Bernasindonesia.com - Ombudsman RI mendeteksi adanya dugaan maladministrasi yang dilakukan Kementerian Pertanian (Kementan) dalam penerbitan dan pelaksanaan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) bawang putih. Untuk itu Ombudsman RI telah membentuk tim pemeriksaan khusus pada Keasistenan Utama III untuk melakukan Investigasi Atas Prakarsa Sendiri (IAPS) terhadap dugaan maladministrasi tersebut.
Sebagaimana diketahui, Kementan mensyaratkan RIPH sebagai salah satu syarat impor produk hortikultura, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 39 Tahun 2019 jo Peraturan Menteri Pertanian Nomor 2 Tahun 2020. RIPH adalah keterangan tertulis yang menyatakan produk hortikultura memenuhi persyaratan administrasi dan teknis. Sedangkan wajib tanam bawang putih merupakan salah satu bentuk kewajiban importir untuk melakukan pengembangan komoditas bawang putih dalam negeri yang merupakan komoditas strategis, pasca terbitnya RIPH.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika mengatakan, berdasarkan keterangan pelapor, hasil pemantauan lapangan, dan data-data pendukung dari instansi terkait, Ombudsman menemukan adanya beberapa gejala permasalahan pelayanan publik dalam pelayanan penerbitan dan pengawasan RIPH. Pertama, Ombudsman menemukan adanya pemberian dana biaya tanam bawang putih dari importir yang jumlahnya kurang dari kebutuhan petani.
"Hasil pemantauan Ombudsman di Kecamatan Kledung Kabupaten Temanggung, biaya tanam bawang putih per hektar per musim tanam adalah Rp 70 juta. Namun sejumlah importir hanya memberikan dana biaya tanam kepada petani pelaksana wajib tanam bawang putih sebesar Rp 15 juta - Rp 20 juta," terang Yeka di Yogyakarta, Rabu (8/11/2023).
Hal tersebut menyebabkan petani harus menanggung sisa biaya tanam, sehingga tujuan peningkatan nilai tambah dan daya saing produk bawang putih lokal sebagaimana diamanatkan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Pertanian Nomor 46 Tahun 2019 tentang Pengembangan Komoditas Hortikultura Strategis menjadi tidak optimal.
Selain itu, Yeka mengatakan pihaknya juga menemukan adanya pengurusan wajib tanam bawang putih oleh importir melalui oknum calo. Temuan sementara di Kecamatan Kledung Kabupaten Temanggung bahwa ditemukan seorang calo yang mengelola wajib tanam bawang putih untuk 16 perusahaan importir bawang putih, baik produsen maupun umum. Keberadaan perantara atau calo juga dikhawatirkan akan mengurangi proporsi biaya tanam yang diterima petani dari perusahaan, sehingga budidaya bawang putih melalui kebijakan wajib tanam tidak berjalan optimal.
Hasil penelusuran Ombudsman menemukan bahwa importir penerima RIPH bawang putih tidak melaksanakan komitmen wajib tanam. "Terdapat modus importir yang tidak patuh terhadap ketentuan wajib tanam bawang putih setelah Surat Persetujuan Impor (SPI) miliknya terbit. Setelah dilakukan analisis, ternyata importir tersebut lebih memilih untuk membuat perusahaan baru untuk memohon impor di tahun berikutnya, daripada melaksanakan kewajiban wajib tanam bawang putih. Karena biaya untuk membuat perusahaan lebih rendah," ungkap Yeka.
Adapun biaya membuat perusahaan baru diperkirakan sekitar Rp 13 juta sementara biaya ideal untuk melakukan wajib tanam bawang putih per hektarnya bisa mencapai Rp 70 juta. Modus ini menyebabkan tujuan peningkatan nilai tambah dan daya saing produk bawang putih lokal menjadi tidak optimal.
Ombudsman RI juga menemukan adanya dugaan praktik pungutan liar dalam penerbitan RIPH bawang putih. Yeka menjelaskan, berdasarkan keterangan pelapor serta keterangan seorang importir pada saat pemantauan lapangan di Kecamatan Kledung Kabupaten Temanggung. Keduanya mengaku dimintai sejumlah uang oleh oknum dari Kementerian Pertanian berkisar antara Rp 200/kg hingga Rp 250/kg untuk melancarkan penerbitan RIPH bawang putih yang sedang diurus.
Padahal ketentuan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 39 Tahun 2019 Tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura, tidak terdapat ketentuan mengenai biaya layanan RIPH.
Temuan lain, Yeka mengatakan penerbitan RIPH bawang putih melebihi rencana impor bawang putih yang ditetapkan Pemerintah melalui Rakortas Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. "Pada saat penyerahan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan Ombudsman RI pada 17 Oktober 2023, pihak Kementerian Pertanian telah menerbitkan sekitar 1,2 juta ton RIPH bawang putih. Sedangkan kebutuhan rencana impor sebagaimana ditetapkan pada Rakortas Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tanggal 25 Januari 2023 adalah sebesar 561.926 ton.
"Hal tersebut menunjukkan bahwa pengendalian impor komoditas bawang putih oleh Menteri Perdagangan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat (legally non-binding), sehingga Kementan dapat menerbitkan RIPH bawang putih tanpa melihat instrumen pengendalian impor," ujar Yeka.
Investigasi Atas Prakarsa Sendiri ini merupakan tindak lanjut dari LAHP yang telah diterbitkan Ombudsman RI mengenai Maladministrasi Pemberian Surat Persetujuan Impor (SPI) bawang putih, pada 17 Oktober 2023. Hasil dari Investigasi ini nantinya Ombudsman akan memberikan saran dan tindakan korektif kepada pemerintah guna peningkatan kualitas layanan penerbitan dan pelaksanaan RIPH bawang putih.