Pergulatan Bersama Meredam Covid-19 dengan PPKM Mikro

| Jumat, 12 Februari 2021 | 08.02 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - LONJAKAN jumlah kasus Covid-19 yang berkelanjutan akan mendorong pemerintah terus mengkreasi kebijakan atau pendekatan guna menekan lonjakan itu.  Kebijakan atau pendekatan seperti PSBB dan PPKM tidak akan pernah efektif jika masih ada elemen-elemen masyarakat yang tidak peduli akan urgensi mematuhi protokol kesehatan (Prokes).

 

Virus SARS-CoV-2 penyebab sakit Covid-19 bukanlah musuh negara atau musuh pemerintah. Virus corona harus dipahami sebagai musuh semua orang, tanpa terkecuali. Dia, sudah terbukti, bisa menginfeksi pemimpin negeri-negeri kuat nan kaya seperti Perdana Menteri Inggris hingga Presiden Amerika Serikat. Karena musuh ini berstatus virus yang mengganggu kesehatan, bahkan bisa mematikan, dia tak bisa dibasmi dengan senjata pemusnah atau mengerahkan intelijen negara untuk membumihanguskan ancaman ini. Penularan Virus ini hanya bisa dihentikan jika semua orang waspada dan  selalu berhati-hati dengan melaksanakan protokol kesehatan (Prokes).  

 

Maka, kesadaran semua orang menjalankan Prokes menjadi kata kunci menghentikan penularan Covid-19, karena varian virus corona SARS-CoV-2 terus mengintai di sela-sela kehidupan manusia. Mereka yang percaya dan peduli akan ancaman virus ini sudah memahami cara-cara menangkal ancaman itu. Antara lain dengan patuh melaksanakan Prokes. Namun, di ruang publik, masih saja terlihat banyak orang menganggap remeh, bahkan tidak percaya, akan potensi ancaman tertular Covid-19. Itu sebabnya, setelah 11 bulan semua  masyarakat didorong untuk mematuhi Prokes, upaya mereduksi penularan Covid-19 nyaris tak membuahkan hasil maksimal. Sebaliknya, yang terjadi justru percepatan lonjakan kasus baru yang per harinya bisa mencapai belasan ribu. 

 

Fakta yang memprihatinkan ini harus diterima apa adanya, karena perilaku kelompok-kelompok masyarakat yang tidak peduli ancaman Covid-19 itu. Bahkan, seorang pendakwah menolak memakai masker dan mengatakan kepada pendengarnya bahwa Covid-19 tidak bisa masuk rumah ibadah. Perilaku seperti ini tentu saja ikut memengaruhi lonjakan kasus baru Covid-19 belakangan ini. Per Senin (8/2), kasus positif Covid-19 di dalam negeri bertambah 8.242 kasus baru sehingga akumulasinya menjadi 1.166.079 kasus. Dari jumlah ini, pasien yang sembuh tercatat 963.028, dengan total kasus aktif 171.288 pasien atau 14,7 persen. Sementara itu, jumlah pasien meninggal tercatat 31.763.

 

Seperti halnya Indonesia, tidak banyak negara yang berhasil meredam penularan Covid-19 dengan pembatasan sosial atau bahkan lockdown (penguncian) sekalipun. Banyak negara bahkan sudah menutup pintu bagi kedatangan warga asing. Nyatanya, dalam skala global, jumlah kasus Covid-19 terus saja bertambah. Hingga Senin (8/2), Worldometer mencatat total kasus di seluruh dunia mencapai 106.818.698 juta karena tambahan 141.606 kasus baru. Inggris, yang sudah dua kali lockdown, masih berada di urutan kelima berdasarkan jumlah kasus Covid-19. Prancis, yang mengakhiri lockdown pada 30 November 2020, masih menempati urutan enam. 

 

Apa yang terjadi di Inggris atau Prancis setidaknya memberi bukti bahwa pendekatan seperti lockdown sekalipun tidak akan efektif menurunkan angka penularan jika masih ada kelompok-kelompok masyarakat yang tidak mematuhi Prokes di tengah pandemi. Di Indonesia, khususnya di Jawa dan Bali, sudah sejak Maret 2020 menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Gagal menurunkan angka penularan, Jawa-Bali menerapkan PSBB yang diperketat. Karena belum juga efektif, diupayakan pendekatan baru berupa pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat ( PPKM). Berjalan hampir satu bulan, PPKM belum juga berhasil menurunkan angka penularan.

 

Sebagai regulator, pemerintah mencoba pendekatan lain. Maka, beberapa hari lalu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menerbitkan Instruksi Mendagri Nomor 3 Tahun 2021. Instruksi ini memuat peraturan tentang pelaksanaan PPKM berbasis mikro, dan pembentukan posko penanganan Covid-19 di tingkat desa dan kelurahan. PPKM mikro berurasi 14 hari, mulai 9 hingga 22 Februari 2021. Semua  kelurahan atau desa yang memberlakukan PPKM mikro wajib menerapkan pembatasan yang ditetapkan pemerintah.

 

Sekalipun dirancang pemerintah, PSBB atau PPKM mikro sejatinya adalah pergulatan bersama atau gerakan masyarakat untuk memutus rantai penularan Covid-19, karena Covid-19 memang menjadi musuh semua orang, bukan musuh pemerintah atau musuh negara. Penerapan PPKM mikro bukan semata-mata untuk kepentingan negara atau pemerintah, melainkan untuk melindungi kesehatan seluruh elemen masyarakat dari ancaman Covid-19. Karena menjadi kewajiban pemerintah untuk melindungi kesehatan masyarakat, pemerintah mengambil prakarsa atau berinisiatif mengajak masyarakat menerapkan PPKM mikro. Dengan begitu, tingkat keberhasilan PPKM mikro menurunkan angka Covid-19 tetap saja terpulang kepada kehendak dan kepatuhan masyarakat melaksanakan PPKM mikro itu sendiri.

 

PPKM mikro mestinya lebih efektif karena warga di setiap pemukiman didorong untuk pro aktif melaksanakan dan mengawasi kepatuhan setiap individu melaksanakan Prokes dalam berkegiatan. Warga di setiap pemukiman tentunya berkeinginan agar lingkungannya bersih dari orang yang terpapar Covid-19. Keinginan dan semangat seperti itu akan mendorong warga di pemukiman untuk kompak, lebih berhati-hati dan siaga mewaspadai ancaman penularan Covid-19.  

 

Pada banyak pemukiman, kecenderungan warga untuk waspada, berhati-hati dan mematuhi Prokes sebenarnya sudah terlihat sejak awal penerapan PSBB. Kecenderungan itu terlihat pada penutupan atau pengurangan akses keluar-masuk pemukiman, pembatasan atau keengganan didatangi tamu, perjumpaan kerabat secara virtual hingga penyediaan  hand sanitizer dan air bersih untuk cuci tangan di ujung jalan atau gang.  Inisiatif seperti ini menceminkan tumbuhnya semangat komunitas di banyak pemukiman menjaga dan melindungi warga lingkungannya dari kemungkinan tertular Covid-19. Sayangnya, kecenderungan ini tidak merata pada semua pemukiman dan komunitas.

 

Dengan menerapkan PPKM mikro, kehendak dan semangat warga atau komunitas untuk melindungi lingkungan pemukimannya dari ancaman penularan Covid-19 seharusnya bisa ditumbuhkan. Agar semangat dan kehendak itu tumbuh, peran para lurah, ketua rukun tetangga/rukun warga (RT/RW) hingga kepala desa memotivasi warga menjadi sangat penting. 


Covid-19 itu musuh setiap orang. Ajaklah warga di setiap pemukiman ‘berperang’ melawan penularan Covid-19.


Oleh: Bambang Soesatyo

Ketua MPR RI/Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia


Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI