Panas Muktamar NU Dalam Persimpangan Jalan Menuju 2024

| Senin, 13 Desember 2021 | 13.29 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Jelang Muktamar NU ke-34, diskusi menghangat antara dua kelompok pendukung calon ketua umum PBNU yang mengerucut ke dua tokoh. Calon petahana Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj, akan maju kembali untuk periode ketiga. Sementara penantangnya, Katib Aam PBNU Yahya Staquf.


Hangat-hangat kuku kontestasi Muktamar NU mewarnai diskusi publik belakangan, mulai dari penentuan tanggal muktamar, gugatan ke pengadilan dua tokoh PWNU Lampung atas keputusan Rais Aam Miftachul Ahyar yang memajukan tanggal muktamar, hingga ke isu intervensi muktamar oleh pemerintah.

Ketua PBNU Marsudi Syuhud mengatakan perdebatan soal penentuan tanggal muktamar awalnya karena prediksi pandemi Covid-19 yang akan naik dan kebijakan pemerintah menerapkan PPKM Level 3 serentak di seluruh Indonesia selama libur natal dan tahun baru, yang kemudian dibatalkan. Maka terjadi perbedaan usulan untuk memajukan atau memundurkan waktu muktamar. 

"Keputusan Konbes dan Munas NU pada September 2021 itu jatuhnya pada 23-25 Desember 2021. Maka di sini ada yang minta tanggal 17 Desember 2021. Lah, keputusannya tanggal 23 Desember kok dimajukan, ini menyalahi keputusan," ujar Marsudi dalam diskusi #Safari24 yang diselenggarakan Total Politik pada 12 Desember 2021 di Warung Upnormal, Cikini, Jakarta Pusat.

Namun, perdebatan itu menurut Marsudi sudah selesai pada saat kebijakan PPKM Level 3 serentak dicabut pemerintah dan semua pihak menyepakati waktu penyelenggaraan Muktamar NU ke-34 kembali sesuai kesepakatan awal pada 23-25 Desember 2021.

"Tapi ketika PPKM dicabut kembali 23-25 Desember maka secara substansi perbedaan berhenti. Maka semua Insyaallah bisa nerima antara yang minta tanggal 17 Desember dan yang minta tanggal 31 Desember," imbuh Marsudi yang secara tegas mendukung Said Aqil Siradj.

Menanggapi isu intervensi pemerintah dalam muktamar, Marsudi mengatakan NU punya agenda sendiri, bukan agenda pemerintah.

"Karena muktamar kadang punya agenda yang bisa mengkritisi pemerintah. Muktamar mengkritisi pemerintah itu punya arti membangun," ujar Marsudi.

Marsudi justru bertanya balik yang dimaksud intervensi pemerintah itu pada instansi pemerintah yang mana.

"Yang tahu itu Gus Romli. Kalau Kiyai Said menyebut instansi pemerintah, harus ditanyakan instansi pemerintah yang mana. Karena jelas arahnya akan ke mana. Kementerian pemerintah yang bisa dimanfaatkan oleh salah satu kandidat. Memang faktanya Kiyai Said ga puya kementerian yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung kiyai," ujar Marsudi.

Aktivis NU Guntur Romli yang menjadi pendukung Yahya Staquf membantah ada intervensi pemerintah. 

"Muktamar ini tidak ada intervensi pemerintah. Itu berbeda dengan Muktamar Cipasung yang ada intervensi dari Pemerintah Soeharto pada saat itu," ujar Guntur.

Namun, terkait kesepakatan waktu muktamar NU ke-34 diaminkan Guntur. "Itu kan persoalan tanggal sekarang sudah selesai, Tanggal 23-25 Desember. PBNU sudah baik-baik saja," ujar Guntur. Sebelumnya, pendukung Yahya Staquf, Saifullah Yusuf, sempat menilai PBNU sedang tidak baik-baik saja akibat perdebatan waktu muktamar itu.

Terkait dukungannya kepada Yahya Staquf, Guntur memandang NU membutuhkan regenerasi dalam rais tanfidziyah atau ketua umum selaku pelaksana harian PBNU. 

"Level rais syuriah, memang rata-rata kiyai sepuh yang punya kompetensi. Kiyai Said dan Gus Yahya level tanfidziyah, bukan syuriah. Bagi kami anak muda, Kiyai Said dan Gus Yahya 11-12, tapi ada keperluan regenerasi tanfidziyah, bukan syuriah," kata Guntur.

Guntur menilai kepemimpinan Ketua Umum PBNU Said Aqil sudah bagus. Tapi, menurutnya, yang akan dilakukan Yahya Staquf akan lebih bagus. 

Wanti-wanti NU Sebagai Batu Loncatan Politik

Pendukung Yahya Staquf Guntur Romli mewanti-wanti agar NU tidak menjadi batu lompatan untuk masuk ke pusaran politik kekuasaan. Hal itu sejalan dengan pernyataan Yahya Staquf yang tidak menginginkan ada calon presiden dan calon wakil presiden dari PBNU.

"Perlu ada komitmen untuk membesarkan budaya dan tidak menjadikan NU sebagai batu loncatan. Seperti Kiyai Ma'ruf, rais aam saat itu yang kemudian jadi cawapres. Tapi kita lihat pusaran politik waktu itu luar biasa. Meskipun saya dukung sebagai santri. Meskipun secara kenegarawanan masih banyak calon yang lebih baik. Tapi kalau sebagai kiyai, saya mendukung. NU jadi terseret dengan politik kekuasaan. Bicara komitmen kenegaraan nanti muncul cibiran NU bagian dari rezim. Karena sangat menggiurkan NU sebagai alat politik," kata Guntur yang juga Politikus Partai Solidaritas Indonesia itu.

Guntur mengatakan NU sebagai konsolidasi politik tidak menjamin keberhasilan dalam kontestasi politik. 

"NU itu politik kenegaraan, seperti penerimaan azas tunggal pancasila, politik kerakyatan itu sangat efektif. Tapi kalau politik kekuasaan, NU belum tentu efektif di pilpres maupun pilkada. 

Bagaimana PBNU itu berdiri di atas semua golongan karena NU itu politik kerakyatan. Saat ini NU masih terkooptasi pada satu partai, seharusnya antara pengurus harian (PBNU) itu tidak boleh pengurus partai," ujar Guntur.

Marsudi tidak sepakat dengan pandangan Guntur. Marsudi mengatakan PBNU tidak pernah mencalonkan dalam kontestasi politik tapi dicalonkan. Sebagai organisasi kader yang besar, NU memiliki ketokohan sampai ke ranting tingkat desa, bahkan sampai ke tingkat RT dan RW.

"Kalau dibilang hanya terkooptasi pada satu partai maka ga ada wali kota dan bupati yang dari partai-partai existing seperti Partai Golkar dan PDIP. Ini cara baca yang salah. Calon gubernur dari PDIP banyak. Banyak orang NU di DPR, gubernur, wali kota dan bupati. Bahkan lebih banyak dari partai-partai. Pandangan moderat NU berpengaruh tidak hanya di Indonesia tapi dunia," ujar Marsudi.

Menurut Marsudi, muktamar NU tidak hanya membahas soal suksesi ketua umum dan rais aam. Tapi muktamar juga membahas politik kenegaraan, seperti soal perubahan iklim, RUU KUHP, dan RUU asisten rumah tangga. Dia menambahkan, Saiq Aqil juga memiliki legacy dalam keilmuan, seperti membangun pendidikan dari desa ke kota melalui pondok pesantren.

Melihat perdebatan kedua kubu, Analis Politik AS Hikam melihat itu bagian dari perbedaan perspektif di NU yang wajar. 

"Di NU biasa-biasa saja. Hal-hal seperti itu bisa diselesaikan antara kelompoknya Mas guntur dan Pak marsudi. Kalau tidak ada dinamika ya aneh," kata Hikam yang pernah menjabat sebagai menteri di pemerintahan Gus Dur.

Menurut Hikam, tidak ada larangan di AD/ART NU bahwa kader NU tidak boleh mencalonkan diri sebagai capres maupun cawapres. 

"Selama itu diperkenankan aturan ya itu boleh secara konstitusi. Kalau bilang ga serius, itu retorika timses aja," kata dia.

Terkait isu intervensi pemerintah dalam muktamar NU ke-34, Hikam melihat siapapun pemerintahnya pasti punya kepentingan terhadap NU. 

"Tapi ada pemerintah saking interestnya jadi punya suatu kepentingan sampai mencalonkan seperti di Orde Baru. Tapi ada orang yang penting negeri ini stabil," ujar Hikam.

Menanggapi kader NU yang maju dalam kontestasi Pilpres, menurut Peneliti Senior SMRC Saidiman Ahmad, NU memiliki daya tarik dalam politik hingga sekarang.

"Bahkan partai besar PDIP punya tradisi ambil orang NU sebagai cawapres. Apa yang terjadi di NU seperti yang terjadi di parpol dalam berpolitik. Wakil NU selalu muncul sebagai cawapres. Tapi tidak berhasil. Ada jarak antara pilihan elit dan massa," ujar Saidiman.

Saidiman mengatakan pernyataan Yahya Staquf yang tidak ingin calon presiden dan wakil presiden dari PBNU itu merupakan pernyatan politis.

"Tidak memiliki makna tunggal. Dia (Yahya Staquf) tidak melarang. Ini pernyataan politis untuk melihat inisiasi antara dia dengan lawan dalam kompetisi Ketum PBNU. Dia tidak mengatakan tidak boleh. Tapi dia hanya mengatakan perubahan. Tentu NU sebagai organisasi besar sangat menarik partai-partai," kata Saidiman.

Mengaca kepada survei SMRC, Saidiman mengatakan, massa NU itu rasional dalam beragama maupun berpolitik. Hanya 4% yang mendengar dari tokoh agama terkait penanganan Covid-19 dan kebijakan PPKM.

"Ada pandangan massa NU selalu tegak lurus. Tapi menurut saya massa NU rasional dalam beragama. Dan itu tercermin dalam politik. Itu tercermin dalam survei yang dilakukan, seperti soal PPKM, hanya 4% yang mendengar dari tokoh agama. Lebih banyak mendengar dari dokter. Jadi religiusitas tinggi tidak serta-merta tegak lurus, tapi rasional. Dan itu tercermin dalam berpolitik. meski religiusitas tinggi, tapi dalam keduniaan, bicara soal politik sangat rasional," kata Saidiman.

Safari24 Total Politik

Total Politik adalah platform diskusi online dan offline yang mengangkat diskusi politik yang aktual dan menjadi referensi jurnalis, akademisi, dan publik. Jelang Pemilu 2024, Total Politik menginisiasi program #Safari24 yang memiliki visi untuk menaikkan satu oktaf perbincangan politik 2024 yang masih malu-malu menjadi lebih jelas dan gamblang sehingga bisa menjadi referensi masyarakat dalam melihat fenomena politik kontestasi 2024 mendatang.
Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI