Kaum Sarungan Dianggap Salah Satu Kekuatan Ekonomi Nasional

| Senin, 29 Agustus 2022 | 13.01 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan, Rachmad Gobel, menyatakan santri atau kaum sarungan adalah salah satu pilar ekonomi nasional.


"Sebagai subkultur, kaum sarungan atau santri adalah salah satu kekuatan ekonomi nasional. Perannya sangat strategis dalam memajukan bangsa dan negara," ungkap Gobel saat didaulat memberikan Pidato Kebudayaan di hari jadi ke-3 Jejaring Dunia Santri di Jakarta, Sabtu (27/8).  

Acara yang berlangsung di Makara Art Center Universitas Indonesia itu juga menampilkan Monolog Negeri Sarung oleh grup Ki Ageng Ganjur yang dipimpin Ngatawi Al-Zastrow. Monolog itu menampilkan Inayah Wahid sebagai bintang utama. Acara dihadiri Ny Shinta Nuriyah Wahid, KH Said Aqil Siroj, KH Marsudi Syuhud, Gus Taj Yasin, dan Dekan FIB UI Bondan Kanumoyoso.

Gobel yang hadir mengenakan sarung, seusai acara melepas sarungnya untuk diserahkan kepada panitia untuk dijadikan ornamen seni instalasi.

Sebagai subkultur, kata Gobel, santri memiliki seperangkat nilai, pola perilaku, benda-benda fisik, kelembagaan, dan lain-lain.

"Semuanya jika dikapitalisasi merupakan kekuatan ekonomi tersendiri. Karena jumlahnya besar maka nilai ekonominya pun besar. Subkultur santri terbukti memiliki peran dan kedudukan strategis dalam sejarah bangsa dan negara," katanya.

Legislator NasDem dari Dapil Gorontalo itu mengatakan, Presiden Jokowi memiliki visi membangun Indonesia dari pinggiran. Hal ini berarti dari desa.

"Santri sebagian besar ada di desa. Mari kita jadikan produk desa menjadi produk lokal, lalu nasional, dan akhirnya menjadi produk global. Apalagi jika menggunakan perangkat digital. Melalui ekonomi, santri akan mengglobal," katanya.

Gobel menceritakan pengalamannya berkunjung ke Hokota, Jepang, awal Agustus lalu. Kota itu 50 tahun sebelumnya sebagai wilayah pertanian yang miskin.

"Namun kemudian mereka memajukan pertaniannya. Mereka mengembangkan teknik sendiri, tanpa bantuan pakar dari universitas. Kini Hokota menjadi kota yang makmur dan pemasok hasil pertanian untuk seluruh Jepang," katanya.

Iapun mengajak para santri untuk belajar ke petani Hokota untuk kemudian diterapkan di Indonesia. Selain itu ia juga mengajak para santri untuk melihat industri elektronika yang ia miliki. Ajakan itu disambut tepuk tangan para hadirin.

Gobel menjelaskan perbedaan pabrik dan industri. Keduanya memang sama-sama ada mesin dan segala peralatannya, ada lahan, ada karyawan, dan ada produk yang dihasilkannya. Jika pabrik berhenti pada membuat barang, katanya, maka industri tak berhenti di situ. Karena dalam industri harus ada ekosistem, tata nilai, harmoni sosial dan lingkungan hidup.

"Dalam industri berarti membangun peradaban, membangun manusia dan lingkungannya. Jadi harus berpikir tentang keberlanjutan. Jadi ini soal pola pikir," katanya.

Legislator NasDem itu mengakui bahwa untuk mewujudkan potensi kekuatan ekonomi kaum santri menjadi kekuatan ekonomi yang riil tidaklah mudah.

"Butuh wawasan, skill, dana, pengalaman, dan terutama bersatu. Saya mengajak untuk membangun dan menguatkan koperasi. Ibarat lidi, jika sendiri mudah patah. Tapi jika bersatu akan kuat," katanya.

Dengan demikian, kata Gobel, sarung dan kaum sarungan bukan sekadar simbol, identitas, atau corak budaya tapi benar-benar menjadi kekuatan riil ekonomi nasional.

"Mari kita bangkit dengan bersatu untuk memajukan Indonesia," katanya
Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI