UICI Soroti Peran AI dalam Mendorong Keterbukaan Informasi dan Transformasi Bangsa

| Kamis, 22 Mei 2025 | 02.55 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Dalam rangka memperingati Hari Kebangkitan Nasional, Universitas Insan Cita Indonesia (UICI) menyelenggarakan webinar bertema “AI, Keterbukaan Informasi, dan Kebangkitan” pada Selasa (20/05/2025). 


Kegiatan ini berlangsung secara hybrid di Gedung Rektorat UICI, Graha Binakarsa, Jakarta Selatan, dan diikuti oleh 350 peserta melalui Zoom. 

Rektor UICI, Prof. Laode M. Kamaluddin, dalam sambutannya menyampaikan bahwa tantangan kebangkitan nasional saat ini telah bergeser dari isu kebodohan dan buta huruf menjadi permasalahan literasi digital. 

“Indonesia saat ini mengalami defisit sembilan juta talenta digital. Padahal, pada tahun 2045 saat genap 100 tahun kemerdekaan, kita ditargetkan memiliki minimal sembilan juta talenta digital untuk menjadi negara maju,” jelas Prof. Laode.

Ia menegaskan, era digital menuntut generasi muda untuk bangkit dengan kompetensi baru, yakni penguasaan teknologi dan pemanfaatan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence - AI). 

Dalam konteks pemanfaatan AI, UICI sebagai perguruan tinggi digital pertama yang diperkenalkan langsung oleh Presiden Joko Widodo, terus mengambil peran aktif dalam transformasi digital nasional.

Dalam kegiatan ini, Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP), Samrotunnajah Ismail, hadir sebagai Keynote Speaker. Ia menjelaskan tentang pentingnya AI dalam mendukung keterbukaan informasi publik. 

Menurutnya, AI dapat mempercepat pencarian data, meningkatkan efisiensi layanan publik, dan memperbaiki kualitas pengambilan keputusan di instansi pemerintah. 

“Namun, perlu diingat bahwa AI hanyalah alat bantu. Kendali utama tetap berada di tangan manusia,” tegasnya.

Ia juga menyoroti tantangan dalam penerapan AI, seperti ketergantungan pada data representatif dan risiko keamanan privasi. 

Samrotunnajah menyebut bahwa jika data tidak akurat atau disalahgunakan, sistem AI dapat menghasilkan keputusan yang salah dan merugikan masyarakat.

Sementara itu, narasumber pertama, Kaprodi Komunikasi Digital UICI, Arrum Dara Efda, memaparkan bagaimana AI mengubah pola interaksi dan komunikasi di lingkungan pendidikan. 

“Lebih dari 120 negara telah mengintegrasikan AI dalam sistem pendidikan mereka, dengan peningkatan signifikan sejak 2015. Ini adalah transformasi paradigma, bukan hanya teknologi,” jelas Dara.

Ia menekankan pentingnya prinsip keterbukaan informasi dalam pembelajaran digital, termasuk akses fleksibel, transparansi proses, hingga komunikasi yang responsif. 

Namun demikian, ia mengingatkan adanya tantangan serius seperti kesenjangan digital, bias algoritma, dan risiko pelanggaran hak cipta. 

“Kita harus mendorong keadilan digital agar tidak terjadi diskriminasi dalam akses maupun hasil pembelajaran,” ujarnya.

AI Strategist dan Executive Director Futurescale Digital Indonesia, Eric Siddhartha menyoroti bahwa AI adalah teknologi yang tidak dapat dihindari dan akan menjadi bagian integral dari kehidupan manusia. Namun, ia mengingatkan bahwa tanpa strategi yang tepat, penggunaan AI justru bisa berujung pada pemborosan investasi dan kegagalan sistem.

“Regulasi, infrastruktur, dan pengembangan talenta adalah tiga pekerjaan rumah besar Indonesia dalam mengembangkan AI,” ungkap Eric. 

Ia menambahkan bahwa pengembangan AI harus dibarengi dengan lahirnya para AI strategist agar manfaatnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat dan industri.

Webinar kali ini ini merupakan kolaborasi antara UICI dan Komisi Informasi Pusat. Forum ini terselenggara dalam upaya memperkuat kesadaran publik terhadap pentingnya keterbukaan informasi dan literasi digital sebagai pilar kebangkitan bangsa di era kecerdasan buatan.


Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI