Ditjenpas-CDS-AIPJ2 Kuatkan Strategi Komunikasi Publik Implementasi SPPN dan Penanganan Napiter

| Rabu, 29 Juni 2022 | 11.24 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Standar Sistem Penilaian Pembinaan Narapidana (SPPN) dan penanganan narapidana terorisme penting diketahui oleh masyarakat untuk mendukung penyelenggaraan Pemasyarakatan. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) menggandeng Center of Detention Studies (CDS) dan The Australia Indonesia Partnership for Justice Phase 2 (AIPJ2) berusaha merumuskan strategi komunikasi publik dalam penyebarluasan informasi terkait hal ini.


Sekretaris Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Heni Yuwono mengungkapkan perlunya menjalin kolaborasi secara kontinu antara Ditjenpas, Aparat Penegak Hukum (APH), dan seluruh laposan masyarakat. Menurutnya, hal ini sesuai dengan salah satu perintah Direktur Jenderal Pemasyarakatan dalam 3 Kunci Pemasyarakatan Maju, yaitu sinergi.

“Tanpa bantuan dari setiap lapisan masyarakat, Pemasyarakatan tidak akan bisa melaksanakan tugas fungsinya dengan optimal,” tutur Heni saat membuka Pertemuan Konsultatif Penguatan Komunikasi Publik Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dalam Penyebarluasan Implementasi SPPN Kategori Tindak Pidana Terorisme, Selasa (28/6).

Pihaknya juga menyatakan bahwa  pertemuan ini merupakan wadah untuk menjaring bentuk dan metode penguatan strategi komunikasi publik Ditjenpas dalam rangka implementasi SPPN dan penanganan narapidana terorisme (napiter) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Ia kembali mengingatkan tentang keseriusan pemerintah dalam memerangi terorisme yang telah tertuang dalam manajemen pembinaan narapidana terorisme sebagai salah satu program prioritas pada RPJMN 2020-2025. 

Heni mengungkapkan, pembinaan napiter di Lapas telah dilaksanakan secara optima, terbukti sampai dengan Mei 2022 terdapat 321 napiter telah menyatakan kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keberhasilan tersebut diukur dari penerapan Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor PAS-10.0T.02.02 Tahun 2021 tentang Sistem Penilaian Pembinaan Narapidana, sebagai alat ukur yang presisi terhadap indikator dalam pembinaan khususnya bagi napiter.

“Keberhasilan pembinaan narapidana teroris merupakan hal yang harus disampaikan kepada masyarakat. Untuk itu, perlu didukung melalui pemberitaan di media massa. Tentunya hal ini memerlukan peran aktif dari seluruh petugas Pemasyarakatan. Namun demikian, informasi yang disebarluaskan tersebut harus difilter terlebih dahulu, sehingga tidak mengandung hoax, berita bohong, maupun penyalahgunaan informasi lainnya,” tambahnya.

Salah satu contoh nyata keberhasilan pembinaan terhadap napi terorisme yang nyata adalah adanya napi terorisme yang telah hidup berdampingan dengan masyarakat. Beberapa di antaranya yaitu puluhan mantan napiter yang membuka rumah potong hewan di Bekasi, serta adanya mantan napiter yang mengajak warga Negeri Haya, Kecamatan Tehoru, Maluku Tengah mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Sementara itu, Direktur Eksekutif CDS Ali Aranoval mengatakan bahwa pihaknya terus mendukung Pemasyarakatan, termasuk dalam penanganan napiter. Adapun outcome yang diharapkan yakni pengkomunikasian secara positif kepada masyarakat terkait Pemasyarakatan, diplomasi dan kerja sama, pemantik perubahan dalam sistem dalam konteks pengelolaan napiter, serta pendukungan teknis manajemen kenegaraan penanganan napi terorisme.

AIPJ2 Team Leader Craig Ewers yang juga hadir pada kesempatan ini, menilai pertemuan konsultatif ini penting dilakukan sebagai sarana untuk mengelola pengetahuan dan  teknologi terkait pembinaan napiter. “Ke depannya, akan banyak tantangan yang kita temui, namun begitu kami siap membantu dan bekerjasama untuk mendukung Pemasyarakatan,” ujarnya.

Selama dua hari, peserta dari Ditjenpas, CDS, dan AIPJ2 akan berdiskusi tentang SPPN dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2022, tren citra Pemasyarakatan, risk communication, penanganan napiter, hingga mencapai tujuan untuk perumusan strategi komunikasi. 
Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI