Ombudsman Temukan Maladministrasi dalam Pelayanan Penerbitan Surat Persetujuan Impor Bawang Putih di Kemendag

| Kamis, 19 Oktober 2023 | 10.18 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Ombudsman RI menyerahkan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) kepada Kementerian Perdagangan mengenai dugaan pengabaian kewajiban hukum oleh Kementerian Perdagangan RI dalam penerbitan Surat Izin Impor (SPI) Bawang Putih pada Selasa (16/10/2023). Sebelumnya, Ombudsman RI menerima laporan dari masyarakat mengenai belum terbitnya SPI bawang putih yang diajukan sejak Februari 2023 meskipun sudah memenuhi persyaratan dan ketentuan.


Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika menyampaikan dugaan maladministrasi lantaran Ditjen Perdagangan Luar Negeri tidak menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

"Ombudsman RI menetapkan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI sebagai Terlapor dengan dasar adanya delegasi kewenangan untuk penerbitan SPI Bawang Putih tersebut dari Menteri Perdagangan berdasarkan ketentuan Pasal 49 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan jo. Pasal 8 ayat (1) Permendag Nomor 20/2021 sebagaimana terakhir diubah dengan Permendag Nomor 25/2022 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor," terang Yeka.

Yeka menjabarkan temuan maladministrasi yakni pengabaian kewajiban hukum dan penundaan berlarut oleh Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan dalam penerbitan SPI Bawang Putih dengan dasar tidak berjalannya fiktif positif 5 (lima) hari SPI Bawang Putih setelah dokumen dinyatakan lengkap. Sebagaimana prosedur yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2022.

Selain itu, Ombudsman juga menemukan adanya pengabaian kewajiban hukum dalam penerbitan SPI Bawang Putih dengan dasar tidak berjalannya prosedur penerbitan dan ketentuan fiktif positif 5 (lima) hari SPI Bawang Putih setelah dokumen dinyatakan lengkap sebagaimana prosedur yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2022.

Kedua, melampaui wewenang, dalam hal tertahannya penerbitan SPI Bawang Putih dengan dasar penggunaan justifikasi tindakan dalam penyelenggaraan SPI Bawang Putih di luar cakupan bidang atau materi wewenang yang diberikan kepadanya sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan juncto Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan juncto Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2022.

Temuan ketiga, adanya penundaan berlarut dalam penerbitan SPI Bawang Putih bagi Pelapor yang sangat melebihi jangka waktu pelayanan 5 (lima) hari kerja setelah dokumen dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan.

Keempat, ditemukan penyimpangan prosedur dalam penerbitan SPI Bawang Putih dengan menambah tahapan prosedur berupa diperlukannya pertimbangan Menteri Perdagangan terlebih dahulu sebagai dasar persetujuan suatu permohonan.

Terakhir, ditemukan adanya diskriminasi dalam penerbitan SPI Bawang Putih dengan perlakuan penerbitan SPI Bawang Putih yang berbeda dan tidak sesuai dengan urutan permohonan yang dinyatakan lengkap terlebih dahulu (First in, First Served) untuk diterbitkan SPI Bawang Putihnya

"Bahwa terhadap temuan maladministrasi tersebut, Ombudsman RI memberikan Tindakan Korektif kepada Dirjen Perdagangan Luar Negeri untuk menerbitkan SPI bawang putih kepada pemohon yang terlebih dahulu dokumennya dinyatakan lengkap oleh sistem (First in, First served), sebagaimana kebutuhan rencana impor yang telah ditetapkan pada Rakortas Kemenko Perekonomian tanggal 25 Januari 2023 sebesar 561.926 ton, sebagai bentuk peningkatan kinerja pelayanan publik dalam pencegahan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) di lingkungan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan," tegas Yeka.

Kedua, Ombudsman meminta Dirjen Perdagangan Luar Negeri untuk mencabut Peraturan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kebijakan dan Pengaturan Impor Bawang Putih.

Ketiga, menerbitkan SK Menteri Perdagangan terkait Penyelenggaran Sistem Inatrade. Surat Keputusan Menteri Perdagangan tersebut merupakan salah satu pedoman dalam pelaksanaan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2021, tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2022.

"Penerbitan Surat Keputusan Menteri Perdagangan tersebut untuk memastikan Service Level Agreement (SLA) penerbitan SPI dijalankan sesuai dengan amanat Pasal 8 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2022," terang Yeka.

Yeka mengungkapkan, selama pemeriksaan, Ombudsman RI menemukan beberapa informasi di antaranya Pelapor menyampaikan bahwa penerbitan SPI Bawang Putih ini dipermainkan oleh oknum tertentu di lingkungan Kementerian Perdagangan, sehingga pelaksanaannya tidak sesuai dengan prosedur, melainkan diatur oleh oknum tersebut.

Selain itu, Ombudsman mendapat informasi dari Pelapor, bahwa dirinya dan beberapa importir bawang putih mendapat intimidasi dari oknum tertentu di lingkungan Kementerian Perdagangan agar tidak mengajukan volume impor lebih dari 5.000 ton dan tidak mengadukan permasalahan penerbitan SPI Bawang Putih ini kepada pihak manapun. Bila dilakukan, konsekuensinya adalah permohonan SPI Bawang Putihnya tidak akan diterbitkan.

Selain itu Pelapor pernah ditawari seseorang yang mengaku dapat melancarkan penerbitan SPI Bawang Putih dengan biaya Rp 4.500/kg hingga Rp 5.000/kg.

"Terhadap informasi-informasi tersebut, Ombudsman RI menyerahkan sepenuhnya kepada Aparat Penegak Hukum selaku pihak yang lebih berwenang dan instansi terkait untuk dapat mendalami maupun melakukan penyelidikan, sehingga permasalahan serupa tidak terjadi di kemudian hari," ujar Yeka.

Selain itu, terhadap informasi buruknya pelayanan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) di Kementerian Pertanian, Ombudsman RI mempertimbangkan untuk melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terkait pelayanan penerbitan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) di lingkungan Kementerian Pertanian. Ombudsman RI meyakini bahwa maladministrasi dalam pelayanan publik merupakan pintu masuk bagi tindakan korupsi. 


Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI