KontraS Minta Polri Usut Kematian 6 Anggota FPI Secara Transparan dan Akuntabel!

| Selasa, 08 Desember 2020 | 14.30 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam keras tindakan Anggota Kepolisian Republik Indonesia yang mengakibatkan kematian terhadap 6 (enam) orang yang sedang mendampingi perjalanan Habib Rizieq Shihab. Peristiwa ini merupakan bentuk pelanggaran prinsip fair trial atau peradilan yang jujur dan adil.


"Pasalnya, berdasarkan keterangan yang kami himpun, pihak kepolisian mengakui sedang melakukan pembuntutan yang berkaitan dengan proses penyelidikan. Di satu sisi, pihak FPI menyatakan bahwa keluarga Rizieq Shihab sedang melakukan perjalanan untuk pengajian rutin keluarga. Di tengah perjalanan, dari kedua belah pihak menyampaikan keterangan yang berbeda atas tewasnya 6 orang tersebut. Kendati demikian, penembakan yang dilakukan terhadap 6 orang tidak dapat dibenarkan," ujar Koordinator Badan Pekerja KontraS, Fatia Maulidiyanti dalam keterangan tertulisnya, Selasa (8/12/2020).


Fatia mengatakan, dalam beberapa kasus hasil pemantauan KontraS, selama tiga bulan terakhir terdapat 29 peristiwa extrajudicial killing atau pembunuhan di luar proses hukum yang mengakibatkan 34 orang tewas. penggunaan senjata api yang mengakibatkan tewasnya seseorang, kami menemukan sejumlah pola, seperti (1) korban diduga melawan aparat, (2) korban hendak kabur dari kejaran polisi. Seringkali alasan tersebut digunakan tanpa mengusut sebuah peristiwa secara transparan dan akuntabel. Dalam konteks kematian 6 orang yang sedang mendampingi Rizieq Shihab, anggota kepolisian sewenang-wenang dalam penggunaan senjata api karena tidak diiringi dengan membuka akses seterang-terangnya dengan memonopoli informasi penyebab peristiwa tersebut. 


"Besarnya jumlah korban tewas dalam operasi Polri di atas menunjukkan masih banyak anggota Polri yang tidak menerapkan prinsip nesesitas dan proporsionalitas sebagaimana dimandatkan dalam Pasal 3 Perkap No. 1 Tahun 2009 maupun Pasal 48 Perkap No. 8 Tahun 2009. Lebih jauh, kesewenang-wenangan penggunaan senjata oleh anggota Polri telah mengabaikan hak masyarakat atas persamaan di hadapan hukum sebagaimana Pasal 4 UU Nomor 39 Tahun 1999," katanya.


Atas peristiwa kematian 6 orang tersebut, KontraS, kata Fatia, mengindikasikan adanya praktik extrajudicial killing atau unlawful killing dalam peristiwa tersebut. Penggunaan senjata api juga semestinya memerhatikan prinsip nesesitas, legalitas, dan proporsionalitas. Terlebih lagi berdasarkan UN Basic Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement Official, penggunaan senjata api hanya diperbolehkan untuk tujuan melumpuhkan bukan membunuh.


Untuk itu, KontraS mendesak:  

Pertama, Kapolri untuk melakukan proses hukum secara terbuka dan adil terhadap anggota kepolisian yang terbukti melakukan penembakan terhadap para korban. 


Kedua, Kapolri juga harus memastikan bahwa tidak ada upaya tekanan dan ancaman baik secara fisik maupun psikis terhadap korban yang bertujuan untuk menghentikan proses hukum dan akuntabilitas internal Polri 


Ketiga, Propam Polri harus melakukan pemeriksaan dan audit senjata api dan amunisi secara berkala yang digunakan oleh anggota kepolisian yang terlibat dalam proses pembuntutan tersebut. 


Keempat, Komnas HAM dan Kompolnas secara independen harus melakukan pemantauan langsung dan mendalam terhadap peristiwa penembakan ini. Komnas HAM dan Kompolnas juga harus memastikan bahwa rekomendasi-rekomendasi yang dikeluarkan nantinya akan memiliki tekanan pada proses hukum yang berjalan serta memenuhi hak-hak dari korban penembakan. 


Kelima, Ombudsman RI untuk melakukan investigasi terkait dengan dugaan maladministrasi dalam proses penyelidikan yang menyebabkan tewasnya 6 orang tersebut. (BSI)

Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI