Bernasindonesia.com - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menentang Kementerian Agama (Kemenag) mengintervensi kurikulum pesantren, sebagaimana yang tercantum dalam pasal 32-34 draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Pendidikan Pesantren dan Pendidikan Keagamaan.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua PBNU Bidang Hukum, HAM dan Perundang-Undangan, Robikin Emhas, Selasa (27/8/19). "Disitu menempatkan Kemenag dan sebagainya, disitu bisa jadi pintu masuk sekaligus pintu masuk mengatur kurikulum (pesantren)," kata Robikin.
"Kalau kurikulum pesantren diintervensi bisa saja berubah arahnya, termasuk materi kurikulumya," lanjutnya.
Menurut Robikin, jika pemerintah mengintervensi Pesantren, maka berpotensi muncul kasus-kasus seperti yang viral belakangan ini. Misalnya, ada meteri pembelajaran tentang paham radikal dan intoleransi.
Ditegaskan Robikin, bila pemerintah intervensi pesantren, maka, dikhawatir hal-hal seperti itu akan muncul. Dan itu, dampaknya sangat berbahaya.
"Kota tidak tahu rezim yang ada masih menghargai pesantren. Kalau misalnya kebetulan anti, kan bisa jadi pintu masuk (Paham Radikal)," imbuhnya.
PBNU meminta, kata Robikin, jangan ada ruang bagi masuknya pemerintah untuk mengintervensi pesantren, apalagi sampai pada tingkat kurikulum.
Kendati demikian, Ia sepakat pemerintah turut mengontrol keuangan pesantren. Karena, pemerintah juga mengucurkan anggaran untuk pesantren.
"Kalau pemerintah, menfasilitasi bagaimana pesantren, bagaimana mengelola keuangan dengan baik dan benar sesuai misi pesantren itu penting penguatan itu," tukasnya. Tio/Tls
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua PBNU Bidang Hukum, HAM dan Perundang-Undangan, Robikin Emhas, Selasa (27/8/19). "Disitu menempatkan Kemenag dan sebagainya, disitu bisa jadi pintu masuk sekaligus pintu masuk mengatur kurikulum (pesantren)," kata Robikin.
"Kalau kurikulum pesantren diintervensi bisa saja berubah arahnya, termasuk materi kurikulumya," lanjutnya.
Menurut Robikin, jika pemerintah mengintervensi Pesantren, maka berpotensi muncul kasus-kasus seperti yang viral belakangan ini. Misalnya, ada meteri pembelajaran tentang paham radikal dan intoleransi.
Ditegaskan Robikin, bila pemerintah intervensi pesantren, maka, dikhawatir hal-hal seperti itu akan muncul. Dan itu, dampaknya sangat berbahaya.
"Kota tidak tahu rezim yang ada masih menghargai pesantren. Kalau misalnya kebetulan anti, kan bisa jadi pintu masuk (Paham Radikal)," imbuhnya.
PBNU meminta, kata Robikin, jangan ada ruang bagi masuknya pemerintah untuk mengintervensi pesantren, apalagi sampai pada tingkat kurikulum.
Kendati demikian, Ia sepakat pemerintah turut mengontrol keuangan pesantren. Karena, pemerintah juga mengucurkan anggaran untuk pesantren.
"Kalau pemerintah, menfasilitasi bagaimana pesantren, bagaimana mengelola keuangan dengan baik dan benar sesuai misi pesantren itu penting penguatan itu," tukasnya. Tio/Tls