Pahlawan Masa Kini Berani Lawan Korupsi dan Oligarki

| Kamis, 11 November 2021 | 01.33 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com – Kelompok perempuan dan pemuda antikorupsi mengajak publik di Indonesia menafsir ulang arti pahlawan masa kini. Sebab, makna pahlawan dan sikap kepahlawanan telah bergeser bagi kalangan milenial dan generasi Z. Bagi generasi ini, pahlawan nasional bukan hanya yang berperang dengan bambu runcing untuk merebut kemerdekaan, tetapi jauh lebih luas dan mencakup lebih banyak aspek kehidupan. 


Redefinisi arti pahlawan, kontribusi nyata pemuda dalam perang melawan korupsi, dan penolakan terhadap oligarki, menjadi tiga topik bahasan utama diskusi publik daring untuk memperingati Hari Pahlawan hari ini, hasil kolaborasi PIA-SPAK dengan Bersihkan Indonesia, Fraksi Rakyat Indonesia (FRI), Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM-SI), dan Gerakan Gejayan Memanggil. Momentum menafsir ulang makna kepahlawanan dengan keberanian untuk melawan korupsi dan oligarki dianggap tepat, mengingat Pertemuan Internasional G-20 saat ini telah memperbarui komitmen antikorupsi negara-negara anggotanya dengan menyetujui Rencana Aksi Antikorupsi 2022-2024.

“Pemuda jangan hanya mau digunakan menjadi simbol, namun harus berpartisipasi aktif. Di sisi lain, negara harus memberikan ruang dan kesempatan bagi pemuda untuk turut mengambil kebijakan. Kita juga harus mengasah rasa kepekaan sosial kita agar mampu membangun  kepedulian sosial secara kolektif, juga untuk mendesak kebijakan supaya sesuai dengan kepentingan rakyat. Tidak seperti saat ini yang sering mengeluarkan kebijakan yang tidak pro-rakyat,” kata Christie Afriani, mantan pegawai KPK yang kini tergabung dalam Indonesia Memanggil 57+ Institute. 

Zakky Musthofa Zuhud dari BEM SI mengamini pendapat Christie. “Integritas bisa kita bangun sejak dini. Kita perlu mencoba peduli bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk bangsa kita. Ayo kita banyak beraliansi untuk menghadirkan tekanan pada hal-hal yang tidak waras,” tuturnya.

Sementara itu, Difa Shafira dari Gerakan #BersihkanIndonesia mengatakan,  “Kekhawatiran kita selama ini soal korupsi dan dampaknya terhadap iklim dan lingkungan bukan tanpa data dan observasi mendalam. Yang paling dirugikan tentunya adalah masyarakat rentan dan generasi selanjutnya. KPK perannya sentral dalam memberantas korupsi di sektor SDA, pelemahannya tentu akan berdampak pada pemanfaatan SDA demi kesejahteraan rakyat. Bahaya terbesar adalah ketika sistem dan proses demokrasi dibajak oleh oligarki. Itu akan menyulitkan kita melakukan perubahan sistemik dan mendorong kebijakan yang pro-lingkungan dan pro-antikorupsi."

Diskusi ini ditutup dengan pengucapan ikrar bersama yang diwakili Ketua BEM STH Indonesia Jentera, Renie Aryandani, “Kami generasi muda Indonesia menyadari bahwa, sebagaimana sumber daya alam,  perbedaan dan kebhinekaan adalah rahmat dan anugrah yang kami miliki sebagai bangsa Indonesia.  Kami belajar dari sejarah bahwa musuh terbesar bangsa Indonesia adalah korupsi, diskriminasi dan eksploitasi sumber daya alam. Kami melihat terjadinya perusakan yang sistematis yang memperparah pemberantasan korupsi, pelanggengan diskriminasi dan semakin tereksploitasinya sumber daya alam Indonesia. Perbedaan yang kami miliki akan kami pergunakan untuk sekuat-kuatnya melawan diskriminasi, korupsi dan rusaknya sumber daya alam. Kami adalah ahli waris yang sah dari negara ini.”

Pada era revolusi digital saat ini, peran kaum muda semakin signifikan mengingat kelompok usia merekalah yang paling adaptif dalam mengadopsi teknologi dan media sosial. Publik sudah tidak asing lagi dengan berbagai isu sosial yang didorong oleh kaum muda melalui sosial media dan aksi turun ke jalan. Lihat saja gerakan mahasiswa mendorong pembatalan Rancangan UU Cipta Kerja (Omnibus Law) dan Revisi UU KPK sepanjang tahun 2020 yang lalu. Pengesahan dua produk hukum yang dianggap pro pada penguasa, pengusaha dan koruptor membetot perhatian dan kepedulian anak muda. Walaupun upaya tersebut belum membuahkan hasil, kelompok pemuda dan perempuan tetap berjuang meneruskan perlawanan, termasuk terhadap pelemahan KPK dengan dipecatnya 58 pegawai KPK berintegritas melalui Tes Wawasan Kebangsaan dan ringannya sanksi pelanggaran etis terhadap dua pimpinan KPK yang terbukti melakukan pelanggaran berat. Sebagian pegawai KPK yang dipecat ini adalah kelompok usia muda yang produktif memberantas korupsi dalam berbagai perannya. Banyak dari mereka memulai karirnya di KPK dengan idealisme untuk mengubah Indonesia.

Sejak tahun 2015, PIA dan SPAK Indonesia aktif menyuarakan desakan perempuan untuk Indonesia yang bersih dari korupsi. Dimoderatori oleh Adithyani Putri, diskusi publik Hari Pahlawan 10 November ini menjadi satu rangkaian dengan Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia tanggal 9 Desember nanti. Bulan September lalu, PIA dan SPAK Indonesia menyuarakan empat tuntutan bagi Dewan Pengawas KPK, Pimpinan KPK, dan Presiden Jokowi untuk serius menangani kontroversi pemecatan pegawai KPK. Berlanjut bulan Oktober, PIA dan SPAK Indonesia menyelenggarakan webinar “Anomali Penegakan Etika Penyelenggara Negara: Studi Kasus KPK” untuk menuntut sanksi dan penegakan etika yang ideal pada kasus pelanggaran etik pimpinan KPK. Sampai sekarang segala tuntutan itu belum terpenuhi, sehingga diskusi hari ini adalah ikhtiar untuk mendesak para pihak untuk kembali menggiatkan upaya pemberantasan korupsi dan meninggalkan praktik oligarki yang menjadi musuh dalam selimut bagi pencapaian kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI