Poros Rawamangun Ditolak Bertemu Menkes, Kemenkes Tak Punya Sense of Crisis

| Senin, 14 November 2022 | 22.23 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Jargon Aparatur Sipil Negara sebagai abdi negara dan juga sebagai pelayan masyarakat, nampaknya hal itu terkesan basa-basi belaka, pasalnya pada realitasnya masih banyak dijumpai apratur negara, yang enggan melakukan pelayanan kepada masyarakat secara tulus, iklas dan optimal, bahkan seringkali dijumpai Tindakan abdi negara tersebut, yang tidak merespon aspirasi dan tidak peduli terhadap keberadaan masyarakat yang ingin menyampaikan keluhannya ke instansi negara. 


Realitas ini terjadi tatkala adanya penolakan permohonan audensi Poros Rawamangun kepada Menteri Kesehatan dilakukan oleh staf Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI yang notabene, dia adalah Aparatur Sipil Negara, yang semestinya paham soal tupoksinya untuk melayani masyarakat, dan itu diatur dalam Undang-Undang No 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara. 

Di dalam Undang-Undang tersebut sudah diperjelas adanya tugas ASN adalah memberikan pelayanan public secara professional, dan menghormati kepada masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasi. Hal itu disampaikan Rudy Darmawanto, SH, Ketua Poros Rawamangun kepada awak media, Senin, 14/11/2022 di Jakarta. 

“Kami sudah memenuhi prosedur, mekanisme dan etika, melalui mengirim surat permohonan audensi ke Menkes, tapi ternyata jawaban atas surat kami tersebut, membuat kami terkejut, surat kami tersebut ditolak, kemudian hanya diberitahu melalui aplikasi Whatshapp, penolakan tersebut tanpa disebutkan alasannya, ini kan tidak professional, dan juga tidak menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerja sama dengan komponen masyarakat,” ungkap Rudy.


Menurut Rudy, pada tanggal 8 November 2022, dirinya bersurat ke Kementerian Kesehatan. Isi surat itu adalah permohonan audensi dengan Menteri Kesehatan RI, untuk menyampaikan keluhan dari keluarga korban kepada Menteri Kesehatan, dan sekaligus membicarakan langkah solusi bagi korban beserta keluarganya dari kalangan prasejahtera ini, yang sudah sekian lama mengalami penderitaan karena anaknya mengidap gangguan ginjal akut. Adapun langkah bersurat ke Menteri Kesehatan tersebut, juga merupakan langkah komunikatif, konsultatif dan juga menjalin Kerjasama dalam penanganan kasus gangguan gagal ginjal akut ini yang datang ke posko Poros Rawamangun sebanyak 21 orang akibat gagal ginjal akut anak.

Tapi, kata Rudy, ternyata niat baik tersebut di tolak oleh Kemenkes tanpa alasan yang jelas, padahal  di dalam pasal 4 Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang ASN, telah disebutkan nilai dasar ASN yakni menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerja sama, akan tetapi dengan adanya penolakan dari Kemenkes tersebut, ini berarti mengabaikan salah satu nilai dasar sebagai ASN.

“Selain itu, menurut saya, penolakan ini bisa dikatakan kemenkes tidak aspiratif, dan bahkan terindikasi melecehkan hak kami sebagai warga negara untuk menyampaikan keluhan kepada pemerintah dalam hal ini adalah Kemenkes RI, ini sangat memprihatinkan, dan kami akan melaporkan hal ini ke Komisi Aparatur Sipil, supaya ada sanksi bagi mereka yang diduga melanggar aturan tentang ASN, dan ini juga bukti bahwa Kemenkes tidak punya sense of crisis, ” tukas Rudy

Sementara itu, hal senada juga disampaikan Jamaluddin, warga jatinegara Kota Adm Jakarta Timur. Ia menuturkan bahwa ketika anaknya bernama Gali Naufal berusia 10 tahun divonis menderita gangguan ginjal akut, dirinya merasa bingung, harus berbuat apa untuk menyembuhkan anaknya tersebut, sudah dibawa ke dokter dan juga sudah ke Puskesmas, tapi pelayanannya kurang optimal, lalu dirinya bertemu dengan Rudy Darmawanto, SH bersama teman-teman Poros Rawamangun, dia merasa terbantukan untuk mengobati putranya tersebut.

“Ya, untungnya ada Bang Rudy, sehingga kami merasa terbantukan untuk mengobati anak saya, mas, dan jujur kami sangat kecewa atas penolakan untuk bisa ketemu Menteri Kesehatan oleh Staf Kemenkes dengan alasan tidak jelas, padahal kami ingin menyampaikan ke pak Menteri Kesehatan mengenai pelayanan pengobatan anak kami, kurang optimal dan biayanya tinggi”pungkas Jamalludin.
Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI