GMNI Harap Komisi I DPR Panggil Menhan Prabowo

| Senin, 10 Mei 2021 | 08.03 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Komisi I DPR menggelar rapat kerja dengan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Yudo Margono guna membahas musibah tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala-402, Kamis (6/5/2021).


Menanggapi hal ini, Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino berharap Komisi I DPR RI juga melakukan evaluasi terhadap kinerja Menteri Pertahanan Prabowo Subianto terkait tenggelamnya KRI Nanggala-402 demi perbaikan, sehingga peristiwa sejenis tidak berulang. Menurut Arjuna, musibah KRI Nanggala-402 harus menjadi momentum perbaikan secara menyeluruh sistem pertahanan kita, terutama kebijakan umum pertahanan yang ditetapkan dari visi Presiden menjadi poros maritim dunia.

“Kami kira evaluasi ini bagian dari kita untuk memperbaiki secara menyeluruh sistem pertahanan kita. Terutama kesesuaian antara kebijakan umum pertahanan kita selama ini dengan visi Presiden membangun Indonesia sebagai poros maritim dunia”, terang Arjuna

GMNI mendesak Komisi I DPR untuk mengevaluasi kinerja Menteri Pertahanan Prabowo Subianto karena menurut Arjuna berdasarkan UU no. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara Pasal 16 ada beberapa tanggung jawab yang harus dilaksanakan Kementerian Pertahanan, salah satunya menetapkan kebijakan penganggaran, pengadaan, pengelolaan sumber daya nasional, serta pembinaan teknologi dan industri pertahanan yang diperlukan oleh Tentara Nasional Indonesia.

Berdasarkan UU tersebut, menurut Arjuna persoalan penganggaran, pengadaan hingga modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) berada pada ranah tugas dan wewenang Kementerian Pertahanan. Bahkan menurut Arjuna, Menhan juga bertanggung jawab pada peningkatan kapabilitas dan kesiapan alutsista kita berdasarkan Minimum Essential Forces. Apalagi jika masalah yang dialami oleh KRI Nanggala-402 adalah keterlambatan proses peremajaan dan modernisasi Alutsista. Maka itu adalah tanggung jawab Menteri Pertahanan.

“Kita evaluasi secara objektif saja berdasarkan tugas dan wewenang yang diatur dalam UU. Jelas peremajaan dan modernisasi Alutsista merupakan tanggung jawab Menhan. Tidak perlu ada kepentingan politik soal capres-capresan. Sehingga terhindar dari koreksi. Pilpres masih jauh. Yang terpenting ada perbaikan untuk kemajuan TNI kita”, jelas Arjuna

Arjuna juga meluruskan pasca reformasi kewenangan pengelolaan anggaran TNI berada dibawah Kementerian Pertahanan sebagai wujud pelaksanaan agenda reformasi 98 yang menempatkan militer dibawah supremasi sipil. Panglima TNI hanya menyerahkan total kebutuhan setiap matra kepada Kementerian Pertahanan sebagai pengguna anggaran. Artinya keputusan terkait kebijakan strategis pertahanan termasuk modernisasi alutsista dan kewenangan administrasi anggaran berada di Kementerian Pertahanan.

“Kan sudah bukan seperti era Orde Baru lagi. TNI tidak bisa menentukan kebutuhannya sendiri. Aturan tersebut dibuat agar TNI lebih transparan saat membeli alat utama sistem pertahanan. Hal ini sejalan dengan cita-cita reformasi yang menempatkan militer dibawah supremasi sipil yaitu Menhan sebagai pengguna anggaran. Jadi tidak masalah jika dilakukan audit untuk memperbaiki performa alutsista kita”, tambah Arjuna

Agar tidak menimbulkan syakwasangka dan penilaian yang tidak adil, menurut Arjuna Komisi I DPR RI tidak hanya memanggil Panglima TNI dan KSAL namun perlu memanggil Menhan Prabowo untuk dilakukan evaluasi secara objektif terkait keterlambatan proses peremajaan dan modernisasi alutsista. Walaupun Prabowo Subianto juga menjabat sebagai Ketua Umum salah satu Partai terbesar di parlemen, namun menurut Arjuna DPR harus tetap bekerja sesuai fungsinya melakukan pengawasan dan kontrol kebijakan pemerintah. Dan Prabowo Subianto sebagai Menteri harus menerima untuk dievaluasi oleh wakil rakyat di DPR.

“Saya kira pak Prabowo adalah seorang prajurit, seyogyanya bisa menempatkan kepentingan bangsa dan negara serta hajat hidup orang banyak diatas kepentingan golongan dan kelompoknya. Evaluasi dan audit sebuah kebijakan adalah hal yang wajar dilakukan di negara demokrasi. Fungsi lembaga negara tidak boleh dikacaukan oleh kepentingan jangka pendek yang sempit”, tutup Arjuna
Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI