnya pada sektor ekonomi dapat berjalan dengan baik dan proporsional dibawah payung konsep hukum Omnibus Law. Dan disisi yang lain tidak mengacaukan sistem hukum nasional yang sudah dibangun secara positif dengan regulasi “Existing” yang telah berjalan selama ini, hal ini membutuhkan energi besar dengan melibatkan expert,ahli hukum dan ahli tata negara karena hal tersebut berkaitan dengan membangun sistem dalam kerangka hukum tata negara kita,

"Kemudian aspek lain yang wajib dipedomani adalah konsep Omnibus Law senantiasa berjalan diatas rel serta berdimensi Hak Asasi Manusia sebagaimana telah dijamin dalam konstitusi (UUD NRI Tahun 1945), instrumen HAM merupakan salah satu aspek penting dan strategis untuk dipedomani, agar kedepan jika telah diberlakukan Omnibus Law sebagai hukum positif tidak digugat oleh warga negara ke MK karena dinilai melanggar hak konstitusional. Jadi hal ini yang sejak semula harus dibahas secara baik dan hati-hati," katanya. (BSI)
Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI