Mempertanyakan Kinerja OJK Dalam Mengawasi Lembaga Keuangan

| Selasa, 09 November 2021 | 07.44 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Kasus-kasus hilang atau lenyapnya dana nasabah di berbagai bank umum swasta dan pemerintah telah marak terjadi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Tidak sedikit publik mempertanyakan hakikat dari keabsahan kerahasian data dan informasi perbankan serta modal kepercayaan yang dititipkan oleh nasabah pada lembaga perbankan ini. 


Jika kejahatan perbankan ini tidak segera diantisipasi dengan cepat dan tanggap oleh lembaga yang berwenang seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia, maka manfaat bank sebagai lembaga tempat penyimpanan dana akan menjadi tidak terjamin lagi.

Bank merupakan lembaga keuangan yang pada umumnya didirikan dengan pemberian kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang dan menerbitkan banknote. 

Definisi bank menurut UU Perbankan yaitu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan kemudian menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau lainnya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak. 

Sebaliknya juga, tidak sedikit kasus yang menimpa masyarakat atau nasabah yang justru merugikan dan menurunkan taraf hidup masyarakat serta membawa bangsa dan negara menghadapi krisis keuangan.

Bank berasal dari bahasa Italia Banca yang berarti bangku. Nama ini didapatkan karena para bankir di Florence pada zaman Renaissance banyak melakukan transaksi dengan cara duduk di belakang meja penukaran uang. Pada saat itu posisi mereka berbeda dengan kebanyakan orang yang tidak dapat duduk sambil bekerja. 

Perubahan besar telah terjadi pada industri perbankan selama beberapa tahun terakhir, menjadi lebih kompetitif karena deregulasi peraturan yang ada. Bank saat ini lebih memiliki fleksibilitas pada layanan yang ditawarkan, pemilihan lokasi operasional dan tarif yang mereka bayarkan untuk simpanan dalam bentuk tabungan dan deposito.

Modal Utama: Kepercayaan (Trust)

Pendirian bank pertama kali berbentuk seperti firma pada umumnya di tahun 1690, ketika kerajaan Inggris ingin merencanakan pembangunan kembali armada lautnya agar dapat bersaing dengan armada laut Perancis. Saat itu pemerintahan Inggris tidak mampu mendanainya. 

Kemudian gagasan dari William Patterson direalisasikan oleh Charles Montagu untuk membentu sebuah lembaga intermediasi keuangan (financial intermediary institution) yang akhirnya dapat membantu memenuhi kebutuhan pendanaan tersebut dalam waktu hanya 12 hari. Pada saat itu sebelum Inggris ada beberapa bank yang sudah terkenal di Eropa seperti Bank of Venesia pada 1171, Bank of Genoa dan Bank of Barcelona pada 1320.

Sejarah terbentuknya bank dimulai pada zaman kerajaan lampau di Eropa, dan berkembang ke Asia Barat dibawa oleh para pedagang, juga Afrika dan Amerika yang terjadi pada saat bangsa Eropa melakukan penjajahan kepada negara – negara di ketiga benua ini. 

Dapat ditelusuri dalam sejarah terbentuknya bank dimulai dari kegiatan penukaran uang sehingga bank dapat diartikan sebagai ‘meja tempat penukaran uang’. Pada masa kerajaan, proses penukaran uang dilakukan antara kerajaan yang satu dengan lainnya. Sekarang kegiatan ini dikenal dengan nama Pedagang Valuta Asing (Money Changer).

Kemudian kegiatan perbankan kembali berkembang menjadi tempat penitipan uang atau kegiatan simpanan uang, peminjaman uang, dimana uang yang disimpan masyarakat dipinjamkan kembali kepada masyarakat lain yang membutuhkan oleh perbankan. 

Berdasarkan sejarah terbentuknya, fungsi bank secara khusus terdiri dari tiga aspek yaitu:

Pertama, yaitu agen atau lembaga kepercayaan (Agent of Trust) merupakan fungsi utama yang dimiliki oleh bank sebagai perantara keuangan (financial intermediary), yaitu lembaga kepercayaan dengan menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki kelebihan dana yaitu penyimpan dana atau kreditur, dan menyalurkannya pada pihak yang membutuhkan dana (debitur) tersebut. Fungsi ini akan berjalan lancar bila ada kepercayaan atau trust. 

Yang kedua adalah fungsi agen pembangunan (Agent of Development), dalam kegiatan perekonomian masyarakat tidak dapat dipisahkan dari sektor moneter dan sektor riil yang saling berinteraksi dan mempengaruhi antara satu dengan lainnya. Dalam hal ini, fungsi bank sebagai penghimpun dan penyalur dana diperlukan untuk kelancaran kegiatan pembangunan perekonomian masyarakat seperti kegiatan produksi, investasi, distribusi dan juga konsumsi barang serta jasa. 

Yang ketiga merupakan agen jasa atau pelayanan (Agent of Services), yaitu fungsi bank yang menawarkan berbagai macam jasa selain mengumpulkan dan menyalurkan dana, juga memberikan penawaran berbagai jasa perbankan lain kepada masyarakat seperti transfer uang, inkaso, perjanjian pinjaman (letter of credit), anjungan tunai mandiri (automated teller machine), pasar uang (money market) dan lain sebagainya yang hubungannya erat dengan kelancaran kegiatan perekonomian masyarakat secara umum.

Perubahan dalam teknologi dan informasi dalam urusan transaksi jasa perbankan (electronic financial intermediary revolution) yang tumbuh dan berkembang sejak abad ke-20 telah memungkinkan terjadi kemudahan dan kecepatan dalam pelayanan di satu sisi. Namun, disisi yang lain, berbagai kasus kejahatan perbankan yang menimpa nasabah akan memperburuk citra bank sebagai lembaga terpercaya. 

Kasus hilang secara tiba-tibanya (penilapan) tabungan nasabah mulai marak terjadi, baik dalam jumlah puluhan juta sampai miliaran rupiah sejak 3 tahun terakhir, dan pada Tahun 2020 ini lebih dari 10 kasus dengan berbagai kejanggalan dan alasan yang mengemuka dari pihak bank. Kejanggalan ini tentu akan membentuk persepsi pada masyarakat (publik) sebagai nasabah, bahwa lembaga perbankan telah menjadi sumber utama kejahatan keuangan dan perbankan (banking criminal)

Kasus mutakhir yaitu hilangnya uang senilai Rp22 Miliar milik atlet e-sport, Winda D Lunardi alias Winda Earl dan ibunya, Floletta Lizzy Wiguna selaku nasabah PT Bank Maybank Indonesia Tbk (Maybank Indonesia) pada bulan Nopember menjadi sorotan masyarakat. Publik pun merasa khawatir akan keamanan uang tabungan yang di simpan pada bank-bank lain, apalagi adanya indkasi keterlibatan pihak di dalam bank (internal). 

Hilangnya dana itu, tentu tidak dapat serta merta ditimpakan pada nasabah bersangkutan yang menyimpan uang di bank dengan adanya jaminan rasa aman. Tugas pokok dan fungsi pengawasan lembaga keuangan dan perbankan yang menjadi kewenangan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi pertanyaan publik atas efektifitas rasa aman dan perlindungan dana yang disimpan nasabah. 

Apalagi, nasabah bersangkutan tidak diberitahu mengenai arah bisnis bank beserta prosedur yang berlaku di tiap-tiap bank sehingga terjadinya pengalihan dana kepada pihak lain.

Sebelum kasus Winda dengan Maybank tersebut, telah terjadi pula kasus hampir serupa menimpa wartawan senior Ilham Bintang yang menjadi korban komplotan pembobol dana nasabah dengan kerugian senilai Rp300 Juta pada tanggal 16 Januari 2020. 

Pembobolan rekening itu berawal dari bocornya data SLIK milik Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dalam kasus ini oknum karyawan di Bank Perkreditan Rakyat Bintara Pratama Sejahtera, menjual data tersebut kepada pihak lain untuk melakukan kejahatan. 

Pemerintah harus memberikan perhatian serius atas kinerja OJK, terutama perlindungan dan keamanan atas dana nasabah yang disimpan pada berbagai bank dan lembaga keuangan lainnya. Kasus-kasus kejahatan perbankan terdahulu yang juga dilakukan oleh bank-bank pemerintah, seperti BRI yang nasabahnya di Ambon kehilangan Rp200 Juta pada bulan Juni 2020, BNI dengan nasabah yang kehilangan uang sejumlah Rp13 Juta, dan Mandiri di Gresik nasabahnya kehilagan sejumlah Rp18,7 Juta pada bulan Maret 2020, akan membuat eskalasi hilangnya modal utama lembaga perbankan dan keuangan, yaitu KEPERCAYAAN (TRUST) serta merugikan kepentingan nasional dalam melaksanakan pembangunan ekonomi.

Oleh: Defiyan Cori

Ekonom Konstitusi


Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI