Bernasindonesia.com - Deputi Pencegahan Badan Narkotika Nasional (BNN), Irjen Pol Muhammad Zainul Muttaqin, mengungkapkan ancaman narkotika telah menjadi persoalan serius, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia.
Menurutnya, angka kematian akibat penyalahgunaan narkoba secara global mencapai 585 ribu orang per tahun, atau rata-rata 52 orang meninggal setiap jam.
“Angka kematian akibat narkoba di dunia bahkan lebih besar daripada akibat konflik bersenjata dan terorisme,” katanya.
Irjen Muhammad Zainul Muttaqien menyampaikan hal itu saat menjadi pembicara, dalam Diskusi Terbuka Tentang Bahaya Narkoba bertema, "Generasi Sehat dan Tangguh Tanpa Nakoba: Saatnya Bertindak Bersama" pada Selasa, 4 November 2025 di KAHMI Center, Jalan Turi 1 No. 14, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Irjen Muhammad Zainul Muttaqien melanjutkan, sebanyak 52,97 persen penghuni lembaga pemasyarakatan merupakan narapidana kasus narkotika.
Angka kematian akibat narkoba di Indonesia, katanya, mencapai 18 ribu orang per tahun, atau sekitar 50 orang setiap hari, dengan rentang usia korban didominasi kelompok muda 14 hingga 25 tahun.
Zainul juga menyebut, saat ini terdapat 1.386 jenis narkoba baru di dunia, dan 99 di antaranya telah teridentifikasi beredar di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 94 jenis sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan.
Ia menambahkan, cairan vape kini juga teridentifikasi mengandung narkotika jenis etomidate, senyawa anestesi yang di Taiwan dikategorikan sebagai narkotika golongan 1.
Ia menjelaskan ciri-ciri umum orang yang terpapar narkoba dengan istilah “7 ong plus”: bohong, nyolong, nodong, songong, ompong, bengong, dan rempong.
Untuk memperkuat upaya pencegahan, BNN meluncurkan program IKAN (Integrasi Kurikulum Anti Narkoba) agar pendidikan anti narkoba masuk ke dalam sistem pembelajaran sejak dini.
Pengamat hukum Universitas Al Azhar Indonesia, Prof Suparji Ahmad, menilai penanggulangan narkoba di Indonesia belum bisa disebut berhasil. “Ini sebuah ironi. Kita perlu mengidentifikasi penyebabnya, termasuk adanya kesalahan normatif dalam penerapan sanksi hukum,” nilainya.
Menurutnya, pengguna dan pecandu seharusnya direhabilitasi, sedangkan pengedar dan bandar harus dipenjara serta diputus mata rantainya. Ia mendorong perubahan paradigma hukum agar tidak terjadi diskriminasi dalam rehabilitasi dan memperkuat pengawasan, sekaligus memperketat hukuman terhadap para bandar.
Penasihat Ahli Kapolri, Andi Subiakto, menambahkan, jika peredaran narkoba tidak tertangani serius, cita-cita menuju generasi emas 2045 akan gagal. “Bonus demografi bisa berubah menjadi bencana demografi,” ujarnya.
Ia menyoroti adanya rumah tahanan narkoba yang justru menjadi pusat produksi dan peredaran narkoba di Tanah Air.
Menurutnya, Indonesia kini menjadi sasaran utama segitiga emas peredaran narkoba dunia. Karena itu, ia menyarankan agar BNN lebih agresif dalam bertindak, melakukan tes narkoba bagi mahasiswa baru dan ASN, serta memperluas kerja sama dengan HMI dan KAHMI yang memiliki jaringan luas.
Andi juga menyoroti meningkatnya praktik jual beli narkotika secara online, serta keterkaitannya dengan judi online dan prostitusi daring yang memperburuk kondisi sosial.
“Bahaya narkotika ini bukan lagi sekadar isu kriminal, tapi sudah menjadi ancaman geopolitik dan geodemografi,” tegasnya.
Ia menilai, pendekatan lunak (soft approach) sudah tidak relevan. “Sekarang saatnya hard approach, tindakan yang lebih keras dan tegas,” katanya.
Lima Provinsi Prevalensi Narkotika Tertinggi
Sementara itu, berdasarkan laporan Indonesia Drug Report 2025, jumlah narapidana dan tahanan kasus narkoba mencapai 141.016 orang. Dari jumlah itu, 76.712 merupakan bandar, pengedar, penadah, dan produsen; sementara 64.304 lainnya adalah pengguna.
Provinsi Sumatra Utara tercatat memiliki jumlah tahanan kasus narkoba tertinggi pada 2024 dengan 19.378 orang, termasuk 10.952 bandar dan pengedar. Jawa Timur menyusul di posisi kedua dengan 13.917 tersangka, disusul Jawa Barat (10.989), Riau (8.767), dan DKI Jakarta (8.533).
Kalimantan Timur menempati posisi keenam dengan 7.979 tersangka, diikuti Sumatra Selatan (7.593), Sulawesi Selatan (6.823), Kalimantan Selatan (6.766), dan Jawa Tengah (6.106).
Diskusi Terbuka MN KAHMI, tentang bahaya penyalahgunaan narkoba dilaksanakan secara hybrid. Di MN KAHMI hadir Sekretaris Jenderal KAHMI Syamsul Qomar, Bendahara Umum Sabaruddin dan sejumlah pengurus lainnya.

