Bernasindonesia.com - KDM sering dijadikan alat provokasi. Media dan netizen melakukan itu. Konfrontasi kebijakan populis Gubernur Jawa Barat itu dengan kepala daerah lain.
Menjawab pertanyaan wartawan, Gubernur Jakarta Pramono Anung menyatakan memiliki kebijakan berbeda. Terkait penanganan anak-anak bengal. Tidak meniru Jabar, memasukkan anak-anak itu ke barak tentara.
KDM, sapaan singkat Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, juga ikut berkomentar tentang Jakarta. Jika ia menjadi Gubernur Jakarta, akan memberi Rp. 10.000.000,- setiap KK. Itu hanya 20 T. Dari 90 T APBD Jakarta. Rakyat Jakarta akan makmur. Penduduk Jakarta kisaran 10 juta. Equivalien 2 juta KK saja.
KDM memang sering dijadikan alat melakukan olok-olok. Bagi kepala daerah yang tidak sigap menangani problem daerahnya. Terutama kepala daerah yang tidak tampak inovasi-inovasinya.
Melalui kekuatan APBD yang disinggung KDM itu, Jakarta sebenarnya memiliki potensi melaju pesat. Ialah _*upgrading*_ SDM melalui kekuatan finansialnya itu. Untuk menjadikan Jakarta sebagai lokomotif penarik gerbong kemajuan menuju Indonesia emas.
Kita bisa melihatnya dari perspektif IPM Jakarta, dibanding negara-negara maju. IPM ialah Indeks Pembangunan Manusia. Alat ukur kualitas hidup dengan tiga komponen. Kesehatan (angka harapan hidup), pendidikan, standar hidup (pendapatan perkapita).
IPM Jakarta tergolong tinggi: 0,877. Sangat tinggi. Tertinggi di Indonesia. Akan tetapi jika dibandingkan dengan negara-negara maju, angka itu ada dalam kisaran 40-45. Setara Kroasia atau Chile. Jauh dibawah Islandia, Swiss, Norwegia, Denmark, Jerman, AS, Singapura, Jepang. Walau kini sedang dikembangkan indikator lain. Ialah indeks kebahagiaan. Menurut riset Harvard, Indonesia tertinggi. Paling bahagia.
Jika dilihat dari indikator matematika, Indonesia juga masih rendah. Tahun 2022, OECD merilis PISA (*_Programme for International Student Assessment_*). Kemampuan matematika siswa Indonesia berada dalam urutan 70 dari 80 negara partisipan. Indonesia ada pada urutan bontot. Sementara Singapura, tetangga Indonesia itu, menempati peringkat pertama.
Hanya 18% siswa Indonesia mencapai kemahiran minimum (level 2). Rata-rata OECD sebesar 62%.
Hampir tidak ada siswa Indonesia mencapai level 5 atau 6. Ialah kemampuan pemecahan masalah kompleks. Singapura 41% siswanya mencapai level 5 atau 6.
Kenapa Matematika menjadi indikator penting kualitas pendidikan. Matematika mencerminkan kemampuan berfikir logis dan kritis, merupakan dasar ilmu lainnya. Matematika cenderung netral terhadap bias budaya, memiliki korelasi dengan pertumbuhan ekonomi, prediktor kesuksesan. Negara dengan skor matematika tinggi, cenderung memiliki pertumbuhan ekonomi yang baik, memiliki produktivitas dan kemampuan inovasi teknologi.
Berdasar gambaran itu, Jakarta harus merevolusi diri melalui pendidikan. Memberi akses pendidikan gratis bagi warganya dari SD s.d PT. Bukan pendidikan dasar lagi. Setidaknya untuk lulusan sekolah negeri dan PTN.
SD s.d SMA sudah tanpa biaya di Jakarta. Kini sejumlah 238.000 siswa SD s.d SMA swasta juga digratiskan. Menelan biaya 2,3 T. Tentu sekolah berbiaya mahal tidak masuk program ini.
Bagaimana dengan Perguruan tinggi. Jumlah lulusan SMA Negeri di Jakarta sebanyak 37.440 siswa. Kisaran 50% (18.720) masuk PTN. Sementara lulusan MAN sebanyak 4.492 orang pertahun. Total Lulusan SMAN dan MAN sebanyak 23.212.
Jika semua lulusan SMAN & MAN Jakarta diberi biaya kuliah gratis (baik di TN maupun swasta), akan memerlukan 1,6 T pertahun. Rincian biayanya Rp. 2 juta perbulan (Rp. 24 juta pertahun) untuk biaya hidup dan Rp. 26 Juta untuk biaya studi dua semester. Menelan biaya Rp. 50 juta per tahun/siswa.
Mengacu program KJMU, hanya memerlukan Rp. 9 juta persemeter atau Rp. 18 juta pertahun untuk biaya hidup. Sedangkan biaya kuliah dibayar langsung oleh pemrov DKI ke PT secara langsung.
KJMU (Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul) menyasar warga kurang mampu. Untuk studi D3, D3 dan S1 di PTN maupun PTS. Sejauh ini program KJMU menyasar 16.000 mahasiswa.
Jika memgacu data-data ini, Jakarta lebih sedekar mampu membebaskan warganya menikmati kuliah gratis. Mengalokasikan kuliah gratis bagi mahasiswa asal Jakarta, S1 s.d S3 yang tidak termasuk kategori KJMU. Khususnya mahasiswa asal Jakarta yang diterima di PTN dengan jurusan akreditasi unggul. Termasuk studi di LN jika PT yang bersangkutan masuk 50 besar peringkat dunia.
Uang Rp. 20 T yang akan dibagikan kepada warga Jakarta jika KDM menjadi gubernurnya, lebih dari cukup untuk merevolusi kualitas pendidikan warga Jakarta. Masih akan sisa banyak.
Melalui SDM unggul, Jakarta akan memimpin Indonesia memasuki pertarungan global dengan penuh percaya diri. Masalahnya terletak pada Gubernur Pramono Anung dan Wagub Rano Karno. Punya nyali apa tidak mencerdaskan warganya itu, melalui kuliah gratis.
Oleh: Abdul Rohman Sukardi