Hormati Proses Hukum, LPSK Harap Korban Perkosaan Oknum Limas Tidak Ditekan

| Senin, 12 April 2021 | 10.12 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berharap semua pihak terkait dugaan perkosaan oknum Linmas terhadap seorang perempuan tuna rungu di Bekasi, khususnya pihak pelaku, untuk menghormati proses hukum. Hal ini penting disampaikan dikarenakan ada indikasi ancaman ataupun intervensi dari beberapa pihak ke pihak korban. 

Diantaranya pihak yang meminta agar laporan perkara tersebut dicabut. "Kami mendapatkan informasi bahwa keluarga korban didatangi beberapa pihak terkait perkara ini. Hal ini tentunya tidak perlu dilakukan karena proses hukum sedang berjalan dan harus dihormati semua pihak", ujar Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu di Jakarta (9/4).


Adanya upaya tersebut selain tidak menghargai adanya proses hukum di kepolisian, juga dapat menimbulkan tekanan terhadap pihak korban sehingga dapat mempengaruhi kesaksian mereka, dan secara tidak langsung mempengaruhi proses hukum yang sedang berjalan. LPSK mengingatkan bahwa segala bentuk upaya agar korban maupun saksi tidak memberikan keterangan dengan baik dapat diindikasikan sebagai ancaman. 

"Termasuk adanya tekanan untuk menyelesaikan perkara diluar koridor hukum yang berlaku", jelas Edwin.

LPSK mengingatkan bahwa dalam pasal 37 UU 31/2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban ada sanksi pidana bagi pihak yang menghalangi sehingga menyebabkan saksi dan atau korban tidak dapat memberikan kesaksian dalam setiap tahap pemeriksaan, yakni pidana penjara 5 tahun dan denda 200 juta rupiah. Hukuman diperberat jika upaya menghalangi saksi dan atau korban bersaksi menyebabkan pula mereka terluka atau bahkan meninggal. 

"Jadi jangan main-main dengan upaya kesaksian yang diberikan saksi dan korban, karena segala upaya menghalangi mereka bersaksi ada pidananya", jelas Edwin.

LPSK sendiri pekan ini secara proaktif telah mengirimkan tim untuk menawarkan perlindungan kepada korban. Dari hasil pertemuan dengan korban, pendampingnya, dan juga instansi terkait didapatkan informasi bahwa korban memerlukan program perlindungan LPSK berupa pemenuhan hak prosedural berupa pendampingan selama proses hukum dan juga penterjemah bahasa isyarat dikarenakan korban berkebutuhan khusus. Bentuk layanan tersebut merupakan hak korban sesuai dengan UU 31/2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. 

"LPSK saat ini sedang memproses permohonan perlindungan korban sesuai dengan aturan yang berlaku", ungkap Edwin.

Selain kepada korban, LPSK juga akan mendalami informasi kepada pihak terkait lainnya. Diantaranya dengan pihak penyidik yang menangani perkara ini. 

"Hal ini untuk mendapatkan informasi lengkap terkait perkara ini", ujar Edwin.

Sebelumnya diberitakan telah terjadi dugaan perkosaan terhadap seorang perempuan tuna rungu di Bekasi Timur yang diduga dilakukan oknum Linmas pada pertengahan Maret lalu. Perempuan tersebut sebelumnya nyaris diperkosa pria lain, namun dipergoki oleh oknum Linmas. 

Tapi ternyata bukannya diamankan, korban justru diduga diperkosa oknum Linmas tersebut. Pihak  pelaku diduga beberapa kali mendatangi pihak keluarga korban. Upaya ini diduga untuk menekan pihak korban agar mau menghentikan perkara ini.  
Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI