Bernasindonesia.com - Majelis Pemeriksa Bawaslu memutuskan terlapor KPU RI melakukan pelanggaran administrasi pemilu dalam perkara Nomor REG 010/LP/ADM.PL/BWSL/00.00/XI/2023. Dalam putusannya, Majelis Pemeriksa menyatakan KPU melanggar ketentuan Pasal 460 ayat (1) UU 7/2017 tentang Pemilu.
"Menyatakan terlapor (KPU RI) terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran administrasi pemilu," cetus Ketua Majelis Pemeriksa Puadi di Ruang Sidang Bawaslu, Jakarta, Rabu (29/11/2023).
Dalam pertimbangannya, Majelis Pemeriksa Bawaslu menyatakan, tindakan KPU RI yang tidak menindaklanjuti Putusan Mahkamah Agung Nomor 24 P/HUM/2023 dalam melaksanakan proses pencalonan Anggota DPR merupakan pelanggaran administrasi pemilu.
Adapun amar Putusan MA menyatakan Pasal 8 ayat (2) PKPU 10/2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota bertentangan dengan UU 7/2017 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "Dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap daerah pemilihan menghasilkan angka pecahan, dilakukan pembulatan ke atas", sehingga Pasal a quo selengkapnya berbunyi "Dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan, dilakukan pembulatan ke atas". Melalui putusan tersebut, MA juga memerintahkan KPU untuk mencabut Pasal 8 ayat (2) PKPU 10/2023.
Majelis Pemeriksa Bawaslu menimbang terdapat fakta KPU RI meminta fatwa ke MA yang kemudian diterbitkan surat Wakil Ketua MA Bidang Yudisial No. 58/WKMA.Y/SB/XI/2023 tanggal 23 Oktober 2023. Surat itu berisi pelaksanaan putusan hak uji materi MA, dilaksanakan KPU RI sendiri dan terkait akan dilaksanakan pada Pemilu 2024 atau pemilu selanjutnya bukan ranah MA lagi, namun wewenang KPU.
"Terhadap surat Wakil Ketua MA, terlapor (KPU) seharusnya segera menentukan sikap terkait dengan waktu pelaksanaan Putusan MA No.24P/HUM/2023 apakah dilaksanakan pada Pemilu 2024 atau pemilu selanjutnya. Ketidakjelasan sikap terlapor (KPU) pada akhirnya menimbulkan ketidakpastian hukum," ucap Anggota Majelis Herwyn JH Malonda.
Majelis Pemeriksa Bawaslu menilai KPU mengabaikan Putusan MA tersebut dengan melaksanakan tahapan berikutnya dengan tetap berpedoman pada norma Pasal 8 ayat (2) PKPU 10/2023 sebelum adanya putusan MA.
"Memerintahkan KPU RI untuk melakukan perbaikan administrasi terhadap tata cara, prosedur dan mekanisme pada tahapan pencalongan anggota DPR dengan menindaklanjuti putusan MA No.24 P/HUM/2023 dan surat Wakil Ketua MA Bidang Yudisial No. 58/WKMA.Y/SB/XI/2023 tanggal 23 Oktober 2023," ucap Puadi sembari mengetuk palu sidang.
Sidang pembacaan putusan ini dipimpin oleh empat Majelis Pemeriksa Bawaslu; Puadi, Totok Hariyono, Lolly Suhenty, dan Herwyn JH Malonda. Perkara ini diajukan oleh 12 pelapor diantaranya Hadar Nafis Gumay, Wirdyaningsih, Wahidah Suaib, Mikewati Vera Tangkar.
Pelapor mendalilkan penetapan Daftar Calon Tetap (DCT) DPR yang dilakukan KPU RI tidak memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen di setiap daerah pemilihan Anggota DPR. Hal ini, menurut pelapor tidak sesuai tata cara, prosedur, dan mekanisme yang telah diatur dalam Pasal 245 UU 7/2017 jo. Pasal 8 ayat (1) huruf c PKPU 10/2023 jo. Putusan MA No.24/P/HUM/2023.