Bernasindonesia.com - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menegaskan pentingnya harmoni dan kekompakan dalam kolaborasi global secara berkelanjutan, terutama bagi negara-negara di kawasan Samudera Hindia yang rawan bencana tsunami.
Hal ini penting guna mencegah sekaligus meminimalisir risiko akibat bencana gempabumi dan tsunami yang dapat sewaktu-waktu terjadi. Menurutnya, kolaborasi, sinergi, kekompakan dan harmoni tersebut perlu mencontoh Tari Tradisional Saman asal Aceh, Indonesia.
"Tarian Saman asal Aceh mengandung filosofi yang mendalam. Dalam tarian tersebut mengandung nilai kebersamaan, persatuan, kekompakan, sekaligus keharmonisan yang berkelanjutan" ungkap Dwikorita dalam pembukaan 2nd UNESCO IOC Global Tsunami Symposium di Aceh, Senin (11/11/2024).
"Bayangkan jika tidak ada itu semua, mana mungkin tersaji tarian yang begitu dinamis dan luar biasa. Semua penari bergerak cepat secara harmonis dan dinamis, tdk ada satu pun yg bertabrakan. Bahkan tarian tersebut konon diciptakan di tahun 1600 an Masehi, yang awalnya merupakan perwujudan Shalawat Nabi. Jadi sekompak, sedinamis dan seharmonis itulah kita seharusnya dalam melakukan upaya mitigasi dan pengurangan risiko bencana, yang semestinya juga dapat benar-benar "merakyat" ( merasuk dalam kehidupan masyarakat) selama ratusan tahun ", tambah Dwikorita.
Sebagai informasi, dalam acara yang mengangkat tema "Two Decades After the 2004 Indian Ocean Tsunami: Reflection and the Way Forward" tersebut, Tari Saman ditampilkan sebagai pembuka acara. Tari Saman sendiri berasal dari Gayo, Aceh yang telah ditetapkan Unesco sebagai Daftar Representatif Budaya Takbenda Warisan Manusia.
Dwikorita menyebut bahwa Samudera Hindia merupakan salah satu wilayah di dunia yang sangat rawan terhadap tsunami. Tsunami Aceh 2004 silam menjadi pelajaran bagi negara-negara di kawasan Samudera Hindia bahwa tsunami yang terjadi tiba-tiba berdampak fatal bagi negara-negara di kawasan tersebut dan menyebabkan lebih dari 227 ribu korban jiwa.
Maka dari itu, ancaman tersebut, kata dia, harus diantisipasi dengan membangun kapasitas seluruh negara, agar masyarakatnya dapat merespon bahaya tsunami secara cepat dan tepat. Utamanya dalam peningkatan pemahaman dan kesadaran masyarakat, serta peningkatan kapasitas utk meresponse dengan tepat, juga peningkatan keterjangkauan informasi kepada masyarakat.
Menurut Dwikorita, dengan kolaborasi dan sinergi yang erat dan kompak berkelanjutan seperti halnya Tari Saman, diharapkan seluruh negara mampu memberikan layanan peringatan dini tsunami pada masyarakat, termasuk yang disebabkan oleh faktor selain gempabumi.
Sementara itu, Sekretaris Eksekutif UNESCO-IOC Vidar Helgesen mengatakan lewat peringatan 20 tahun tsunami Samudra Hindia ini UNESCO dan BMKG kembali menegaskan komitmen bersama untuk memperkuat ketangguhan global terhadap ancaman tsunami.
"Bersama dengan mitra-mitra kami, UNESCO-IOC tetap berkomitmen untuk melindungi nyawa dengan memastikan setiap garis pantai yang rentan dipersiapkan dengan pengetahuan, peralatan, dan sistem yang dibutuhkan untuk menghadapi tsunami di masa depan," imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Penjabat (Pj) Gubernur Aceh, Safrizal ZA, menyampaikan sambutan hangat kepada para peserta The 2nd UNESCO-IOC Global Tsunami Symposium. Safrizal menekankan pentingnya simposium ini sebagai upaya global dalam memperkuat mitigasi bencana tsunami, khususnya di Aceh yang pernah dilanda tsunami tahun 2004 silam.
"Kejadian tersebut mengingatkan kita betapa dahsyatnya kekuatan alam, namun sekaligus menginspirasi lahirnya kolaborasi global dalam meningkatkan sistem peringatan dini dan upaya mitigasi," tuturnya.
Maka dari itu, dirinya berharap simposium tersebut dapat menghasilkan rekomendasi konkret yang bermanfaat bagi semua pihak, seraya menjadikan Aceh sebagai pusat pengembangan dan diseminasi pengetahuan terkait mitigasi tsunami.