Pembubaran BPOM Disebut Langkah Konkrit Benahi System Pengawasan Obat dan Makanan

| Sabtu, 12 November 2022 | 00.36 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Hari Kesehatan Nasional (HKN) diperingati pada tanggal 12 November setiap tahunnya. Hari Kesehatan Nasional 2022 telah memasuki tahun ke-58, pemerintah mengusung tema 'Bangkit Negeriku Sehat Indonesiaku' untuk Hari Kesehatan Nasional 2022. 


Namun ironisnya, Tema tersebut, justru muncul di tengah adanya bencana Kesehatan dalam wujud Kasus gagal ginjal akut yang menyerang anak-anak usia 6 bulan-18 tahun yang merupakan tunas bangsa dan juga generasi penerus bangsa, yang harusnya mendapatkan perlindungan serius dari Negara, namun justru menjadi korban dari kelalaian atau mungkin adanya kegagalan dari institusi pengawasan Obat-obatan dan Makanan yakni BPOM dalam mengawasi peredaran obat-obatan dan makanan yang tercemar oleh bahan baku pelarut Propilen Glikol dan produk jadi mengandung Etilen Glikol (EG) yang melebihi ambang batas.EG diduga menjadi penyebab gagal ginjal yang menyebabkan ratusan anak Indonesia meninggal dunia belakangan ini.

Demikian disampaikan Rudy Darmawanto, SH Ketua Poros Rawamanagun, kepada awak media, Sabtu, 12 November 2022 di Jakarta.

“Kondisi tersebut, sangat ironis dengan Tema Hari Kesehatan Nasional 2022, Bangkit Negeriku, Sehat Indonesiaku, bagaimana bisa mewujudkan Indonesia Sehat, kalau akibat di duga adanya kelalaian BPOM mengawasi peredaran obat-obatan, sehingga sebanyak 350-an Balita harus menjadi korban sia-sia,” ucap Rudy Darmawanto dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (12/11/2022).

Menurut Rudy, peringatan Hari Kesehatan Nasional ke 58 ini, sesungguhnya adalah momentum untuk melakukan refleksi bagi seluruh komponen bangsa, terutama Pemerintah dalam hal ini adalah Kementrian Kesehatan, dan juga instansi terkait dengan terbentuknya Kesehatan masyarakat, yang bukan hanya bicara tentang pelayanan Kesehatan di rumah sakit atau di puskesmas, ataupun bicara sarana prasarana penunjang Kesehatan, melainkan yang lebih dari itu adalah bicara mengenai Kesehatan makanan, minuman dan juga obat-obatannya, yang seringkali masalah tersebut dilupakan dan bahkan dilalaikan begitu saja.

Sehingga, kata Rudy, berakibat pada munculnya penyakit dari makanan atau obat-obatan yang tidak bisa diantipasi maupun dicegah, Mengapa demikian? Misalnya dalam kasus gangguan ginjal akut ini dikarenakan lemahnya system pengawasan Badan Pengawas Obat Makanan (BPOM) dan pemerintah dalam mendeteksi obat yang mengandung senyawa berbahaya. 

Menurutnya, seharusnya para pihak berwenang yang mengawasi ini lebih aware, tidak menunggu kasus seperti ini sampai memakan korban ratusan dikalangan balita dan anak-anak.

“Nah, kalau ingin negeri ini bangkit dan sehat, maka harus ada reformasi total tentang berbagai segi yang terkait dengan bidang Kesehatan sebagai skala prioritas pembangunan non fisik, terutama pembenahan sistem pengawasan obat, makanan dan Minuman di Indonesia, ini sangat urgent dan harus masuk skala prioritas dilakukan pemerintah, untuk pengawasan obat-obatan, makanan dan minuman, sudah saatnya dilakukan secara transparan, dengan melibatkan komponen masyarakat, sehingga tidak bisa dimonopoli oleh satu pihak atau harus dilakukan secara kolektif dan pertanggungjawabannya juga kolektif,” tukas Rudy

Oleh karena itu, lanjut Rudy, dalam hal pertanggungjawaban dalam kasus gangguan gagal ginjal ini, BPOM tidak bisa lepas tanggungjawab, dan tidak bisa berlindung dibalik kekuasaan, Indonesia adalah negara hukum. 

Untuk itu, dirinya sangat berharap agar siapapun termasuk diantaranya adalah wantimpres jangan melindungi orang yang salah, sebab isunya kepala BPOM adalah kerabat dari salah satu anggota Wantimpres, sehingga sulitnya rasanya meminta pertanggungjawaban kepala BPOM dikarenakan adanya pihak-pihak yang diduga melindunginya.

Atas indikasi tersebut, maka sebaiknya BPOM dibubarkan saja, diganti oleh sebuah Dewan Pengawasan Obat-Obatan dan Makanan yang beranggotakan pihak-pihak yang berkompeten, yakni Ikatan Dokter Indonesia, Komunitas Ahli Gizi, Kepolisian dan sebagainya, kemudian bekerja dengan prinsip transparan, krebile, kolektif dan akuntabel.

Disampaikan Rudy, kalau berbentuk kolektif, tidak ada backing-backingan, kelihatan yang salah langsung bisa dihukum, tapi kalau tetap dalam bentuk BPOM alias bentuk Badan, yang kepala Badannya dipilih dan ditunjuk Presiden, maka celah untuk mendapatkan backing politik itu ada, akibatnya kalau ada masalah, terindikasi selalu ada intervensi politik dari penguasa atau orang-orang di sekitar kekuasaan, ya seperti yang terjadi pada Kepala BPOM sekarang ini.

“Ya, Kalau ingin bangkit, untuk menciptakan bangsa Indonesia sehat jasmani dan Rohaninya, maka system pengawasan obat-obatan, makanan dan minuman harus di reformasi, bubarkan BPOM ganti dengan Dewan Dewan Pengawasan Obat-Obatan dan Makanan, ya, kalau tidak, maka tema 'Bangkit Negeriku Sehat Indonesiaku' hanya slogan semata & hanya mimpi yang sulit diwujudkan, Karena itu Hari Kesehatan Nasional mari kita jadikan momentum Pembenahan Pengawasan Obat dan Makanan dengan Bubarkan BPOM,” pungkas Rudy


Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI