Pegawai KPK Lengkapi Bukti Sebanyak Lebih Dari 2.000 Halaman Ke Mahkamah Konstitusi

| Jumat, 11 Juni 2021 | 06.40 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi hari ini mendatangi Mahkamah Konstitusi untuk melengkapi bukti permohonan pengujian konstitusional. Para pegawai menyerahkan 31 bukti yang terdiri dari lebih dari 2.000 halaman. Bukti-bukti tersedbut terdiri dari berbagai undang-undang, aturan, hingga email pegawai. 


Bukti-bukti ini diserahkan oleh Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Antikorupsi, Hotman Tambunan, dan Spesialis Muda Direktorat Pembinaan dan Peran Serta Masyarakat, Benydictus Siumlala Martin Sumarno. 

“Kami memohon dan berharap Mahkamah Konstitusi dapat memutuskan permohonan ini sebelum November 2021, mengingat pasal yang kami mohonkan adalah pasal peralihan yang hanya berlaku sekali ,” ujar Hotman usai menyerahkan bukti di Mahkamah Konstitusi, Kamis, 10 Juni 2021.

Sehingga, kata Hotman, putusan MK tersebut dapat dimanfaatkan, berguna, dan tidak sia-sia. 

Permohonan kepada Mahkamah Konstitusi telah diserahkan pada 2 Juni 2021. Sebanyak sembilan pegawai mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi terkait pengujian konstitusionalitas terhadap Pasal 68 B ayat (1) dan Pasal 69C UU No. 19/2019. Hal tersebut sebaagai upaya untuk memperkuat putusan Mahkamah Konstitusi pada perkara Putusan Nomor 70/PUU-XVII/2019 yang secara tegas menjamin hak pegawai KPK yang tidak boleh berubah karena adanya peralihan pegawai KPK. 

Sembilan pegawai tersebut adalah Hotman Tambunan, March Falentino, Rasamala Aritonang, Novariza, Andre Dedy Nainggolan, Lakso Anindito, Faisal, Benydictus Siumlala M.S. dan Tri Artining Putri. Para pegawai ini merepresentasikan berbagai direktorat dan biro yang ada di Komisi Pemberantasan Korupsi.

Hotman Tambunan sebagai Juru Bicara Pemohon, menyampaikan bahwa penafsiran secara inkonstitusional terhadap Pasal 68 B ayat (1) dan Pasal 69C UU No. 19/2019 dengan menjadikan digunakannya hasil penilaian dari TWK sebagai dasar untuk menentukan seseorang diangkat atau tidak diangkat menjadi ASN, merupakan tindakan yang menyebabkan tidak terpenuhinya jaminan konstitusi terhadap perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja sebagaimana Pasal 28 (D) ayat (2) UUD 1945 serta berbagai konvensi internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia.

Selain itu, Hotman juga menekankan bahwa TWK tidak dapat dilepaskan dari konteks upaya untuk memukul mundur amanah gerakan reformasi yang mengamanahkan lembaga anti korupsi yang tidak dapat diintervensi.

Dalam permohonannya para pemohon juga menyatakan agar MK memutus putusan sela untuk dapat menghindari kerugian yang lebih besar bagi para pemohon karena masa adanya rencana pemberhentian pegawai yang TMS paling lambat akhir Oktober 2021.
Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI