Bernasindonesia.com - Perekonomian Indonesia menunjukkan kestabilan dan keberlanjutan di saat peringatan 79 tahun kemerdekaan.
Presiden dalam pidato kenegaraan maupun pidato pengantar RAPBN dan Nota Keuangan 2025, menyatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berada di atas level 5%, setelah dihantam pandemi Covid-19, menujukan ketangguhan Indonesia dibanding negara-negara lain di dunia.
Di saat yang sama, Indonesia mampu memangkas kemiskinan ekstrem dari 6,1% populasi pada tahun 2014, menjadi tinggal 0,8% pada 2024.
Menurut Staf Khusus Presiden, Arif Budimanta, kemampuan Indonesia dalam menggenjot laju pertumbuhan, berbarengan dengan adanya pemangkasan kemiskinan ekstrem, membuktikan bahwa pembangunan nasional berjalan dengan inklusif.
“Pembangunan nasional selama hampir 10 tahun ini jelas dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. Ini yang kita cita-citakan bersama," ujar Arif.
Arif menjelaskan, penghapusan kemiskinan ekstrem merupakan prioritas Pemerintah , sejak rapat terbatas pada 4 Maret 2020. Presiden menginstruksikan seluruh Kementerian/Lembaga bekerja bersama mengatasi persoalan tersebut. Upaya itu semakin efektif setelah terbitnya Instruksi Presiden No. 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem.
Inpres itu ditindaklanjuti sejumlah program pelaksanaan, termasuk dibentuknya Pelaksana Satuan Tugas Konvergensi Program, pengelolaan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE), hingga terbitnya Instruksi Mendagri dalam proses pengawasan kinerja Kepala Daerah terkait percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem.
Upaya gotong royong itu membuahkan hasil.
Konvergensi program pemerintah pusat, pemda, BUMN, dan swasta mendorong kesuksesan kinerja percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem. Konvergensi program dilakukan di dalam ketiga strategi penghapusan kemiskinan ekstrem yakni pengurangan beban pengeluaran masyarakat, peningkatan pendapatan, dan pengurangan kantong-kantong kemiskinan.
“Alhasil, angka kemiskinan ekstrem dapat diturunkan secara akseleratif selama 10 tahun ini”. ujar Arif.
Arif juga menegaskan, prestasi Indonesia ini juga membuktikan bahwa Pemerintah Republik Indonesia telah memenuhi komitmen global dalam Sustainable Development Goals (SDGs), yang menargetkan penghapusan kemiskinan ekstrem pada 2030. Bahkan, Indonesia bisa bekerja enam tahun lebih cepat dari target yang ditetapkan.
Menurut Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi ini, pemerintahan mengarahkan pembangunan bisa menyentuh seluruh lapisan masyarakat dan menempatkan rakyat sebagai penggerak sekaligus pusat pembangunan.
"Kita serius ketika membangun Indonesia dari pinggir, dari desa, dengan semangat Indonesia sentris," kata Arif.
Buktinya, tingkat pertumbuhan di wilayah Indonesia Timur seperti Papua dan Maluku bisa melebihi pertumbuhan nasional. Selain itu, indikator pembangunan yang terkait langsung dengan hajat hidup rakyat banyak juga memperlihatkan kinerja yang baik. Tingkat pengangguran terbuka juga berkurang dari 5,7% (2014) menjadi 4,8% (2024).
"Inflasi relatif terkendali di kisaran 2-3%, ketika banyak negara mengalami lonjakan inflasi pasca Covid-19," tambah Arif.
Terbangun pula 366 ribu kilometer jalan desa serta 1,9 juta meter jembatan desa yang sangat mendukung kehidupan perekonomian perdesaan. Pemerintah membangun 2.700 kilometer jalan tol baru, 6.000 kilometer jalan nasional, 50 pelabuhan dan bandara baru, 43 bendungan, dan 1,1 juta hektare jaringan irigasi baru. Tidak cuma urusan infrastruktur, pemerintah juga melakukan perlindungan bagi masyarakat lemah melalui anggaran Rp 361 triliun per tahun untuk Kartu Indonesia Sehat bagi 92 juta peserta Jaminan Kesehatan Nasional.
Lalu, ada Rp113 triliun anggaran Kartu Indonesia Pintar yang telah digunakan untuk biaya pendidikan lebih dari 20 juta siswa per tahun, mulai SD sampai SMA/SMK di seluruh Indonesia. Selain itu sebanyak Rp225 triliun anggaran Program Keluarga Harapan telah dimanfaatkan untuk meningkatkan ekonomi sekitar 10 juta keluarga kurang mampu per tahun.