Bursah Zarnubi Tegaskan Civil Society Jadi Kekuatan Tolak Penundaan Pemilu

| Jumat, 11 Maret 2022 | 09.04 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) Bursah Zarnubi menyampaikan tentang perlunya penguatan civil society untuk penolak penudaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.


Hal tersebut, menurut Bursah, sangat penting untuk menghimpun kekuatan dalam rangka menolak usulan penundaan pemilu dan masa perpanjangan masa jabatan presiden tersebut.

“Tidak ada jalan lain, civil society mesti kita perkuat kalau tidak sama saja kita menyerahkan diri pada keadaan sekarang. Karena di  DPR UU apa saja lolos. Kalau kita tidak kontrrol dengan kekuataan civil society (penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden) ini bisa lolos 3 periode, bahkan 6 periode. Sekali lancung keterusan, seumur hidup sekelompok orang serakah itu mau berkuasa terus menerus. Nah ini yang perlu kita awasi dan kontrol,” ujar Bursah pada diskusi publik bertajuk “Konstitusi Diujung Tanduk” di Kantor Dekopinwil DKI, Jakarta Selatan, Jumat (11/3/2022).

Penguatan civil society untuk menolak penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden tersebut, menurut Bursah, dapat menjadi kekuatan untuk menangkal apa yang diusulkan elit-elit partai politik. Apalagi, lanjut Bursah, usulan penundaan pemilu adalah mengkhianati  cita-cita reformasi. 

“Sekarang kita belum mendengar suara  mahasiswa  mendiskusikan isu penundaan pemilu ini.  Mahasiswa penting ikut bicara, karena mereka ujung tombak perubahan dan masa depan ini untuk mereka,” jelas Bursah

Disampaikan Bursah, tidak boleh ada opsi perpanjangan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden karena hal itu inkonstitusional. Bagi Bursah, pembatasan  masa jabatan presiden 2 periode merupakan perjuangan reformasi. Oleh karenanya, apapun caranya harus dihadapi dan dilawan usulan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden tersebut.

“Enggak boleh,  apapun caranya kita mesti hadapi. Kekuasaan jangan serakah dan sewenang wenang, jangan sesekali melupakan sejarah, nanti menyesal. karena itu, saya ingin mengajak pertemuan ini memperkuat civil society sebagai bagian  perkuatan demokratisasi. Pemerintah ini perlu dikontrol sehingga mereka tidak sewenang-sewenang. Itu tugas kita. Hukum politik begitu. Ada yang berkuasa dan ada yang mengontrol. Kalau seluruh kekuatan politik mati,  maka yang diharapkan adalah kolompok civil society. Enggak bisa tidak. Mesti ada civil society. Saya juga berharap TNI-Polri bersama rakyat. Mereka  tidak boleh masuk permainan politik praktis ( power game). Jadi TNI-Polri betul-betul bersama kita, membela kepentingan rakyat,” pungkas Bursah. 

Untuk diketahui, diskusi dihadiri sejumlah tokoh pergerakan seperti Syahganda Nainggolan, Rocky Gerung, Moh. Jumhur Hidayat, Ubedillah Badrun, Abdullah Rasyid, Adhie Massardi, Ahmad Yani, Antony Budiawan, Andrianto, Ariady Achmad, Bivitri Susanti dan lain sebagainya.
Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI