Anies Baswedan dan Khabib Nurmagomedov

| Selasa, 10 November 2020 | 13.09 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Siapa yang tak kenal Khabib Nurmagomedov. Petarung UFC asal Sildi Dagentan Rusia ini tak terkalahkan. 29 kali pertarungan, semuanya dilalui dengan kemenangan. Terakhir, ia mengalahkan Justin Goethje dengan kuncian kaki yang membuat petarung asal Amerika itu pingsan.


Dunia menyayangkan, karena Khabib memutuskan untuk pensiun dini. Petarung yang lahir 20 september 1988 ini mengumumkan undur diri setelah pertarungan terakhirnya melawan Justin Goethje. Octagon dan para penggemar tarung bebas kehilangan gairah. 


Habib mundur, karena itu permintaan ibunya. Begitu pengakunnya. Setelah ayah Khabib yang selama ini jadi pelatihnya meninggal karena Covid-19, sang ibu minta Habib berhenti. Jangan bertarung tanpa ayahmu nak, begitu pesannya. Habib berjanji ke ibunya bahwa pertarungan melawan Justin Goethje itu yang terakhir. Dan Khabib memenuhi janjinya. 


Banyak tokoh sukses karena bimbingan dan ketaatan pada fatwa ibunya. Salah satunya adalah Anies Baswedan, Gubernur DKI. Suatu hari Anies diundang untuk shalat subuh di masjid di bilangan Jakarta Pusat. Sesuai rencana, usai shalat subuh sang tokoh bicara ke Anies. "Nis, kamu maju lawan Ahok ya"? Kata tokoh itu menawarkan. Sepertinya hanya kamu yang bisa kalahkan Ahok. Anies kaget. Gak pernah terpikirkan oleh Anies kalau ia akan maju di pilgub DKI. Dia jawab dengan tenang, dan memang pembawaan mantan mendikbud ini selalu tenang: "saya harus bicara ke ibu dulu". 


Lewat beberapa hari, Anies pun bicara kepada ibunya, Prof. Aliyah Rasyid. Bahwa ia diminta maju di pilgub DKI. Apa jawab ibunya? "Kalau itu kemauan mereka (rakyat), ibu mengijinkan. Tapi, kalau itu kemauan Anies, jangan! Ibu tidak mengijinkan", tegasnya.


Dan, sebagaimana yang kita ketahui, Anies ikut kompetisi di pilgub DKI dan menang. Ini bukti adanya keinginan rakyat. Tiga tahun sudah Anies memimpin Ibu Kota. Ini semua, tak lepas dari keterlibatan dan ridho sang ibu. Di sinilah titik kesamaan Anies dan Khabib Nurmagomedov. Meski keduanya berada di profesi yang berbeda. 


Selain taat pada fatwa Sang Ibu, titik persamaan antara Anies dan Khabib Nurmagomedov adalah pada sikap rendah hatinya. 


Diantara ciri khas Khabib setelah meraih kemenangan selalu mengarahkan telunjuknya ke dada, lalu menggoyang-goyangkannya ke kanan dan ke kiri. Seolah ia memberi isyarat bahwa ini bukan kehebatanku. Bukan! Kemenangan ini bukan kemenanganku. Aku tak berdaya dan bukan siapa-siapa. Kemudian Khabib mengarahkan jarinya ke atas. Seperti ia ingin memberi tahu bahwa yang hebat dan kuat itu Tuhan. Ialah Sang Pemilik Kemenangan.


Disisi lain, tak sedikit petarung yang memukul-mukul dadanya ketika meraih kemenangan. Menunjukkan kepada para penonton bahwa ia hebat. Ia jagoan. Ia petarung yang mampu menumbangkan setiap lawannya. Sombong! Tapi, Khabib tidak. Ia meyakinkan publik bahwa ia tidak hebat. Yang hebat itu Tuhan.


Mirip dengan Anies. Dalam banyak cerita yang beredar kepada orang-orang terdekatnya, Anies sering bicara tentang anugerah. Banyak hal, kata Anies, yang tak pernah terpikirkan dan direncanakan, tapi Allah hadir dan menuntunnya.


Suatu hari, hujan lebat di Jakarta. Begitu juga di wilayah Puncak Bogor. Debit air naik, baik karena hujan maupun kiriman. Jakarta banjir, otomatis. Siang hari, air laut surut. Cepat sekali. Tak seperti biasanya. Sehingga banjir segera kesedot ke laut. Ini tak wajar. Mestinya, air laut naik (terjadi rob) karena Jakarta baru saja ditimpa banjir. Ini unpredictable, kata Anies.


Ini juga terjadi parlda peristiwa yang lain. Sejumlah halte bus Jakarta terbakar. Tepatnya, dibakar. Kabarnya, para pelaku pembakaran adalah orang-orang profesional. Siapa yang mengirim mereka? Bisa dilihat di video yang beredar. Kok badannya tegap-tegap, kata sejumlah orang. 


Para pengamat bilang: ada skenario bahwa mereka ingin membakar nama baik Anies. Dibakarnya halte busway seolah ingin mengirim kesan ke publik bahwa Anies gak disukai buruh dan mahasiswa. Terbakarnya halte juga akan mengganggu anggaran Pemprov DKI di masa sulit akibat pandemi. Satu halte 25 M. Kali tiga yang dibakar. Cerdas! 


Kok ndelalah, kata orang Jawa, Anies diminta oleh Pangdam Jaya dan Kapolda Metro Jaya untuk menemui para mahasiswa yang sampai malam masih berada di area demo. Sebab, jika mereka tidak ditemui dan dipulangkan, rawan provokasi, lalu terjadi anarki dan berujung penangkapan. Situasi bisa semakin tidak kondusif. Anies dianggap bisa menenangkan para mahasiswa itu. Maklum, mantan aktifis, mungkin dianggap tahu jiwa para aktifis. Dengan hadirnya Anies di tengah demonstran, maka stigmatisasi bahwa Anies tidak disukai mahasiswa dan buruh jadi hilang. 


Lagi-lagi, ini anugerah. Tak direncanakan, bahkan tak ada dalam pikiran. Tapi itu nyata dan terjadi. Kabarnya, banyak peristiwa serupa terjadi di DKI. Begitu info yang beredar. 


Pengakuan Anies ini menunjukkan kerendahan hatinya. Ada peran Yang Maha Atas. Karena itu, tak boleh arogan. Siapapun anda, pemimpin di manapun, harus sadar bahwa arogansi hanya akan membuat anda jatuh. 


Dalam banyak penghargaan yang diterima Anies selama menjadi gubernur, sepupu Novel Baswedan ini selalu mengawali narasinya dengan ucapan alhamdulillah. Lalu ia bilang: "ini semua karena kolaborasi kerja para pegawai Pemprov DKI dan seluruh warga Jakarta. Ini hadiah untuk mereka".


Pelajaran yang bisa kita ambil dari Khabib Nurmagimedov dan Anies Baswedan adalah bahwa ketaatan kepada ibu dan kerendahan hati akan membuka jalan kemudahan dan kemenangan. Siapapun yang melawan, apalagi dengan kesombongan, akan terkunci dalam kekalahan, seperti nasib Goethje dan McGregor. 


Jika Anies terus mampu menjaga kerendahan hatinya dalam bernarasi dan bersikap, ini akan membuat siapapun yang mencoba melawan dan menyerangnya akan mengalami kesulitan. Mereka terkunci oleh simpati dan dukungan rakyat terhadap cucu Abdurrahman Baswedan ini. 


Oleh: Tony Rosyid

Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa

Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI