Jadi Saksi Ahli, Fahri Bachmid Sebut BPN Depok Langgar UU Terkait Penerbitan SHGB PT. Pakuan

| Sabtu, 08 Januari 2022 | 19.30 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung, Jawa Barat, kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan mafia tanah di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok, Kamis (6/1/2022). 


Sidang kali ini menghadirkan Pakar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara Universitas Muslim Indonesia Dr. Fahri Bachmid,S.H.,M.H. selaku saksi Ahli yang diajukan oleh prinsipal Ida Farida sebagai penggugat dalam pemeriksaan persidangan tersebut di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Bandung 

Sementara itu, pihak tergugat dalam perkara ini adalah Kepala Kantor Pertanahan Kota Depok,berdasarkan register perkara nomor : 101/G/2021/PTUN.BDG. Yang menjadi objek sengketa adalah BPN kota depok menerbitkan beberapa SHGB atas tanah yang berlokasi di Sawangan, Depok. Padahal, sebidang tanah tersebut secara legal-yuridis adalah hak milik Ida Farida berdasarkan SK-Kinag, tetapi BPN Kota Depok mengeluarkan SHGB atas nama PT. Pakuan Sawangan Golf/PT. PSG.

“Benar hari ini saya telah memberikan keterangan secara resmi dalam persidangan di Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung, dan majelis hakim telah memeriksa serta mengali keterangan yang telah saya sampaikan dibawah sumpah pada persidangan yang terbuka untuk umum pada hari ini, ujar Fahri Bachmid, dalam keterangan tertulisnya, yang diterima Sabtu, (8/1/2022).

Mantan Kuasa Hukum Presiden Jokowi dan KH. Ma’aruf Amin pada saat sengketa Pilpres 2019 ini mengatakan, majelis hakim bisa merujuk pada norma Pasal 66 UU No.30/2014 jika ingin membatalkan beberapa SHGB yang diterbitkan BPN Depok tersebut. 

Menurutnya, Pasal 66 tersebut menjelaskan tentang pembatalan keputusan yang terdapat cacat, seperti, wewenang, prosedur dan subtansi. Kemudian, jika terjadi pembatalan maka harus dibuat keputusan baru dengan mencantumkn dasar hukum pembatalan dan memperhatikan AUPB.

“Dan Keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan yang menetapkan Keputusan; atasan Pejabat yang menetapkan Keputusan; atau atas putusan Pengadilan,

Fahri Bachmid dalam keterangannya memandang ada persoalan serius dan permasalahan yuridis yang cukup mendasar dibalik penerbitan SHGB oleh BPN Kota Depok, sebab senyatanya dengan Penerbitan SHGB kepada PT. Pakuan tersebut telah menimbulkan merugikan pada pihak tertentu, dalam hal ini adalah penggugat,

Secara ideal, semestinya pihak BPN Depok dapat mempedomani UU RI No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, yang mana dengan menerapkan prinsip kecermatan, kehatia-hatian, serta ketidakberpihakan sebagaimana ditegaskan dalam prinsip asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) sepanjang pengunaan kebijakan penerbitan SHGB, yang tentunya mempunyai implikasi hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan, 

Jika dilihat dari perspektif hukum administrasi negara Fahri mengemukakan SK Kinag sebagai dasar argumentasi hubungan hukum dengan Tanah. SK Kinag ini merupakan produk yang legal serta diterbitkan oleh Kementerian Agraria yang berisi tentang penegasan atas hak pemilik tanah yang berasal dari tanah hak eigendom (landreform).

“Dengan demikian SK Kinag adalah bentuk pengakuan hak atas tanah bagi penerima Re-Distribusi kebijakan landreform tanah oleh negara, sehingga eksistensi SK Kinag yang demikian tentunya merupakan produk hukum yang diterbitkan dengan pijakan yuridis diatasnya, yaitu Undang undang Nomor 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah Tanah Partikelir. UU No.1/1985 tersebut menegaskan pengaturan kembali mengenai hak atas tanah partikelir yang dulunya bersumber dari hak eigendom berikut dengan hak pertuanannya,” paparnya. 

Disampikan Fahri, Pengaturan tersebut tentu dapat dimaknai sebagai bentuk perlindungan hukum Negara kepada warganya dalam konteks pemilik/tuan atas suatu tanah bekas eigendom. Salah satu bentuk perwujudan perlindungan itu adalah melalui kewenangan kelembagaan dan wewenang pejabat Kementerian Agraria berupa penerbitan SK Kinag sebagai penegasan pengakuan penguasaan atas tanah.

“Bagi warga negara yang memperoleh SK Kinag tentu mempunyai derajat serta nilai hukum yang sama seperti sertifikat sebagai bentuk pengakuan hak atas tanah,” tutup Fahri Bachmid. (HR)


Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI