Bernasindonesia.com - Menteri Dalam Negeri RI, Jenderal Polisi Tito Karnavian,Kepala BNPB Letjen TNI Doni Monardo bersama Kepala BMKG, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc. P.hD siap teruskan dan perkuat sinergi untuk pengurangan risiko bencana gempabumi dan hidrometeorologi (bencana alam akibat faktor cuaca dan Iklim) di Wilayah Indonesia.
"BMKG bersama BNPB, Pemerintah Daerah, serta Kementerian/Lembaga terkait, perlu mempersiapkan langkah-langkah kongkrit untuk meningkatkan koordinasi dalam pencegahan ataupun pengurangan risiko akibat kejadian bencana alam, dan hal itulah yg mendorong BMKG untuk segera menginisiasi pertemuan koordinasi tersebut", ujar Dwikorita.
Dwikorita menjelaskan, saat ini sebagian besar wilayah Indonesia, mulai memasuki awal musim hujan. Puncak musim hujan diprakirakan terjadi bulan Januari-Februari 2020. Untuk itu, perlu segera ditingkatkan koordinasi dengan Pemerintah Daerah dan BPBD setempat, untuk membangun kewaspadaan semua pihak dan masyarakat, serta melakukan langkah-langkah kesiapsiagaan terhadap bencana alam hidrometeorologi.
Selain itu, sambung Dwikorita, BMKG saat ini sedang memasang 194 sensor pendeteksi gempabumi (seismograf), untuk merapatkan jaringan monitoring kegempaan, guna meningkatkan kecepatan dan akurasi informasi gempabumi serta peringatan dini tsunami. Oleh karena itu, peran Pemerintah Daerah sangat penting dalam ikut menjaga keamanan peralatan yg terpasang dari pencurian dan perusakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Hal ini penting untuk menjamin keberlanjutan operasional peralatan dan sistem monitoring gempabumi dan peringatan dini tsunami.
Upaya modernisasi teknologi dan peningkatan efektifitas Sistem Peringatan Dini yang sedang dilakukan saat ini akan sia-sia, tanpa disertai penguatan Sistem Kultur utk melompatkan kapasitas Pemerintah Daerah dan masyarakat di lokasi rawan, dalam memitigasi serta menyiapkan tindakan secara cepat dan tepat terhadap peringatan dini yg diberikan.
Dwikorita berharap bertambahnya seismograf yg terpasang perlu diimbangi dengan penguatan peran dan kapasitas Pemerintah Daerah dalam melakukan mitigasi dan penyebarluasan informasi Peringatan Dini Bencana, ataupun melakukan latihan rutin utk membangun kewaspadaan dan kesiapan masyarakat dalam mengurangi risiko ataupun menghadapi bencana hidrometeorologi, gempabumi dan tsunami, seperti yang telah dilakukan oleh beberapa Pemerintah Daerah beserta masyarakat di Provinsi Jateng, DI Yogyakarta, Jatim, Sumatera Barat, dan Bali.
"Perlu ditekankan edukasi masyarakat dan mitigasi, serta penguatan kapasitas Pemerintah Daerah melalui sinergi dengan berbagai Kementerian/Lembaga terkait, dengan melibatkan akademia/pakar, tokoh agama/tokoh masyarakat,
pihak swasta dan media ", ujar Dwikorita.
Selanjutnya Dwikorita menyampaikan pula diperlukan adanya payung hukum yang mengatur dan menjaga agar sinergi antar Kementerian/Lembaga dan pihak-pihak terkait dapat berjalan efektif saling menguatkan dan mendukung, serta lebih tersistem. Saat ini payung hukum tersebut masih dalam proses finalisasi.
Senada dengan Dwikorita, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengungkapkan perlu adanya koordinasi dan sinergisitas penanganan krisis terhadap kebencanaan, sehingga perlu dibangun Crisis Centre Nasional yang melibatkan Kementerian/Lembaga, aparat Polri, TNI, dan Pemerintah Daerah.
Lebih Lanjut, Tito pun mengatakan perlunya dilakukan koordinasi secara berkala, salah satunya melalui video conference untuk mengarahkan dan menguatkan Pemerintah Daerah sebagai langkah kesiapsiagaan menghadapi bencana.
"Perlu, lanjut Tito, kita harus merubah mindset bahwa masyarakat tidak lagi responsif, tetapi perlu langkah preventif dan proaktif sehingga tercipta masyarakat yang tanggap dan sadar akan bencana.
Kepala BNPB Doni Monardo menegaskan memang perlu sinergi yang menyeluruh sehingga dalam menanggulangi risiko harus ada sinergi dengan Pemerintah Daerah, terutama untuk pencegahan dan pengurangan risiko bencana.
"Perlu adanya peningkatan kapasitas SDM dalam hal ini masyarakat untuk sadar bencana, sehingga dampak resiko bencana dapat diminimalisir”, ujar Doni.
Pertemuan trilateral yang singkat ini diakhiri dengan pemberian plakat kepada Kepala BMKG dan Kepala BNPB, serta foto bersama. (BSI)
"BMKG bersama BNPB, Pemerintah Daerah, serta Kementerian/Lembaga terkait, perlu mempersiapkan langkah-langkah kongkrit untuk meningkatkan koordinasi dalam pencegahan ataupun pengurangan risiko akibat kejadian bencana alam, dan hal itulah yg mendorong BMKG untuk segera menginisiasi pertemuan koordinasi tersebut", ujar Dwikorita.
Dwikorita menjelaskan, saat ini sebagian besar wilayah Indonesia, mulai memasuki awal musim hujan. Puncak musim hujan diprakirakan terjadi bulan Januari-Februari 2020. Untuk itu, perlu segera ditingkatkan koordinasi dengan Pemerintah Daerah dan BPBD setempat, untuk membangun kewaspadaan semua pihak dan masyarakat, serta melakukan langkah-langkah kesiapsiagaan terhadap bencana alam hidrometeorologi.
Selain itu, sambung Dwikorita, BMKG saat ini sedang memasang 194 sensor pendeteksi gempabumi (seismograf), untuk merapatkan jaringan monitoring kegempaan, guna meningkatkan kecepatan dan akurasi informasi gempabumi serta peringatan dini tsunami. Oleh karena itu, peran Pemerintah Daerah sangat penting dalam ikut menjaga keamanan peralatan yg terpasang dari pencurian dan perusakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Hal ini penting untuk menjamin keberlanjutan operasional peralatan dan sistem monitoring gempabumi dan peringatan dini tsunami.
Upaya modernisasi teknologi dan peningkatan efektifitas Sistem Peringatan Dini yang sedang dilakukan saat ini akan sia-sia, tanpa disertai penguatan Sistem Kultur utk melompatkan kapasitas Pemerintah Daerah dan masyarakat di lokasi rawan, dalam memitigasi serta menyiapkan tindakan secara cepat dan tepat terhadap peringatan dini yg diberikan.
Dwikorita berharap bertambahnya seismograf yg terpasang perlu diimbangi dengan penguatan peran dan kapasitas Pemerintah Daerah dalam melakukan mitigasi dan penyebarluasan informasi Peringatan Dini Bencana, ataupun melakukan latihan rutin utk membangun kewaspadaan dan kesiapan masyarakat dalam mengurangi risiko ataupun menghadapi bencana hidrometeorologi, gempabumi dan tsunami, seperti yang telah dilakukan oleh beberapa Pemerintah Daerah beserta masyarakat di Provinsi Jateng, DI Yogyakarta, Jatim, Sumatera Barat, dan Bali.
"Perlu ditekankan edukasi masyarakat dan mitigasi, serta penguatan kapasitas Pemerintah Daerah melalui sinergi dengan berbagai Kementerian/Lembaga terkait, dengan melibatkan akademia/pakar, tokoh agama/tokoh masyarakat,
pihak swasta dan media ", ujar Dwikorita.
Selanjutnya Dwikorita menyampaikan pula diperlukan adanya payung hukum yang mengatur dan menjaga agar sinergi antar Kementerian/Lembaga dan pihak-pihak terkait dapat berjalan efektif saling menguatkan dan mendukung, serta lebih tersistem. Saat ini payung hukum tersebut masih dalam proses finalisasi.
Senada dengan Dwikorita, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengungkapkan perlu adanya koordinasi dan sinergisitas penanganan krisis terhadap kebencanaan, sehingga perlu dibangun Crisis Centre Nasional yang melibatkan Kementerian/Lembaga, aparat Polri, TNI, dan Pemerintah Daerah.
Lebih Lanjut, Tito pun mengatakan perlunya dilakukan koordinasi secara berkala, salah satunya melalui video conference untuk mengarahkan dan menguatkan Pemerintah Daerah sebagai langkah kesiapsiagaan menghadapi bencana.
"Perlu, lanjut Tito, kita harus merubah mindset bahwa masyarakat tidak lagi responsif, tetapi perlu langkah preventif dan proaktif sehingga tercipta masyarakat yang tanggap dan sadar akan bencana.
Kepala BNPB Doni Monardo menegaskan memang perlu sinergi yang menyeluruh sehingga dalam menanggulangi risiko harus ada sinergi dengan Pemerintah Daerah, terutama untuk pencegahan dan pengurangan risiko bencana.
"Perlu adanya peningkatan kapasitas SDM dalam hal ini masyarakat untuk sadar bencana, sehingga dampak resiko bencana dapat diminimalisir”, ujar Doni.
Pertemuan trilateral yang singkat ini diakhiri dengan pemberian plakat kepada Kepala BMKG dan Kepala BNPB, serta foto bersama. (BSI)