Kenapa RK Rontok di Jakarta?

| Jumat, 29 November 2024 | 03.48 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Siang sudah mulai bergulir sore. Itu tanggal 27 November 2024. Hari pilkada serentak berlangsung. 


Gang-gang di Jakarta masih riuh. Suara melalui pengeras masih bersahut-sahutan. Menghitung suara. 

Tepuk sorai pendukung masing-masing calon berganti-gantian. Ketika calon gubernur dan wakil gubernurnya disebut. 

Artinya ada tambahan suara lagi. Bagi pasangan calonnya itu. Cerialah para pendukungnya. 

TPS (Tempat Pemungutan Suara) di Jakarta memang banyak di gang-gang. Maupun jalan-jalan kecil. 

Arus lalu lintas ditutup. Mobil, motor, tidak bisa masuk. 

Keriuhan penghitungan suara itu belum juga berlalu. Ketika group-group Whatsapp sudah ramai. 

Beredar prediksi keunggulan kandidat masing-masing daerah. Termasuk daerah-daerah popular. Seperti Jakarta. 

Peraturan memperbolehkan hasil Quick Count diumumkan setelah pukul 15.00 WIB. Setelah batas ini, informasi dari lembaga-lembaga survei bertebaran. Menyajikan angka-angka secara relatif detail.

Jakarta mengejutkan. Walau tidak jauh dari prediksi lembaga-lembara survei. Ridwal Kamil-Suswono bukan saja tertinggal perolehan suaranya. 

Pramono Anung-Rano Karno memimpin. Berada pada ambang antara kemenangan satu putaran atau pilkada dua putaran.  

Ridwan Kamil didukung mayoritas partai. Juga didukung presiden dan mantan Presiden Joko Widodo. 

Sementara Pramono Anung-Rano Karno didukung PDIP. Juga dua mantan Gubernur DKI. Ahok dan Anies Baswedan.

Hasil Quick Count menjawab polemik beberapa hari sebelumnya. Terkait perbedaan signifikan hasil survei. 

Kini menjadi terbuka. Lembaga survei mana yang pemetaannya relatif akurat.

Lembaga-lembaga survei telah merekam penyebab kecenderungan naiknya suara Pramono Anung-Rano Karno. Sejak beberapa hari sebelumnya.  

Pertama, bergabungnya dukungan dua mantan gubernur DKJ yang dahulu berseteru. Sebagai figur dengan dukungan massa terbesar di DKJ. Pedukungnya berhasil digiring membela Pramono-Rano Karno. 

Pada titik ini terjadi sejumlah anomali. Khususnya ketika pendukung Anies Baswedan yang cenderung puritan. Berhasil digiring mendukung calon dari partai sekuler liberal. Mendukung petugas partai yang dahulu dimusuhinya. 

Kedua, tidak solidnya dukungan warga PKS terhadap RK-Suswono. Keimanan politiknya ternyata rentan. 

Lebih memperturutkan emosi dampak kekalahannya pada pilpres. Dengan memilih calon berlatar sekuler-liberal. Mengabaikan calon yang diusungnya sendiri. 

Selain temuan lembaga-lembaga survei itu ada faktor ketiga. Ialah progresivitas pergerakan team pemenangan Pramono-Rano Karno. Sejak jauh hari konsolidasi pada tingkat grasroot dengan menebar sejumlah bantuan. Sembako. 
 
Terlepas tiga faktor di atas. Terdapat sejumlah kelemahan pada pihak RK-Suswono. 

Pertama, RK tidak secara kuat dan konsisten membranding dirinya sebagai teknokrat. Sebagai problem solver bagi Jakarta. Untuk keluar sebagai kota global. 

Padahal pada titik ini terdapat alasan kenapa Ridwan Kamil “dipanggil” melakukan kontestasi di Jakarta. 

Pada sisi kompetensi teknokrasi, Ridwan Kamil memiliki keunggulan. Dibanding kandidat-kandidat lain. 

Ketika tidak secara kuat menampilkan citra dirinya sebagi teknokrat problem solver Jakarta. Citra kualitasnya setara dengan kandidat-kandidat lain.  

Kedua, RK terlarut pada isu yang sebenarnya menjadi langgam atau _milieu_ calon wakil gubernur. Kultur PKS. 

Seperti kasus isu janda yang pada akhirnya menjadi polemik. Itu bukan domain RK. Melainkan domain PKS. 

Ketiga, kurang penetratif merangkul kaum pluralis. Simpul-simpul paguyuban etnis: komunitas Sunda-Jawa. 

Seperti paguyuban tukang sayur. Penjual bakso. Penjual buah keliling. 

Termasuk seharusnya membuat pendekatan lebih meyakinkan dalam merangkul Jackmania. 

Ridwan Kamil dibuat lawannya tidak bisa berkutik atas posisi dilematisnya. Sebagai mantan pembina Vicking. Bobotoh Persib Bandung. Seteru dari Jackmania.  

Keempat, ekspose dukungan FPI. Eksistensi organisasi ini sedang sunset. Didera polemik nasab Habaib dan ditinggalkan pendukungnya. 

Ketika para Habaib diketahui tidak tersambung nasab kepada Rasulullah Muhammad Saw. Ikatan loyalitas pendukung Habaib terurai. 

Kelima, kurang merangkul para _opinion maker_ dan simpul-simpul _vote getter_ di luar PKS. 

Sosok calon gubernur Ridwan Kamil kemudian berhasil dicitrakan sebagai satu karakter dengan PKS maupun FPI. Eksistensinya kurang memberi tempat bagi kaum pluralis. 

Itulah kenapa dukungan terhadap Ridwan Kamil kurang berkembang. Tentu tidak menutup adanya penyebab lain. 

Oleh: Abdul Rohman Sukardi


Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI