Pagar Laut Mencuat, Kasus-Kasus Besar Senyap

| Selasa, 04 Februari 2025 | 04.00 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Sudah lebih satu setengah bulan. Pagar laut di Tangerang masih mendominasi diskursus publik. 


Kasusnya melebar. Bukan saja di Tangerang, melainan juga di Bekasi. Mugkin juga di daerah lain. Akan tetapi belum terungkap. 

Melebar pula pada kasus pemberian hak tanah (SHM dan SHGB) pada wilayah lautan.  Bahkan terakhir terungkap pula kasus pemberian hak atas tanah pada wilayah hutan. 

Viralnya belum terhenti. Belum di desak oleh isu lain yang lebih heboh. _*Concern*_ publik masih mengarah pada kasus itu.

Pada sisi lain, kasus pagar laut Tangerang itu menyebabkan pegungkapan kasus-kasus sebelumnya menjadi senyap. Tenggelam oleh hiruk pikuk kasus pagar laut. 

Tom Lembong. Bagaimana perjalan kasusnya saat ini. Nyaris tidak terdengar. Bobot kasusnya memiliki daya dobrak dalam mengungkap kasus serupa: mafia impor. Bahkan menghentikan praktik mafia impor itu. Juga mafia pangan. 
Jutaan rakyat kecil dari kalangan petani sangat dirugikan oleh mafia impor pangan. 

Kasus suap hakim. Kini juga nyaris tidak terdengar. Pengungkapan secara total kasus itu menjadi alat pukul dalam melemahkan praktik-praktik mafia peradilan. Pembersihan oknum-oknum mafia peradilan merupakan langkah penting mewujudkan peradilan yang bersih dan berwibawa. 

Kasus korupsi dana CSR di BI dan OJK. Pengungkapanya bisa menjadi _triger_ penataan fundamental pengelolaan CSR. Pembenahan peraturan, manajemen kontrol/pengawasan, prioritas peruntukan. Bahkan skenario preventif untuk menghindarkan pengelolaanya dari praktik korupsi. 

Kasus itu kini juga jarang disebut di publik. Tenggelam ditimpa munculnya kasus-kasus baru.      

Kasus korupsi pertamina. Pemberantasannya menjadi sangat penting dalam mewujudkan daulat energi. Sebagaimana visi Presiden terpilih Prabowo Subianto. 

Institusi ini rawan penyalahgunaan. Sudah sejak lama skandal-skandal besar datang silih berganti. Mulai kasus Ponco Sutowo era orde baru, hingga masa-masa terkini. 

Pemberantasan korupsi pada lembaga ini harus menjadi _*concern*_ bersama. Harus diawasi bersama. 

Kasus sekjen PDIP Hasto. Sempat mangkir dari panggilan KPK. Pengungkapannya akan memberi kontribusi efek jera bagi penyalahgunaan kekuasaan elit parpol. 

Kasusnya berlarut-larut belum juga terselesaikan. Harun Masiku juga belum tertangkap.  

“Lebih sulit menangkap Harun Masiku dibanding teroris”, begitu anggapan sejumlah pihak. Sebagai sindiran ketidakberanian aparat penegak hukum melawan elit parpol besar.    

Kasus-kasus di atas, hanya sebagian contoh. Pengungkaan kasus-kasus besar tertutup oleh euphoria isu kasus baru. Oleh kasus Pagar Laut di Tangerang itu. 

Kasus-kasus sebelumnya menjadi kurang memperoleh _*concern*_ bersama. Kurang dicermati. Kurang diawasi. 

Euphoria isu baru itu tidak bisa dihindari. Indonesia memang masih banyak dililit masalah. Belum selesai masalah lama, sudah datang masalah baru. 

Euphoria itu bisa memiliki konsekuensi sebagai berikut:

_Pertama_, bisa dimanfaatkan sebagai momentum menutup _*concern*_ publik. Untuk kemudian, lama-lama, kasus itu dilupakan. Dianggap tidak penting. Atau setidak-tidaknya menjadi kurang penting. 

Citra pelaku kejahatan menjadi tidak terlalu buruk. Kemudian keadaan menjadi berbalik. Pelaku kejahatan tidak disalahkan publik. Memperoleh permakluman. Bahkan simpati publik.     

_Kedua_, bargaining untuk meringankan tuntutan hukum. Melalui berbagai cara. Mulai dari intimidasi aparat penegak hukum. Hingga serangkaian lobi untuk meringanan kasusnya. Momentum mengatur proses hukum hingga vonis.

_Ketiga_, momentum menghilangkan jejak dan barang bukti. Ketika _*concern*_ publik meredup atau teralihkan, para terduga kejahatan bisa menghilangkan jejak atau barang bukti. Termasuk konsolidasi para pihak, yang bisa menjadi potensi sebagai saksi-saksi kunci.   

_*Keempat*_, momentum mengatur skenario lolos dari jeratan hukum. Ketika kasus itu tidak lagi dalam sorotan publik, akan lebih mudah dalam meloloskan dari jeratan hukum itu. 

Kasus pagar laut Tangerang tetap harus terus dikawal. Begitu pula kasus penerbitan hak atas tanah tidak pada tempatnya. Di semua wilayah. 

Pelakunya harus diungkap. Sistem harus diperbaiki. Efek jera harus diberikan kepada para pelakunya. 

Terlepas dari itu, kasus-kasus besar lainya harus tetap menjadi _*concern*_. Publik harus tetap mengontrol. Kaum kritis _*civil society*_ harus terus mencermati. Agar kasus-kasus hukum itu bisa tertangani dengan baik. Agar keadilan bisa ditegakkan. 

Oleh: Abdul Rohman Sukardi
Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI