Rangkul Semua Golongan, Golkar Harus Konsolidasi Bangun Kekuatan

| Senin, 05 Agustus 2019 | 00.19 WIB

Bagikan:
Bernasindonesia.com - Setelah melihat perolehan suara yang tidak terlalu menggembirakan dari Pemilu 2019 baru-baru ini, Partai Golkar harus melakukan konsolidasi membangun kembali kekuatan dengan merangkul semua golongan atau komunitas. Selain untuk kepentingan masa depan partai, akumulasi semua sumber kekuatan nasional itu diperlukan untuk membentengi Pancasila, dan merawat serta memperkokoh persatuan-kesatuan bangsa. 

Di masa lalu, Sekber Golkar berhasil mengakumulasi kekuatan yang bersumber dari ratusan organisasi, yang kemudian dikelompokan dalam tujuh Kelompok Induk Organisasi (KINO), antara lain Kosgoro, Soksi dan MKGR plus sejumlah organisasi kepemudaan dan keagamaan.

Catatan singkat tentang peran strategis Golkar di masa lalu ini perlu dikedepankan lagi agar semua unsur di dalam keluarga besar Golkar paham betapa bangsa dan negara sangat membutuhkan partai ini. Golkar adalah penjaga dan pengamal Pancasila serta UUD 1945. Golkar pun terbukti mampu menjalankan perannya sebagai perekat keberagaman bangsa. Golkar menjadi kekuatan politik yang tak terpisahkan dari eksistensi bangsa dan negara. Maka, karena panggilan sejarah pula, takdir itu harus diaktualisasikan lagi karena kehendak zaman. Termasuk menyatukan kembali berbagai kekuatan yang lama terserak itu menjadi satu kekuatan penuh, termasuk para purnawirawan dan keluarga TNI/Polri plus Satkar Ulama, MDI dan Al Hidaiyah yang selama ini jalan sendiri-sendiri.

Untuk era terkini, golongan dan kelompok dimaksud tentu saja ada di dalam generasi milenial. Karakter generasi milenial sudah banyak diulas. Jika Golkar ingin melakukan pendekatan kepada mereka, tentu saja pola pendekatannya berbeda dengan pola yang dulu digunakan oleh para perancang Sekber Golkar. Tantangannya bisa disebut sama, yakni menjaga dan mengamankan Pancasila serta UUD 1945, tetapi cara mengkomunikasikan dan cara merangkul mereka tentu harus disesuaikan gaya kehidupan masa kini.

Sebelum dan selama tahun politik 2019, bisa terbaca dengan cukup jelas aspirasi generasi milenial yang menginginkan kekuatan nasional menjaga dan mengamankan Pancasila, UUD 1945 dan keutuhan NKRI. Dari aspirasi itulah lahir tagar ‘Pancasila Harga Mati’ dan ‘NKRI Harga Mati’. Namun, aspirasi itu lebih sering disampaikan generasi milenial kepada TNI dan Polri, bukan kepada partai Politik, termasuk Golkar.

Dengan begitu, ada peluang bagi semua semua kekuatan nasionalis seperti Golkar untuk melakukan pendekatan, serta mengeksplorasi kekuatan generasi milenial sebagai simpatisan karena alasan kesamaan aspirasi.

Zaman terus berubah, sehingga muncul pula tuntutan untuk mengubah pola pendekatan kepada komunitas untuk menjadi simpatisan partai politik. Oleh para perancang Sekber Golkar dan pendiri partai, Golkar telah diwarisi strategi yang sangat efektif dalam mengakumulasi simpatisan. Strategi itu tak lain adalah merangkul semua golongan dan kelompok-kelompok kekuatan nasionalis. Untuk era terkini, golongan dan kelompok dimaksud tentu saja ada di dalam generasi milenial. Karakter generasi milenial sudah banyak diulas. Jika Golkar ingin melakukan pendekatan kepada mereka, tentu saja pola pendekatannya berbeda dengan pola yang dulu digunakan oleh para perancang Sekber Golkar. Tantangannya bisa disebut sama, yakni menjaga dan mengamankan Pancasila serta UUD 1945, tetapi cara mengkomunikasikan dan cara merangkul mereka tentu harus disesuaikan gaya kehidupan masa kini. Sudah saatnya Golkar melakukan Re-branding untuk menyesuaikan diri terhadap tantangan jaman. Agar dapat terus menerus melakukan akselelari dan modernisasi agar Partai Golkar melapaskan diri dari stigma ‘Partai Jadul’ menjadi Partai masa depan yang memberikan kebanggaan dan harapan bagi generasi milenial.

Tantangannya adalah kesungguhan untuk membangun komunikasi yang intens dengan mereka. Selain komunikasi yang intens, Golkar juga harus mau beradaptasi dengan pola hidup generasi milenial.  Pola lama dalam upaya merangkul konstituen atau simpatisan partai harus diubah, disesuaikan dengan perilaku dan budaya milenial. (Sy)
Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI