Bernasindonesia.com - Wakil Ketua MPR-RI sekaligus Anggota Komisi VIII DPR-RI Hidayat Nur Wahid menyampaikan tahniah (ucapan selamat) kepada Badan Penyelenggara Haji yang dengan disahkannya Perubahan Ke Tiga UU Penyelenggaraan Haji dan Umrah, akan menguat statusnya menjadi Kementerian Haji dan Umroh, bahkan dalam waktu maksimal 30 hari maka Kementerian Haji dan Umroh sudah dibentuk oleh Presiden.
HNW sapaan akrabnya menyebut sewajarnya bila Badan Haji yang sudah menyampaikan belasan jenis evaluasi terhadap penyelenggaraan haji tahun 2025 yang merupakan penyelenggaraan Haji terakhir oleh Kementerian Agama, agar tidak mengulangi berbagai masalah penyelenggaraan haji yang pernah terjadi apalagi yang sudah disampaikan oleh Kepala Badan Haji dalam rapat evaluasi bersama Komisi VIII DPR (27/8) lalu.
Salah satunya dengan maksimalkan kuota haji yang tersedia, dan laksanakan diplomasi haji dalam rangka memangkas antrean panjang calon jamaah haji Indonesia.
“Untuk mengatasi daftar antrean berkepanjangan itu, mestinya diplomasi Haji tidak hanya dikerjakan oleh Amirulhaj, tapi bahkan Kementerian Haji mestinya juga berada di garda terdepan melakukan diplomasi Haji, untuk mengkomunikasikan ke pihak OKI maupun Arab Saudi agar kuota Haji Indonesia dipenuhi minimal sesuai skema yang disepakati,” disampaikan Hidayat dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (28/8).
Anggota DPR-RI Fraksi PKS ini menjelaskan, skema kesepakatan tersebut adalah 1:1000, yakni 1 kuota haji untuk tiap 1000 penduduk muslim di suatu negara. Dengan skema itu, maka mestinya kuota haji Indonesia bukan hanya 221.000, tapi sekitar 245.973, karena jumlah umat Islam di Indonesia berdasarkan data Dukcapil per Agustus 2024 sebanyak 245.973.915 jiwa.
Bisa juga diusulkan skema kuota bukan lagi 1:1000, tapi 2:1000, mengingat adanya kesiapan di Masjid Al Haram (tempat Tawaf dan Sa’i) juga lokasi lempar jumrah di Mina. Atau agar dibolehkan kerja sama antar negara yang kuota hajinya tidak terserap habis seperti Filipina, Kazakhstan dll, agar bisa dipergunakan oleh Indonesia agar panjangnya antrean berhaji dapat dikurangi secara signifikan.
“Dengan penguatan kelembagaan dari Badan menjadi Kementerian, BPH (nantinya Kementerian Haji dan Umrah) harus segera melakukan diplomasi intensif antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Kerajaan Saudi terkait usulan kuota haji tidak lagi 1:1000 tapi 2 : 1000, karena saat ini secara kelembagaan BPH sudah akan setara dengan Kementerian haji di Saudi sehingga harusnya memiliki posisi diplomasi yang kuat,” sambungnya.
Hidayat juga mengingatkan, dipentingkan juga perbaikan soal syarikah agar tak terjadi lagi terpisahnya suami dan istri pembimbing dan jemaah, juga penyelenggaraan haji yang amanah jauh dari korupsi terkait katering, transportasi, pelayanan di Arofah Muzdalifah dan Mina, juga soal pembagian kuota haji tambahan, agar tak terulang terjadinya kasus terindikasi korupsi yang sampai ke KPK.
“Maka hendaknya Kementerian Haji dalam membuat peraturan terkait penyelenggaraan haji khususnya terkait proporsi pembagian kuota tambahan, agar benar-benar melaksanakan ketentuan UU antara lain membaginya secara proporsional sebagaimana ketentuan UU, membicarakannya dengan DPR, berlaku jujur adil dan transparan dengan melaporkan progresnya ke publik, agar tak terjadi lagi kasus korupsi yang menjerat kementerian, gara-gara pembagian kuota haji yang tak sesuai aturan,” pungkasnya.