Masyarakat Harus Diedukasi Masif Cara Mencegah Antraks

| Selasa, 11 Juli 2023 | 08.47 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo menilai, kasus penyakit menular antraks yang saat ini mewabah di Kabupaten Gunung Kidul, Yogjakarta adalah bukti bahwa masyarakat belum memahami sepenuhnya ikhwal antraks itu.

 
“Saya kira, kejadian di Gunung Kidul ini menunjukkan kepada kita bahwa masyarakat belum teredukasi dengan baik ikhwal penyakit menular ini. Masyarakat mungkin sudah sering mendengar ada penyakit yang disebut antraks tapi mereka belum memahami betul bagaimana proses penularannya,” kata Handoyo, sapaan akrabnya, dalam keterangan tertulisnya.
 
Handoyo berpendapat kejadian di Gunung Kidul saat ini harus dijadikan momentum untuk mensosialisasikan kembali bahaya antraks kepada masyarakat. “Masyarakat harus diedukasi secara masif bagaimana cara mencegah munculnya antraxs. Masyarakat harus tahu bagaimana proses penularannya dan bagaimana cara pengobatannya jika sudah terjangkit,” katanya.
 
Lebih lanjut, masyarakat harus memahami bahwa spora antraks—yang menulari penyakit berbahaya ini—bisa hidup berpuluh-puluh tahun di tanah. Spora ini bisa menyebar ke hewan ternak seperti sapi, kambing, domba, atau hewan herbivora lainnya.
 
“Antraks bisa muncul kapan saja. Apalagi, disebut-sebut spora antraxs bisa hidup berpuluh-puluh tahun. Tapi antraks tentu saja bisa dihindari, caranya dengan pola hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan yang dimasak dengan matang,” katanya.
 
Politisi dari Fraksi PDI-Perjuangan ini menambahkan, masyarakat juga harus diajari agar ternak yang mati tidak serta merta dikubur. Kalau terbukti antraks seyogianya dibakar atau dikubur sedalam-dalam di tanah. “Spora antraks itu bisa hidup berpuluh-puluh bahkan ratusan tahun. Spora itu bisa menjangkiti hewan dan hewan yang sakit tersebut bisa menjangkiti manusia,”katanya.
 
Bercermin dari kasus di Gunung Kidul, Handoyo mengatakan, hal yang sangat penting adalah larangan memakan bangkai hewan yang berpenyakit. “Harus ada larangan keras, agar warga tidak memakan bangkai hewan berpenyakit. Kita kan tidak tahu apakah hewan sakit itu Antraks, Rabies atau penyakit kuku. Kalau sudah sakit yang dibakar atau dikubur saja,” katanya.
 
Dikatakan Handoyo, meskipun wabah antraks saat ini merebak di Gunung Kidul, masyarakat tidak harus panik, melainkan harus waspada dan lebih peduli. “Sekali lagi, masyarakat harus paham apa itu Antraks, apa itu rabies dan penyakit menular lainnya. Kalau sudah paham, tentu penyakit berbahaya tersebut bisa dihindari,”katanya.
 
Lebih jauh, Handoyo mendorong pemerintah pusat untuk berkolaboras dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian dan Ditjen Peternakan untuk mendesain cara mencegah penyakit menular yang diakibatkan dari hewan ke manusia. "Kolaborasi ini juga harus memberikan informasi yang masif ke masyarakat, sehingga bisa meminimalisasi kejadian yang tidak diharapkan. Sukses sosialisasi ini ada di pemerintah daerah dan dinas,” katanya.
 
Seperti diketahui, kasus antraks kembali merebak di Gunungkidul, Yogyakarta. Dikabarkan, penyakit menular tersebut bermula karena warga makan sapi yang sebelumnya sudah dikubur. Sebanyak tiga warga di Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi DI Yogyakarta itu dinyatakan meninggal dan 93 pasien dinyatakan positif antraks.
Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI