Nasib Nadiem Di Kabinet Setelah Bertemu Megawati, Pancasila Menjadi Taruhan

| Senin, 26 April 2021 | 01.47 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Pertemuan Nadiem dengan Megawati yang berlangsung di tengah beredarnya desas-desus akan adanya reshuffle kabinet hingga saat ini masih menyisakan teki-teki. Meskipun sejatinya pertemuan yang berlangsung sekitar dua jam di kediaman Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Sukarno Putri di Jalan Teuku Umar, Menteng Jakarta Pusat tersebut telah terungkap, yaitu membahas terkait hilangnya kurikulum Pancasila dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP).


Itu yang terungkap di publik. Lantas apa yang belum terungkap? Apakah hasil pertemuan tersebut menghasilkan dukungan pada Nadiem agar luput dari reshuffle? Inilah yang masih membuat publik penasaran. 


Jika dilihat dari sejumlah tokoh yang turut hadir dalam pertemuan itu nampaknya mengkonfirmasi bahwa pertemuan tersebut memang membahas persoalan fundamental yang selama ini menjadi perhatian serius PDIP, yaitu menempatkan Pancasila sebagai bagian terpenting dalam Standar Nasional Pendidikan. 

Hadir dalam pertemuan tersebut, Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasona Laoly, Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah, dan juga Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristyanto. 

Dalam pertemuan itu, kemungkinan  Nadiem memberikan klarifikasi tentang tidak dimasukkannya Pancasila dalam PP Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan dan hilangnya frase Indonesia pada pelajaran bahasa. Saya menduga, pembahasannya memang seputar persoalan Pancasila dalam sistem pendidikan nasional. Dimana mata pelajaran Pancasila absen dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah sejak UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. 

Dengan demikian, menurut saya pertemuan tersebut tidak otomatis PDIP mendukung Nadiem untuk menempati posisi Kemendikbudristek. Tentu ada sejumlah syarat jika PDIP ingin mendukung Nadiem. 

Dalam perspektif PDIP saya menduga, syarat yang utama adalah Nadiem harus tegas dan berani pasang badan untuk memasukkan kembali Pancasila ke dalam sistem pendidikan nasional. Jika "kontrak politik" itu disepakati, maka Nadiem kemungkinan besar akan didukung PDIP. 

Tetapi sebaliknya, jika Nadiem tidak konsisten, tidak berani pasang badan memasukkan Pancasila ke dalam Standar Nasional Pendidikan maka PDIP pasti enggan mendukung Nadiem. PDIP tentu tidak mau "cek kosong" dalam mendukung mantan bos Gojek itu. Jadi, Pancasila lah yang menjadi taruhan apakah PDIP mendukung Nadiem atau tidak. 

Meski demikian, tentu semua kembali pada presiden Joko Widodo yang memiliki kewenangan mengangkat dan memberhentikan menteri. Itu adalah hak prerogatif presiden sebagaimana ketentuan dalam konstitusi. 

Karenanya pertemuan Nadiem dengan Mega tidak menjamin posisi Nadiem aman dari reshuffle. Tapi bisa juga, pertemuan tersebut menjadi iyarat posisi Nadiem Makarim aman. Apalagi, jika melihat perkembangan terakhir yakni serangkaian pertemuan Nadiem dengan pihak PDIP serta pertemuan Nadiem dengan PB NU. 

Tujuan dari dua pertemuan itu memang di satu sisi untuk mengklarifikasi sejumlah isu kontroversial yang mengemuka belakangan, yaitu terkait isu hilangnya frase agama, hilangnya Pancasila dan Bahasa Indonesia di PP 57 Tahun 2021 dan hilangnya nama KH.Hasyim Ashari dari kamus sejarah. 

Tapi di sisi lain, pertemuan dengan dua organisasi besar seperti NU yang relijius nasionalis, dan PDIP yang nasionalis relijius ini bisa menjadi isyarat dukungan untuk Nadiem dengan syarat: Nadiem harus memperbaiki kesalahan dan meminta maaf; Nadiem harus berani pasang badan dan tegak lurus menegakkan Pancasila, menegakkan islam "rahmatan lilalamin" dan berani membersihkan anasir-anasir pengusung ideologi khilafah, kaum intoleran yang masih bercokol di instansi pendidikan.

Oleh: Karyono Wibowo 

(Direktur Eksekutif IPI) 

Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI