Bernasindonesia.com - Anggota DPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Bambang Indonesia menuturkan kebijakan ekonomi proteksionis yang diusung oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump, melalui rencana pengenaan tarif impor resiprokal sebesar 32% terhadap produk Indonesia, akan menciptakan tantangan multidimensi yang serius bagi stabilitas perekonomian nasional. Kebijakan Donal Trump tersebut tidak hanya berpotensi mengancam sektor ekspor dan pasar keuangan, tetapi juga dapat memicu risiko sosial yang signifikan. Termasuk gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dan peningkatan angka kemiskinan.
"Kebijakan Trump merupakan ujian ketahanan fundamental bagi perekonomian Indonesia yang masih bergantung pada ekspor dan rantai pasok global. Meskipun pemerintah telah merancang berbagai strategi hilirisasi dan diversifikasi, kesiapan dalam implementasi diplomasi yang efektif dan stimulus fiskal yang tepat sasaran akan menjadi kunci. Melalui diplomasi ekonomi yang agresif, diversifikasi pasar yang cerdas, serta penguatan kebijakan domestik yang solid, Indonesia diharapkan dapat meredam dampak negatif dan bahkan memanfaatkan peluang baru yang muncul dalam dinamika rantai nilai global," ujar Bamsoet dalam rapat KADIN Indonesia Bidang Politik dan Keamanan di Jakarta, Kamis (22/5/25).
Ketua MPR ke-15 dan Ketua DPR ke-20 ini menuturkan dampak langsung dari kebijakan Trump tersebut diperkirakan akan berimbas besar pada sektor ekspor manufaktur Indonesia. Produk vital seperti tekstil, alas kaki, dan elektronik yang nilai ekspornya ke Amerika Serikat mencapai $3,59 miliar, terancam kehilangan daya saing akibat lonjakan harga. Sektor tekstil, yang menyerap hingga 3,98 juta tenaga kerja, berisiko kehilangan 49% pangsa pasarnya di AS.
Lebih lanjut, komoditas strategis seperti nikel dan CPO yang diekspor ke China juga menghadapi ancaman penurunan permintaan. Mengingat China merupakan tujuan bagi 32% total ekspor Indonesia ke negara tersebut, dan berpotensi terdampak perang dagang AS-China.
"Proyeksi makro ekonomi pun menunjukkan gambaran suram. Bank Dunia memperkirakan penurunan 1% ekspor ke AS akan menggerus pertumbuhan PDB Indonesia sebesar 0,1%. Sementara Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2025 hanya akan mencapai 4,3–4,7% dalam skenario negatif," kata Bamsoet.
Ketua Komisi III DPR RI ke-7 dan Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini memaparkan, gejolak di pasar keuangan juga menjadi kekhawatiran utama. Nilai tukar rupiah berpotensi terdepresiasi hingga lebih dari Rp 17.000 per USD akibat capital outflow. Bahkan dapat menyentuh Rp 18.000 per USD jika ketegangan geopolitik global terus meningkat.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan akan terkoreksi sebesar 10–15% pada semester pertama 2025, dengan tekanan utama pada sektor komoditas dan properti. Pelemahan rupiah ini secara otomatis akan meningkatkan beban utang luar negeri Indonesia yang per Januari 2025 telah mencapai $427,5 miliar atau setara Rp 6.997 triliun.
"Ancaman sosial ekonomi yang membayangi tidak kalah serius. Gelombang PHK diperkirakan akan melanda sektor padat karya, dengan lebih dari 24.000 pekerja telah dirumahkan sejak awal 2025. Dampak domino dari penurunan ekspor ini juga berpotensi meningkatkan angka pengangguran terbuka menjadi 4,75% dan tingkat kemiskinan hingga 8,8% di tahun 2025," urai Bamsoet.
Wakil Ketua Umum/Kepala Badan Bela Negara FKPPI dan Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menambahkan, di balik ancaman kebijakan Trump,
KADIN Indonesia melihat adanya peluang strategis untuk mereposisi Indonesia dalam rantai pasok global. Relokasi industri dari China menjadi peluang bagi kawasan industri hijau di Kalimantan dan Jawa, terutama untuk sektor otomotif dan farmasi. Pemerintah juga mendorong penguatan konsumsi domestik melalui program Makan Bergizi Gratis serta pemberdayaan koperasi desa yang diharapkan mendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebagai tulang punggung produk domestik bruto (PDB). Digitalisasi UMKM menjadi fokus lain dengan alokasi anggaran Rp 120 triliun untuk memperkuat daya saing 64 juta pelaku usaha kecil di era ekonomi digital.
"KADIN Indonesia merekomendasikan beberapa langkah strategis dalam menghadapi kebijakan Trump. Pertama, memperkuat diplomasi regional melalui ASEAN untuk mendorong posisi tawar kolektif dalam negosiasi dengan AS. Kedua, memperketat pengawasan terhadap banjir impor melalui penegakan aturan TKDN dan kebijakan anti-dumping. Ketiga, melakukan investasi besar-besaran pada pengembangan sumber daya manusia dan kewirausahaan untuk mengurangi ketergantungan terhadap sektor padat karya yang rentan guncangan eksternal. Selain itu, kerja sama dengan blok BRICS+ perlu diintensifkan untuk menciptakan diversifikasi pasar yang lebih luas dan mengurangi ketergantungan struktural terhadap pasar AS," pungkas Bamsoet.