Bernasindonesia.com - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terus mempertegas perannya sebagai pengelola utama aset ilmu pengetahuan nasional, melalui penguatan tata kelola koleksi ilmiah hayati yang terstandar, modern, dan berkelanjutan. Komitmen ini diwujudkan melalui Seminar Nasional Manajemen Koleksi Ilmiah Hayati yang diselenggarakan di Kawasan Sains dan Teknologi Soekarno, Cibinong, pada 22–23 Desember 2025.
Seminar nasional ini menjadi forum strategis untuk menyatukan pemahaman serta memperkuat koordinasi dan kolaborasi lintas institusi dalam pengelolaan koleksi ilmiah hayati, yang dinilai sebagai fondasi penting bagi riset, konservasi keanekaragaman hayati, pengembangan inovasi, hingga perumusan kebijakan berbasis bukti ilmiah.
Direktur Pengelolaan Koleksi Ilmiah BRIN, Sasa Sofyan Munawar, dalam paparannya menegaskan bahwa koleksi ilmiah hayati merupakan aset strategis bangsa. Menurutnya, selain menjadi bukti fisik kekayaan biodiversitas Indonesia, koleksi ini menyimpan data dan pengetahuan yang bernilai tinggi bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, dirinya berpesan bahwa pengelolaannya harus dilakukan secara terarah, terstandar, dan berkelanjutan agar manfaatnya dapat diakses dan dimanfaatkan secara optimal oleh komunitas ilmiah dan masyarakat luas.
Sasa menjelaskan bahwa tata kelola koleksi ilmiah merupakan implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, yang telah diperbarui melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023. Dirinya meyakini, melalui regulasi turunan seperti Peraturan BRIN Nomor 12 Tahun 2023 tentang Wajib Serah Wajib Simpan dan Peraturan BRIN Nomor 8 Tahun 2024, BRIN memastikan bahwa seluruh koleksi ilmiah dikelola secara profesional, akuntabel, dan selaras dengan kebutuhan riset masa depan.
Pada sesi paparan, BRIN juga menekankan pentingnya aspek etik dan perizinan dalam riset. Wiku Lulus Widodo dari Direktorat Tata Kelola Perizinan Riset dan Inovasi serta Otoritas Ilmiah BRIN menjelaskan bahwa klirens etik dan perizinan riset asing merupakan prasyarat utama untuk menjamin riset berjalan sesuai kaidah etik, menjaga kepentingan nasional, serta mendorong kolaborasi yang saling menguntungkan dengan peneliti Indonesia. Klirens etik, menurutnya, juga menjadi instrumen penting untuk menjaga integritas, kejujuran, dan keadilan dalam pelaksanaan riset.
Dari sisi penyediaan koleksi ilmiah, Alex Sumadijaya, Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN, memaparkan bahwa program eksplorasi keanekaragaman hayati menjadi fondasi penting penguatan koleksi nasional. Melalui program seperti Ekspedisi Biodiversitas Terestrial (E-BITE), BRIN tidak hanya memperkaya koleksi ilmiah, tetapi juga mendorong regenerasi pakar taksonomi dan penguatan kapasitas riset nasional.
Pengelolaan data riset turut menjadi perhatian utama Hermin Triasih dari Direktorat Repositori, Media, dan Penerbitan Ilmiah BRIN. Dirinya menjelaskan peran Repositori Ilmiah Nasional sebagai pilar pelaksanaan kebijakan wajib serah dan wajib simpan data primer serta keluaran riset. Sistem terintegrasi ini menurutnya, memungkinkan penyimpanan dan pemanfaatan data secara lebih efisien, aman, dan berkelanjutan, sekaligus meningkatkan visibilitas dan dampak riset nasional.
“Sebelum adanya regulasi wajib simpan, data riset kerap tersimpan secara terpisah di masing-masing institusi atau bahkan individu, sehingga menyulitkan pemanfaatan dan kolaborasi,” ungkap Hermin. Ia berharap melalui Repositori Ilmiah Nasional, BRIN membangun satu platform terintegrasi yang memungkinkan penyimpanan data dalam berbagai skema, baik fisik maupun digital, termasuk layanan berbasis komputasi awan.
Kebijakan ini menurutnya, memberikan manfaat strategis berupa efisiensi pengelolaan data, perlindungan aset pengetahuan, peningkatan visibilitas riset nasional, serta pemenuhan kepatuhan terhadap standar etik dan pendanaan.
Seminar ini diikuti oleh sekitar 100 peserta dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk lembaga penelitian, perguruan tinggi, kementerian dan lembaga, pengelola kebun raya, lembaga konservasi, hingga sektor industri. Selain diskusi dan paparan materi, peserta juga mengikuti sesi berbagi praktik terbaik serta kunjungan ke berbagai koleksi ilmiah unggulan yang dikelola BRIN di Cibinong, seperti koleksi mikroorganisme, biji, xylarium, herbarium, artefak, hewan, dan tumbuhan hidup.
Melalui kegiatan ini, BRIN berharap dapat memperkuat sinergi nasional dalam mewujudkan tata kelola koleksi ilmiah hayati yang terintegrasi dan berkelanjutan. Pengelolaan koleksi ilmiah yang kuat diyakini menjadi kunci dalam mendukung ekosistem riset dan inovasi nasional, sekaligus meningkatkan daya saing Indonesia di tingkat global.

