Kesenyapan Ketidakpercayaan

| Senin, 06 Januari 2025 | 01.02 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Saudaraku, dalam gemuruh kerumunan, negeri ini terasa kian senyap. Bukan karena tak ada keriuhan suara, tapi sulit menemukan suara yg jelas dan pantas didengar. Pembicara tak menemukan pendengar percaya. Pendengar tak menemukan pembicara terpercaya.


Krisis kepercayaan adalah senyap yang memekakkan, sebuah retakan halus yg perlahan menjalar, meruntuhkan fondasi yg pernah kokoh. Ibarat badai sunyi yg menggulung jiwa, menghantam pelabuhan-pelabuhan kecil tempat berlindung.

Ia datang tanpa peringatan, meruntuhkan jembatan-jembatan yang pernah dibangun dgn tangan penuh harap;  menyisakan reruntuhan—pecahan janji, serpihan harapan, dan gema bisu dari kejujuran yg pudar. Ia menggulung spt kabut tebal pagi hari, menyelimuti segala arah, membuat kita ragu pada setiap langkah. Apa yg dulu terasa pasti kini menjadi teka-teki, penuh bayang kebimbangan.

Dalam krisis kepercayaan ini, kata-kata kehilangan makna, janji menjadi gema yg hampa. Mata yg dulu kau percaya kini terasa asing, spt cermin retak yg memantulkan bayangan tak utuh, membuatmu meragukan siapa pun.

Segalanya terasa seperti teka-teki tanpa akhir. Kata-kata yg dulu hangat kini terdengar dingin, bak angin malam yg menusuk. Tatapan yg pernah menjadi pelipur lara berubah menjadi bayangan samar, tak lagi mengundang rasa aman. Setiap detik adalah pergulatan, antara ingin percaya lagi atau menyerah pada keraguan.

Kepercayaan adalah benang halus yg menenun hubungan, tetapi saat ia terputus, dunia terasa sunyi. Tak ada lagi pelukan hangat, hanya dingin yg menyelinap ke dalam dada. Hati yg pernah terbuka kini menjadi benteng berdinding tinggi dgn gerbang terkunci.

Namun, di tengah reruntuhan itu, ada pelajaran yg diam-diam berbisik. Bahwa kepercayaan bukanlah hadiah, melainkan proses. Ia tumbuh perlahan, bak tunas kecil yg mencari cahaya. Kendati krisis ini menyesakkan, ia adalah panggilan utk menata ulang, untuk memulai kembali, bukan dgn janji, tetapi dgn ketulusan. Krisis ini juga cermin yg memaksa kita menatap diri sendiri, menelusuri retakan yg tak hanya berasal dari luar, tetapi juga dari dalam. Berani jujur pada nurani sendiri sbg basis pemulihan kepercayaan publik.

Oleh: Yudi Latif 


Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI