KY Terima 740 Laporan Masyarakat di Semester I 2019

| Selasa, 09 Juli 2019 | 03.49 WIB

Bagikan:
Bernasindonesia.com - Komisi Yudisial sepanjang Januari-Juni 2019, Komisi Yudisial (KY) menerima sebanyak 740 laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dan 443 surat tembusan (infografik 1).

Terkait dengan moda penyampaian laporan, Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan lnvestigasi KY, Sukma Violetta mengatakan semakin banyak masyarakat yang telah menggunakan fasilitas Pelaporan Online yang sistemnya sudah dikembangkan KY sejak tahun 2018, yaitu melalui: www.pelaporan@komisivudisial.qo.id

"Jumlah laporan secara online yang diterima KY dalam 1 semester ini sebanyak 111 laporan. Adapun kebanyakan pelapor menyampaikan laporan tersebut melalui jasa pengiriman surat (pos). yaitu 437 laporan, serta pelapor yang datang secara langsung ke kantor KY (133 laporan). KY juga menerima informasi (59 laporan) atas dugaan pelanggaran perilaku hakim yang kemudian ditindak Ianjuti oleh KY," ujar Sukma di kantor KY, Jakarta Pusat, Senin (8/7/2019).

Menurut Sukma, berdasarkan jenis perkara, masalah perdata mendominasi laporan yang masuk ke KY, yaitu 318 laporan. Keluhan pencari keadilan yang berperkara di pengadilan dalam sengketa tanah mendominasi laporan dugaan pelanggaran Kode Etik Hakim. Untuk perkara pidana berada di bawahnya dengan jumlah laporan 227 laporan.

"Data ini menggambarkan perkara perdata dan pidana yang berada di ranah kewenangan peradilan umum dengan kompleksitas perkara yang tinggi dan sensitif, merupakan sumber utama laporan masyarakat terhadap hakim. Perkara lainnya adalah tata usaha negara sebanyak 42 laporan, agama sebanyak 39 laporan, dan tindak pidana korupsi (tipikor) sebanyak 22 laporan," katanya.


Di tahun politik ini, Sukma menambahkan KY telah membentuk Desk Pemilu sebagai satuan tugas dalam menangani perkara pemilu di persidangan. KY melakukan pengawasan hakim yang menangani perkara pemilu, antara lain dalam perkara-perkara terkait money politic, penggunaan fasilitas negara, kampanye di rumah ibadah atau tempat pendidikan, dan Iainnya. Untuk Iaporan masyarakat terkait pemilu yang dilaporkan ke KY berjumlah 21 Iaporan.

"Berdasarkan jenis badan peradilan yang dilaporkan (lihat infografik 1) jumlah Iaporan terhadap peradilan umum sangat mendominasi, yaitu sebanyak 559 laporan. Kemudian berturut-turut, yaitu Mahkamah Agung sejumlah 53 Iaporan, Peradilan Agama dan Peradilan Tata Usaha Negara masing-masing sebanyak 40 Iaporan. Pengadilan Tipikor dan Hubungan Industrial masing-masing 11 Iaporan," tambah dia.


Sementara itu, Sukma mengatakan 10 provinsi yang terbanyak menyampaikan Iaporan ke KY secara berturut-turut adalah: DKI Jakarta sebanyak 159 Iaporan, Jawa Timur sebanyak 104 Iaporan, Jawa Barat sebanyak 61 Iaporan, Sumatera Utara sebanyak 56 Iaporan, Jawa Tengah sebanyak 49 Iaporan, Riau sebanyak 28 Iaporan, Sumatera Selatan sebanyak 25 Iaporan, Banten sebanyak 21 Iaporan, Sulawesi Selatan sebanyak 20 Iaporan, dan Sulawesi Utara sebanyak 18 Iaporan.

"Tidak semua Iaporan dapat dilakukan proses sidang pemeriksaan panel atau pleno, karena Iaporan yang masuk perlu diverifikasi kelengkapan persyaratan (telah memenuhi syarat administrasi dan substansi) untuk dapat diregistrasi. Pada periode ini, KY menyatakan Iaporan yang memenuhi persyaratan adalah sebanyak sebanyak 106 Iaporan," tukas dia.


Disebutkan Sukma, laporan lain tidak dapat diproses oleh KY karena tidak memenuhi persyaratan, yaitu Iaporan bukan kewenangan KY dan diteruskan ke instansi Iain atau Badan Pengawasan MA, pelapor tidak menggunakan identitas yang sebenarnya, dan lainnya. Masih kurangnya pemahaman masyarakat ini menjadi tantangan KY untuk Iebih mengoptimalkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terkait wewenang KY dan tata cara Iaporan masyarakat.

"Salah satunya melalui workshop terkait peran serta KY dan masyarakat dalam meningkatkan efektivitas pengawasan perilaku hakim di Padang, Yogyakarta, dan Lampung," demikian Sukma. (Sy)



Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI