Perang Tanpa Darah

| Senin, 20 April 2020 | 07.44 WIB

Bagikan:
Bernasindonesia.com - The defining geopolitical contest abad 21 adalah Perang antara China dan United States of America. Soft-power war. Perang tanpa senjata. Uncoventional & unrestricted warfare.

"The war will be reborn in another form and in another arena," kata Colonel Xiao Liang.

Enam miliar orang bumi menyaksikan. Amerika & China fight Covid-19 pandemic. Democratic old-empire berantakan. Ancur-ancuran. Inefisien. Lemah.

China's way is effective. Sukses shut-down the whole country. Amerika bahkan ngga sanggup me-mimpi-kan apa yang dilakukan China.

The periode of radical uncertainty menyelimuti dunia. "Penguasa Tua" i.e. Amerika masuk fase declining.

Tanda-tandanya banyak. Amerika ngga tau harus ngapain. Bingung. Seperti penderita mental-health. Begini salah, begitu salah. Hanya modal arogansi.

Henry Kissinger kuatir. Menurutnya; elite Amerika terilusi. China's win is beyond their imagination. Amerika punya sekutu di seluruh dunia. China hanya punya North Korea. Pangkalan militernya ada di mana-mana. Sedangkan China hanya di Djibouti.

Dunia menyaksikan Amerika terkapar diserang Covid-19. Her dignity amblas. Ngga ada satu pun negara mengucapkan "Thank you America". Jangankan bantu Eropa, ventilator aja defisit. Sampai China kirim 1000 unit ke New York.

Semua negara sekutu Eropa marah saat President Trump shutdown airport secara unilateral. Ngga pake konsultasi.

Sebagian konservatis ultra-nationalist Amerika hendak merilis kampanye "Anti-China crusade".

Diplomat Singapore Kishore Mahbubani mengatakan kepada elite Amerika, "Don't ask us to choose between America & China. You won't like the answer".

Bagi Neighbouring countries, China adalah tetangga dekat selama ribuan tahun. Bahkan Vietnam berhati-hati di soal ini. Sekali pun sejarah 2000 tahun Vietnam adalah cerita tentang dispute against China dan 1000 tahun dikoloni China.

Antara Amerika dan Trump's administration adalah dua hal berbeda.

Amerika tidak benci Chinese people. Trump's administration menuding Partai Komunis Tiongkok menindas rakyat China. Tidak ada freedom of speech. Media dikontrol. Demokrasi ditindas. Orientasinya hanya preserving the power.

Di situ dungunya diplomat & birokrat Amerika. Chinese Communist Party hanya nama. Praxisnya lebi pas disebut "Chinese Civilization Party".

Sembilan puluh juta kader partai. The biggest political party in the world. Pemimpin Gen-5 CCP tidak punya agenda mengexport revolusi dan mengkampanyekan Marxisme. Communism is dead.

Target CCP's strategic goal adalah mengeradikasi "hundred years of national humiliation" yaitu periode perceived subjugation of the Chinese Empire by Western powers, Russia and Japan in between 1839-1949.

Fitnah Amerika runtuh di saat jutaan turis China ke luar negeri dan kembali ke China. Suka rela. Dengan senang hati. Ngga ada yang minta suaka politik atau pindah warga-negara. Artinya; Chinese people loves being China's citizen under the leadership of Chairman Xi Jinping.

China soft-power projection diakuin secara malu-malu oleh American's nationalis garis terkeras. Mereka bahkan menginginkan kerjasama di area tertentu.

Ratusan negara ikut The Belt & Road inisiative. Dari Russia sampai Djibouti. Pastinya ada keuntungan yang diperoleh dari mega proyek itu. Amerika ngga berdaya. Hanya mampu teriak-teriak "China debt trap strategy".

After Covid-19 crisis ended, China 5G model will prevails dan diadopsi dunia.

Amerika tuding China 5G sebagai Communist surveillance. Mengekang kebebasan. Jutaan kamera. Terpantau. Face screening. Tapi syahdan, Bukankah hanya maling yang takut dengan kamera.

Oleh: Zeng Wei Jian


Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI