Congratulation, Ustad

| Minggu, 20 Januari 2019 | 20.26 WIB

Bagikan:
BernasIndonesia.com - Then, tsumma al-‘asyirah, yang ke-10: tak lain tak bukan dialah Ustad Abu Bakar Ba’asyir, arek Mojoagung, Jombang ujung timur, tetangganya Mojolegi, Mojosongo, Mojongapit, dan seterusnya dalam lingkaran kenangan Majapahit. Keturunan Arab: Mojopahit adalah negara multietnik, bahkan ketika Demak menggantikan kekuasaannya, gubernur terakhir Majapahit adalah Nyoo Lay Waa — yang mati sial ditawur dibunuh rakyatnya sendiri karena dianggap gagal mengembalikan kejayaan Majapahit.

Beliau dilahirkan di lingkar wilayah sensitivitas sejarah, penuh kenangan tentang pertentangan dan perbenturan. Bahkan di zaman Belanda: dari Mojoagung inilah akhirnya Kawedanan Jombang menjadi kabupaten, melalui peperangan yang tidak ringan. Ustad Abu tamatan Pondok Modern Gontor Ponorogo. Bikin pesantren di Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah, yang kurikulumnya, filosofi, rangka keilmuan, dan penyikapan zamannya disebut “Gontor Plus”. Mendidik santri-santrinya untuk tidak sekadar menjadi ‘alim (mengetahui ilmu-ilmu agama). Pun tidak sekadar menjadi ‘arif (pelajaran mendalami ‘irfan, pengetahuan keakhiratan yang tahapan-tahapannya disebut ma’rifat). Santri-santri Ngruki juga dididik untuk menjadi mujahid (pejuang), yang cita-citanya adalah jihad menuju derajat tertinggi pencapaian dan kebahagiaan, yakni “almautu fi sabilillah”, mati di jalan Allah.

Karena itu, dari sudut tauhid, tasawuf, dan prinsip ubudiyah murni, yang tepat untuk kita ucapkan kepada Ustad Abu adalah “Congratulation!” “Mabruuk!” “Barakallah”. “Yarhamukallah”. Selamat bahwa beliau telah sukses menapak hampir ke puncak kemuliaan hidup di pandangan Allah. Seorang yang berada bersama beliau dalam keributan penangkapan di RSU Muhammadiyah Solo menceritakan, ketika itu ustad ingin sekali ditembak polisi, supaya syahid fisabilillah.

Soal penafsiran atas nilai-nilai Islam, pilihan-pilihan modus perjuangan yang berbeda-beda, radikal atau moderat, konservatif atau liberal — sangat dimerdekakan oleh Islam — itu soal lain. Yang juga baik menjadi pelajaran bersama adalah bahwa jalan lurus dan kaku yang diterapkan Ustad Abu telah tidak saja membuatnya masyhurun fis-sama (terkenal di langit), melainkan juga masyhurun fil-ardl (terkenal di bumi).

Oleh: Emha Ainun Nadjib

(Budayawan)
Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI