RAPBN 2022 Harus Antisipasi Ketidakpastian Pandemi dan Fokus Tingkatkan Penghasilan Rakyat

| Jumat, 21 Mei 2021 | 13.17 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Ketua DPR RI Puan Maharani mengingatkan pemerintah untuk tetap mengantisipasi ketidakpastian pandemi Covid-19 dalam penyusunan kerangka ekonomi makro RAPBN 2022. Hal tersebut disampaikan Puan selepas rapat paripurna DPR RI ke-18 masa persidangan V tahun sidang 2020 - 2021, Kamis (20/5/2021).


"Pemerintah saat ini memang terus menggalakkan program vaksinasi Covid-19. Meski begitu, kondisi penuh ketidakpastian akibat pandemi Covid-19 tetap harus diantisipasi dalam menyusun kerangka ekonomi makro dan kebijakan fiskal RAPBN 2022. Berbagai indikator memang menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia menunjukkan tren pemulihan dan pertumbuhan ekonomi terus membaik, tetapi APBN tetap harus mengantisipasi bila sewaktu-waktu terjadi perburukan kondisi pandemi," kata Puan. 

"Kita mesti belajar dari pengalaman di awal tahun ini saat terjadi lonjakan kasus Covid-19 sehingga pengetatan aktivitas masyarakat kembali dilakukan yang kemudian tentu berdampak pada perekonomian. Kejadian seperti melonjaknya kasus Covid-19 di India yang dampaknya turut merembet ke berbagai belahan dunia juga mesti diantisipasi," ucapnya. 

Sebelumnya, saat menyampaikan pidato pengantar dan keterangan pemerintah atas kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2022 di rapat paripurna DPR ke-18 masa persidangan V tahun 2020-2021, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengusulkan sejumlah kisaran indikator ekonomi makro untuk penyusunan RAPBN 2022. Pemerintah mengusulkan target pertumbuhan ekonomi 5,2-5,8 persen dengan tingkat inflasi 2,0-4,0 persen. Selain itu, diusulkan pula tingkat suku bunga SUN 10 Tahun 6,32-7,27 persen, nilai tukar Rupiah Rp13.900,00-Rp15.000,00 per dolar AS, harga minyak mentah Indonesia 55-65 dolar AS per barel, lifting minyak bumi 686-726 ribu barel per hari, dan lifting gas bumi 1.031-1.103 ribu barel setara minyak per hari.

Sebagaimana disampaikan Sri, pemerintah juga menegaskan bahwa penanganan Covid-19 tidak lantas membuat upaya perbaikan fundamental perekonomian jadi terabaikan. Sri menyebut Indonesia memiliki sejumlah masalah struktural yang masih harus diatasi, yakni kualitas SDM, infrastruktur yang belum memadai, produktivitas rendah, serta birokrasi, institusi, dan regulasi yang tidak efisien, rumit, dan belum bebas dari korupsi. 

Terkait hal ini, Puan menyebut fundamental perekonomian memang harus dibenahi. Hanya, ia juga berharap agar program yang memberikan nilai tambah dan meningkatkan penghasilan bagi rakyat juga menjadi prioritas dalam jangka pendek. 

"Seluruh masalah struktural terkait SDM, produktivitas, hingga birokrasi memang mesti dibenahi. Namun, program-program yang dapat meningkatkan nilai tambah ekonomi dan penghasilan bagi rakyat secara langsung dan cepat juga harus diprioritaskan oleh pemerintah," kata perempuan pertama yang menjabat Ketua DPR RI tersebut. 

"DPR mendorong pemerintah untuk tetap memprioritaskan program pemulihan sosial dan ekonomi sebagai prioritas. Selain itu, belanja pemerintah juga harus lebih efektif dan belanja non-prioritas mesti dipertajam. Tentu saja defisit dan utang harus dikendalikan dengan baik agar kapasitas fiskal APBN di masa yang akan datang masih memiliki ruang," katanya.

Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI