Bernasindonesia.com - Sejauh ini, plasma darah dari para penyintas covid19, masih jadi andalan dalam mengatasi covid.
Sepertinya, Allah sedang mengukuhkan silaturrahim diantara manusia. Mengingatkan kita bahwa antara satu manusia dengan manusia yang lain, saling membutuhkan. Tidak peduli plasma darah itu dari laki atau perempuan, kulit hitam atau putih, beragama atau tidak beragama, dalam hidupnya penuh dosa atau alim; Radikal, teroris, liberal, hedonis dan seterusnya.
Bisa jadi plasma darah mereka yang dituduh radikal, teoris pun telah digunakan menolong mereka yang sering munuduhnya.
Bisa jadi plasma darah dari orang miskin telah menyelamatkan yang kaya, atau sebaliknya.
Memahami saling ketergantungan sesama manusia itu, adalah bentuk kesadaran yang semestinya terus tumbuh dalam suatu masyarakat.
Sehingga tidak ada satu kelompok berlaku aniaya terhadap kelompok yang lain, tidak satu manusia menganiaya manusia yang lain.
"Membunuh seorang manusia, sama dengan membunuh seluruh kemanusiaan".
Kesadaran akan Allah memperkuat ikatan persaudaraan.
Ketiadaan kesadaran akan Allah, melahirkan penindasan.
Sebab itu, ajaran yang tidak memunculkan kesadaran akan Allah, mesti dijauhkan dalam suatu masyarakat.
Bukan memusuhi manusianya, tapi meluruskan ajaran yang keliru yang hidup dalam masyarakat.
Jangan melindungi ajaran yang sesat, ajaran yang keliru. Tapi jangan musuhi pemeluknya. Pemeluknya mesti diselamatkan dari ajaran yang keliru.
Kalau saya mengatakan cukuplah Islam sebagai "agama negara", tentu saya akan dituduh radikal, tidak toleran. Tapi itulah yang benar.
Pemeluk agama lain, akan berkata sama terhadap ajaran yang dianutnya. Sebab itulah ilmu pengetahuan mesti dikedepankan. Rasionalitas berpikir dalam beragama mesti dijunjung tinggi. Ilmu adalah cahaya penerang. Ajaran yang tidak sesuai ilmu pengetahuan, mestilah akan mendatangkan kegelapan.
Kelembutan cahaya ilmu pengetahuan itulah, yang menghindarkan kita dari memaksakan kehendak. Karena "tidak ada paksaan dalam agama".
Maka ajaklah para ahli kitab itu untuk mari kita bersama dalam kalimat tauhid.
Kalimat tauhid itulah, _kalimatun sawa_.
Jangan kita sudah tahu secara ilmu pengetahuan, bahwa suatu ajaran itu sesat, tapi kita masih saja melindungi ajaran sesat itu untuk terus eksis. Sekali lagi, bukan pemeluknya yg mesti di musuhi, tapi ajarannya yang mesti diatasi.
Dari mana datangnya musibah? Dari ajaran yg sesat.
Yang bertentangan dengan tauhid. Jangan mentoleransi ajaran yang bertentangan dengan tauhid.
Itulah yg dilakukan para Nabi dan Rasul. Memberikan peringatan, agar kembali ke jalan Allah.
Oleh: Hasanuddin
Penulis tinggal di Depok, Jawa Barat