Bernasindonesia.com - Jokowi dari Indonesia, Erdogan dari Turki, dan Macron dari Perancis dapat berjumpa menyatukan kekuatan, mengajak kekuatan dunia lainnya, bersama mendesak Israel agar menghentikan pembantaian massal, pembunuhan yang masif di Jalur Gaza terhadap bangsa Palestina.
Apa yang dilakukan Israel sekarang ini sudah bisa diklasifikasi sebagai genosida. Ini pembunuhan dan kriminalitas luar biasa, yang pelaku utamanya dapat diadili sebagai penjahat perang.
Inilah respon kita membaca berita yang kini sedang hot. Antara lain dari majarah TIME. Majalah ini menulis bahwa serangan Israel kepada penduduk Palestina di jalur Gaza saat ini mungkin sudah bisa dikatakan sebagai bentuk genosida.
Sejak tanggal 7 Oktoberhingga minggu kedua November 2023, menurut majalah Time sudah sekitar 11.000 penduduk Palestina yang mati. Termasuk yang dibunuh di sana adalah bayi, anak-anak, para lansia.
Hamas yang menyerang Israel tapi Israel membalasnya membantai rakyat Palestina.
TIME sendiri sudah memberikan definisi. Genosida itu bisa diklasifikan secara sempit dan luas. Itu untuk segala kekerasan dan pembunuhan yang massal, yang secara sengaja untuk menghilangkan sebagian, ataupun seluruhnya, sebuah etnik, atau sebuah ras, atau sebuah kelompok agama, atau sebuah bangsa.
Tak hanya majalah TIME, tapi juga sekarang ini 100 scholars, para cendikia, akademisi dunia, beserta berbagai lembaga hak asasi manusi, sudah pula mengajukan kepada ICC (International Criminal Court).
Mereka meminta agar pimpinan Israel diadili melakukan tindakan genosida. Dan Benyamin Natanyahu disalahkan sebagai pelaku penjahat perang.
Mengapa kita menyebut khusus tiga pemimpin ini: Jokowi, Erdogan dan Macron? Karena memang Erdogan, Macron dan Jokowi sekarang ini termasuk yang sangat lantang sekali menyatakan pandangannya.
Dan kombinasi tiga pimpinan ini bisa menyatukan kekuatan di negara OKI, Asia dan Eropa. Ini aliansi yang strategis untuk menggerakkan sisa dunia lain.
Erdogan misalnya secara terbuka menyatakan bahwa ia sedang berproses membawa Natanyahu sebagai penjahat perang ke hadapan pengadilan kriminal internasional.
Juga Macron menyatakan dengan keras sekali. Seru pemimpin Prancis: Israel harus hentikan serangannya yang membunuh bayi, anak kecil dan para wanita di Jalur Gaza.
Jokowi pun tak kalah lantangnya. Ujar Jokowi 190 pemimpin dunia sekarang ini tak berdaya menghentikan kekejaman Israel di Palestina. Jokowi juga menyerukan para pemimpin negara-negara muslim di OKI untuk mengambil satu tindakan.
Kini di Israel sendiri, rakyat bahkan marah kepada Perdana Menteri Natanyahu. Sebuah jajak pendapat di Israel menyebutkan. Sebanyak 76% rakyat Israel menginginkan Natanyahu untuk mengundurkan diri.
Bahkan Presiden Amerika Serikat Joe biden pun, yang selama ini membabi mendukung Israel, kini berubah haluan. Ia cenderung untuk memberlakukan jeda kemanusiaan. Walau Joe Biden sendiri belum sampai kepada seruan gencatan senjata.
Memang benar apa yang bisa dikerjakan oleh Jokowi, Erdogan dan juga Macron itu baru langkah awal. Konflik Israel- Palestina juga sudah berurat- akar sepanjang 75 tahun.
Bahkan konflik Israel- Palestina sangat mungkin pula tetap berlangsung walau ketiga pemimpin ini, Jokowi, Erdogan dan Macron, tak lagi menjabat pimpinan di negara masing- masing.
Tapi jika tiga pemimpin ini memgambil inisiasi untuk memimpin kekuatan dunia, untuk terus menerus ikut tuntaskan konflik Israel- Palestina, upaya tiga pimpinan ini akan menjadi fondasi bagi aliansi lanjut pemimpin OKI dan Eropa lain, di masa datang.
Tentu solusi yang permanen bagi Israel- Palestina pastilah tak hanya gencatan senjata. Jika hanya itu, gencatan senjata sekedar halte, yang bisa berlanjut kembali dengan perang terbuka lebih ganas selanjutnya antara Israel vs Hamas, atau Israel vs Palestina.
Inisiasi gabungan pemimpin OKI dan Eropa perlu menghidupkan kembali Two State Solution. Hanya dengan Palestina yang merdeka, di samping Israel yang juga merdeka, bisa dimulai relasi baru dua negara itu untuk hidup damai.
Hanya ada damai sejati di Timur Tengah jika di atas tanah bangsa Palestina menjelma negara merdeka.***
Oleh: Denny JA