Terpuruknya ISIS Disambut Bangkitnya Al-Jama'ah Al-Islamiyyah

| Kamis, 04 Juli 2019 | 01.38 WIB

Bagikan:
Bernasindonesia.com - Setelah sempat beberapa tahun berkuasa di Irak dan Suriah, akhirnya ISIS harus menerima kekalahan Pasukan Demokratik Suriah (SDF).  Saat ini Anggota militan dan simpatisan ISIS laki-laki, termasuk yang berasal dari berbagai negara, menghadapi proses hukum oleh Otoritas Suriah. Sementara perempuan dan anak-anak menjadi pengungsi yang tersebar di kamp pengungsi di Al-Hawl, Ain Issa, Al-Roj, dan Newroz.

Indonesia termasuk negara yang sebagian kecil penduduknya bergabung dengan ISIS di Suriah. Data dari The Soufan Center pada Oktober 2017 menyatakan bahwa ada 600 WNI yang telah bergabung dengan ISIS di Irak dan Suriah, yang terdiri dari 113 wanita dan 100 anak-anak, sisanya adalah pria dewasa. Soufan Center menyebutkan bahwa sudah ada 50 orang kembali ke Indonesia dan 384 masih bertahan, sisanya tidak diketahui (Maret 2017).

BNPT memperkirakan pada 2017 ada 1.321 WNI bergabung dengan ISIS. Rinciannya adalah 594 orang terdeteksi berada di Suriah dan Irak, dengan 84 orang diantaranya dinyatakan tewas, 482 WNI dideportasi saat hendak memasuki Suriah, 62 orang kembali dari Suriah dan 63 orang digagalkan keberangkatannya dari bandara di Indonesia (Tempo, 23/6/2019).

Beberapa aksi teror di Indonesia yang diketahui dilakukan oleh kelompok atau individu yang berafiliasi dengan ISIS antara lain pada 2016  di Thamrin Jakarta, Medan, Surakarta, Tangerang, Samarinda . Kemudian terjadi pada 2017  di Kampung Melayu Jakarta, Masjid Falatehan Jakarta. Pada 2018 kelompok ISIS melakukan aksi teror di Yogyakarta, Mako Brimob, Tiga Gereja Surabaya, Mapolresta Surabaya dan Mapolda Riau. Pada tahun 2019 ini simpatisan ISIS melakukan aksi di Sibolga dan Sukoharjo.

Aksi-aksi teror yang dilakukan oleh kelompok pro ISIS di Indonesia cenderung lebih kecil dibandingkan yang dilakukan oleh kelompok Al-Jama’ah Al-Islamiyyah (JI) yang berafiliasi dengan Al Qaeda. Beberapa aksi teror dilakukan oleh JI di Indonesia mulai dari tahun 2000 seperti bom Kedubes Filipina, dan bom Malam Natal di beberapa kota besar di Indonesia.

Pada tahun 2001 aksi teror oleh JI diantaranya terjadi di Gereja Santa Anna, Gereja HKBP Cipinang dan Plasa Atrium. Pada tahun 2002 aksi teror dari JI terjadi di Sari Club Legian yang dikenal dengan Bom Bali I, kemudian disusul pada tahun 2005 di Jimbaran dan Kuta Square Bali dengan Bom Bali II. Pada tahun 2009 kelompok JI juga melakukan aksi teror di Ritz Carlton dan JW Marriot. Selain itu JI juga melakukan aksi teror dengan model bom buku pada tahun 2011.

Seolah siklus yang berputar, setelah sebelumnya era JI yang meredup pasca kalahnya Al Qaeda dan Osama Bin Laden, diganti dengan tumbuhnya ISIS, sekarang ketika ISIS mulai terkalahkan maka JI mulai bangkit. Fenomena ini tidak bisa dianggap remeh terutama bagi Indonesia.

Seorang peneliti terrorisme, Bruce Hoffman, menyebutkan terdapat 3.000 anggota Al Qaeda (JI) di Indonesia. Jumlah ini tentu menjadi catatan serius bagi pemerintah Indonesia mengingat anggota Al Qaeda mempunyai kemampuan tempur yang ditunjang pengalaman di medan peperangan Afganistan dan Filipina.

Selama ISIS eksis di Timur Tengah dan di Indonesia, kelompok JI cenderung menjadi sel tidur. Hal ini dapat terlihat dari aksi-aksi teror di Indonesia, yang terjadi pada saat ISIS berkuasa di Timur Tengah dan pengaruhnya menyebar di Indonesia, jarang yang dilakukan oleh anggota JI. Namun menjadi sel tidur bukan berarti tidak berbahaya, bukti-bukti yang ditemukan terkini justru JI melakukan konsilidasi organisasi bahkan hingga mempunyai unit bisnis seperti perkebunan kelapa sawit untuk menghidupi organisasinya. Selain itu secara diam-diam JI juga terlibat aktif dalam aksi-aksi unjuk rasa di Jakarta, meskipun tidak terang-terangan menunjukkan diri sebagai anggota JI.

Menggeliatnya kembali JI pada tahun ini sudah ditandai dengan tertangkapnya anggota JI di Gresik pada Mei 2019. Penangkapan tersebut tentu karena ada bukti permulaan yang cukup yang mengarah kepada terorisme. Selanjutnya yang cukup siginifikan adalah penangkapan tokoh penting JI di Indonesia yang sudah buron sejak 2003, Para Wijayanto. Tokoh JI tersebut merupakan aktor penting dalam aksi-aksi teror di Indonesia seperti Bom Bali yang korbannya cukup besar.

Penangkapan Para Wijayanto juga disertai dengan penangkapan beberapa anggota JI lainnya, yang ternyata sudah membangun kembali organisasi JI dengan cukup solid disertai unit bisnis. Keberadaan JI,  yang mempunyai tujuan untuk membentuk kekhalifahan di Indonesia, masih cukup kuat. JI  mampu berkonsilidasi dengan memanfaatkan momentum di saat pemerintah sedang menangani eksistensi kelompok ISIS.

Terpuruknya ISIS di Timur Tengah, dan terdesaknya kelompok-kelompok radikal di Indonesia yang berafiliasi dengan ISIS ternyata disambut dengan mulai bangkitnya kelompok JI. Fenomena ini menjadi petunjuk bahwa ancaman terorisme di Indonesia masih cukup kuat.

Oleh: Stanislaus Riyanta

Penulis adalah analis terorisme, mahasiswa Doktoral Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia.
Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI