Bernasindonesia.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami pengetahuan saksi Wakil Gubernur Lampung Chusnunia Chalim alias Nunik soal relasinya dengan sejumlah anggota DPR RI terkait kasus proyek di Kementerian PUPR.
KPK pada Selasa memeriksa Nunik sebagai saksi untuk tersangka Direktur atau Komisaris PT Sharleen Raya (JECO Group) Hong Artha John Alfred (HA) dalam penyidikan kasus korupsi menerima hadiah terkait proyek di Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2016.
"Untuk kasus ini, kami dalami relasi saksi dengan pihak-pihak yang ada dalam perkara ini, termasuk dengan sejumlah anggota DPR karena keterkaitannya sesama politisi dan aliran dana (kasus proyek di Kementerian PUPR)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Selasa.
Febri menyatakan bahwa pemeriksaan Nunik yang juga mantan Bupati Lampung Timur itu dalam kapasitasnya sebagai pengurus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
"Kalau secara spesifiknya kami mendalami apa tentu kami tidak bisa sampaikan. Kurang lebih pengetahuan saksi terkait aliran dana dan hubungan sejumlah politisi di DPR jadi perhatian KPK," ujar Febri.
Diketahui, Nunik merupakan Ketua DPP PKB Bidang Lingkungan Hidup dan Pariwisata dan juga Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PKB Lampung. Yang bersangkutan juga merupakan mantan anggota DPR RI dari Fraksi PKB.
Dalam penyidikan kasus itu, KPK sebelumnya pada 30 September 2019 juga telah memeriksa tiga politikus PKB, yakni Fathan, Jazilul Fawaid, dan Helmy Faishal Zaini.
Saat itu, ketiganya dikonfirmasi KPK terkait aliran dana dari Musa Zainuddin pada anggota DPR lain dalam penyidikan kasus korupsi tersebut.
Diketahui, Musa adalah mantan anggota DPR RI dari Fraksi PKB yang telah menjadi terpidana terkait kasus tersebut. Musa divonis 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Musa terbukti menerima Rp7 miliar dari pengusaha terkait program optimalisasi dalam proyek pembangunan infrastruktur di Maluku dan Maluku Utara.
Diketahui, Hong Arta ditetapkan sebagai tersangka pada 2 Juli 2018 lalu. Ia merupakan tersangka ke-12 dalam kasus di Kementerian PUPR tersebut.
Ia memberikan suap kepada Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary senilai Rp10,6 miliar dan juga memberikan suap kepada mantan anggota DPR RI 2014-2019 dari Fraksi PDIP Damayanti Wisnu Putranti sebesar Rp1 miliar.
Dalam kasus itu, Amran telah divonis 6 tahun penjara dan denda Rp800 juta subsider 4 bulan kurungan karena menerima Rp2,6 miliar, Rp15,525 miliar, dan 202.816 dolar Singapura.
Selain itu, Damayanti juga telah divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti menerima 278.700 dolar Singapura dan Rp1 miliar. Antara
KPK pada Selasa memeriksa Nunik sebagai saksi untuk tersangka Direktur atau Komisaris PT Sharleen Raya (JECO Group) Hong Artha John Alfred (HA) dalam penyidikan kasus korupsi menerima hadiah terkait proyek di Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2016.
"Untuk kasus ini, kami dalami relasi saksi dengan pihak-pihak yang ada dalam perkara ini, termasuk dengan sejumlah anggota DPR karena keterkaitannya sesama politisi dan aliran dana (kasus proyek di Kementerian PUPR)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Selasa.
Febri menyatakan bahwa pemeriksaan Nunik yang juga mantan Bupati Lampung Timur itu dalam kapasitasnya sebagai pengurus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
"Kalau secara spesifiknya kami mendalami apa tentu kami tidak bisa sampaikan. Kurang lebih pengetahuan saksi terkait aliran dana dan hubungan sejumlah politisi di DPR jadi perhatian KPK," ujar Febri.
Diketahui, Nunik merupakan Ketua DPP PKB Bidang Lingkungan Hidup dan Pariwisata dan juga Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PKB Lampung. Yang bersangkutan juga merupakan mantan anggota DPR RI dari Fraksi PKB.
Dalam penyidikan kasus itu, KPK sebelumnya pada 30 September 2019 juga telah memeriksa tiga politikus PKB, yakni Fathan, Jazilul Fawaid, dan Helmy Faishal Zaini.
Saat itu, ketiganya dikonfirmasi KPK terkait aliran dana dari Musa Zainuddin pada anggota DPR lain dalam penyidikan kasus korupsi tersebut.
Diketahui, Musa adalah mantan anggota DPR RI dari Fraksi PKB yang telah menjadi terpidana terkait kasus tersebut. Musa divonis 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Musa terbukti menerima Rp7 miliar dari pengusaha terkait program optimalisasi dalam proyek pembangunan infrastruktur di Maluku dan Maluku Utara.
Diketahui, Hong Arta ditetapkan sebagai tersangka pada 2 Juli 2018 lalu. Ia merupakan tersangka ke-12 dalam kasus di Kementerian PUPR tersebut.
Ia memberikan suap kepada Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary senilai Rp10,6 miliar dan juga memberikan suap kepada mantan anggota DPR RI 2014-2019 dari Fraksi PDIP Damayanti Wisnu Putranti sebesar Rp1 miliar.
Dalam kasus itu, Amran telah divonis 6 tahun penjara dan denda Rp800 juta subsider 4 bulan kurungan karena menerima Rp2,6 miliar, Rp15,525 miliar, dan 202.816 dolar Singapura.
Selain itu, Damayanti juga telah divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti menerima 278.700 dolar Singapura dan Rp1 miliar. Antara