Partai yang Usung Calon Kepala Daerah Eks Pecandu Narkoba Dinilai Gagal Kaderisasi

| Jumat, 17 Juli 2020 | 18.25 WIB

Bagikan:
Bernasindonesia.com - Pengamat politik Indo Barometer, Asep Saepudin menilai, partai politik yang mengusung calon kepala daerah mantan pecandu narkoba pada Pilkada Serentak 9 Desember 2020, gagal kaderisasi.

"Menurutku (partai itu) gagal kaderisasi. Seolah tidak ada pilihan sama sekali di partai itu. Memang orang itu cuma satu-satunya," ujar Asep saat dihubungi wartawan, Kamis (16/7/2020).

Menurut Asep, partai politik seharusnya mengusung calon kepala daerah yang tidak memiliki cacat moral. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang syarat pencalonan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 yang dimuat dalam Pasal 7 ayat (2) huruf i Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016, mestinya dapat dijadikan pedoman oleh partai politik dalam mengusung calon kepala daerah.

Putusan MK tersebut melarang pecandu narkoba maju di Pilkada. Putusan Mahkamah ini berawal ketika mantan Bupati Ogan Ilir, Ahmad Wazir Noviadi, mengajukan permohonan uji materi aturan tentang syarat pencalonan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 Pasal 7 ayat (2) huruf i Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.

Pasal tersebut adalah larangan bagi seseorang dengan catatan tercela mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Dan pemakai dan bandar narkoba dianggap perbuatan tercela. MK menyebut pemakai narkoba dilarang mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah, kecuali dengan alasan kesehatan si pemakai yang dibuktikan dengan keterangan dari dokter. Selain pengguna dan bandar narkoba, perbuatan tercela dalam putusan Mahkamah tersebut juga termasuk judi, mabok dan berzina.

Untuk itu, Asep mengatakan, penjaringan calon kepala daerah yang dilakukan partai politik harus diperketat. Setiap calon yang bakal diusung partai harus diperhatikan rekam jejaknya, integritas, kapasitas, dan kredibilitasnya.

"Metode penjaringan yang dilakukan partai harus terukur. Itu menurut saya. Biasanya kalau terukur itu biasanya calon yang diusung itu memang mendekati kualitas yang bagus, lebih mengutamakan objektifitas dalam penjaringan. Karena bagaimanapun juga calon yang akan diusung itu otomatis dari dua aspek, aspek kepribadiannya bagus, kemampuannya oke," katanya.

Aspek kepribadian calon kepala daerah tersebut, menurut Asep, misalnya, dipersepsikan dalam hal positif memiliki kewibawaan dalam memimpin, merakyat, dan menguasai masalah di daerah tersebut. Sementara dalam hal negatif, calon kepala daerah tersebut dipersepsikan cacat moral, seperti pernah terlibat dalam penyalahgunaan narkoba, berzina, judi, pemabok, dan korupsi.

"Kalau pemimpin itu memang berawal dari penjaringan pecalonan kurang kredibel akan menghasilkan pemimpin yang bermasalah. Ketika nanti di masa kepemimpinannya bermasalah maka juga secara otomatis akan merugikan masyarakat di daerah itu juga," katanya.

Sementara dari aspek kemampuan, disebutkan Asep, adalah calon kepala daerah yang mampu menangani masalah perekonomian seperti menciptakan lapangan kerja.

"Jadi aspek kepribadian dan kemampuan calon itu harus diperhartikan partai dalam mengusung calon kepala daerah," katanya.

Menurut Asep, berbahaya jika partai mengusung calon kepala daerah yang tidak memiliki kredibilitas. Sebab, jika pemimpin yang diusung partai itu di masa kepemimpinannya bermasalah maka hal itu secara otomatis akan merugikan masyarakat di daerah tersebut.

"Ya logikanya kalau partai memberikan kader sebagai calon dan bermasalah nantinya setidaknya akan menurunkan elektabilitas partai di daerah itu, mencemarkan nama baik partai, sehingga pilihan masyarakat terhadap partai itu drop. Akan berpengaruh besar itu. Jadi harapan saya kepada partai jaringlah kepala daerah yang kredibil yang memilki aspek kemampuan dan memiliki kepribadian, dan terukur," katanya. (BSI)
Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI