Bagja Jabarkan Kiat Bawaslu Wujudkan Pengawas Pemilu yang Ramah Perempuan

| Selasa, 02 Juli 2024 | 10.44 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menyampaikan kiat Bawaslu dalam mewujudkan pengawas pemilu yang ramah perempuan. Hal ini didasari oleh adanya peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan di lingkungan penyelenggara pemilu di periode 2017-2023 yang dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).


“Pada periode tahun 2017 s.d. 2022, terdapat 25 kasus kekerasan seksual yang ditangani oleh DKPP dengan 21 pemberhentian tetap dan 4 peringatan keras. Pada periode tahun 2022 s.d. 2023, terdapat 4 kasus kekerasan seksual yang ditangani oleh DKPP dengan 3 pemberhentian tetap dan 1 peringatan keras terakhir. Pada tahun 2023, terdapat 54 perbuatan asusila dan pelecehan seksual oleh penyelenggara Pemilu yang diadukan ke DKPP. Ini refleksi kita sebagai penyelenggara pemilu,” papar Bagja saat menjadi pembicara utama dalam giat Evaluasi Pemilu 2024: Distorsi Keterwakilan Perempuan dan Meningkatnya Kekerasan Terhadap Perempuan oleh Penyelenggara Pemilu, di Jakarta, Senin (1/7/2024).

Berdasarkan kasus tersebut yang menyebabkan Bagja merasa perlu adanya sosialisasi dan juga penyadaran terhadap penyelenggara pemilu terkait hubungan kerja dan kinerja sesama penyelenggara pemilu yang berbasis gender. “Jadi jangan sampai kemudian adanya peningkatan kembali setelah ada yang menginatkan,” ungkap dia.

Untuk mengatasi hal tersebut Bagja mengatakan Bawaslu telah melakukan beberapa upaya seperti menyelenggarakan Konsolidasi Nasional Perempuan Pengawas Pemilu yang menghasilkan 3 rekomendasi yaitu: rekomendasi terhadap masalah umum yang dihadapi perempuan pengawas pemilu; penguatan sinergi internal perempuan pengawas Pemilu; dan penguatan jejaring perempuan pengawas pemilu dengan multi stakeholder.

“Kami juga melakukan penguatan regulasi dan kebijakan seperti Perbawaslu 19 tahun 2017 yang memastikan affirmative action hingga level Panwascam dan Panwaslu LN untuk memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30%, penyempurnaan petunjuk teknis rekrutmen Panwascam yang inklusif dan afirmatif, dan penyusunan pedoman tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan kerja Bawaslu,” ungkap alumnus Universitas Indonesia itu.

Dia menambahkan, Bawaslu juga melakukan kegiatan “Bawaslu Mendengar” bersama kelompok perempuan dan pendidikan Pengawas Partisipatif dengan tema “Perempuan Berdaya Mengawasi” di 17 titik di 100 kabupaten/kota. Kemudian di tahun 2023 dan 2024 Bagja mengatakan Bawaslu melanjutkan Pendidikan Pengawasan Partisipatif dengan mengarusutamakan keadilan gender sebagai kecakapan dasar.

Dari sisi eksternal, Bagja juga menyebutkan bahwa Bawaslu telah melakukan advokasi kebijakan dengan mengawal kebijakan afirmatif keterwakilan perempuan 30% baik dalam susunan Penyelenggara Pemilu maupun kepengurusan partai politik dalam pendaftaran partai politik peserta pemilu, serta bakal calon Pemilu sesuai dengan Undang-Undang.

“Kami juga memberikan informasi yang setara dalam hal regulasi kepemiluan, baik kepada bacaleg/caleg laki-laki maupun perempuan dan melakukan komitmen bersama organisasi masyarakat untuk melakukan pencegahan pelanggaran khususnya terkait Pemilu yang inklusif dan berkeadilan gender,” tegasnya.

Meski demikian, Bagja mengakui bahwa apa yang telah dilakukan oleh Bawaslu tetap memerlukan masukan dari teman-teman aktivis perempuan. Tidak hanya itu, Bagja menuturkan bahwa proses yang dilakukan Bawaslu dalam menciptakan lingkungan yang ramah perempuan membutuhkan support semua orang karena hal ini berkaitan dengan tugas Bawaslu sebagai penjaga pemilu.


Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI