Presiden Jokowi Hadiri Harlah Ke-93 NU di JCC

| Kamis, 31 Januari 2019 | 03.29 WIB

Bagikan:
BernasIndonesia- Hari Ulang Tahun Nahdlatul Ulama ke 93 digelar di Jakarta Convention Centre, Jakarta, Kamis (31/1/2019). Presiden Joko Widodo, Panglima TNI Marsekal Hadi tjahjanto dan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian dijadwalkan hadir pada Harlah NU bertajuk "Konsolidasi Organisasi Jelang Satu Abad NU”.

kehadiran Jokowi, Panglima TNI dan Kapolri tersebut disampaikan Ketua Pengurus Harian Tanfidziyah PBNU sekaligus Ketua Tim Konsolidasi NU, Robikin Emhas. Dia menyampaikan Harlah NU kali ini merupakan momentum konsolidasi organisasi di berbagai tingkatan. Dari struktur PB, PW, PC, MWC, Ranting, hingga Anak Ranting NU.

"Konsolidasi NU sudah dimulai pertengahan tahun 2018, meliputi konsolidasi struktur, kultur dan program. Konsolidasi ini melibatkan secara aktif seluruh pemangku pondok pesantren, para kiai dan masyayikh, serta tokoh-tokoh NU kultural," katanya.

Menurut dia, konsolidasi organisasi bertujuan agar NU, baik sebagai jam’iyah maupun Jama’ah siap menyongsong satu abad kelahirannya yang jatuh pada tanggal 31 Januari 2026.  Usai resepsi harlah dilanjutkan konsolidasi organisasi yang diikuti oleh seluruh fungsionaris PBNU yang terdiri dari Mustasyar, A'wan, Syuriyah, Tanfidziyah beserta seluruh pengurus lembaga dan badan Otonom NU.

"Selain itu, seluruh PWNU dan PCNU se-Indonesia, para kiai sepuh dan para masyayikh juga akan hadir. Total seluruh peserta sejumlah 1.498 orang," tukas dia.

"Alhamdulillah hari ini NU genap berusia 93 tahun. NU terus mengokohkan semangat ke-Indonesia-an," katanya.

Robin juga menegaskan bahwa Indonesia bukan negara agama. Namun tak seorang pun warga negara Indonesia boleh tidak beragama. Konstitusi bahkan menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk memeluk dan menjalankan peribatannya sesuai agama dan kepercayaan masing-masing.

Dengan demikian harus dikatakan dengan tegas, menurut dia, Indonesia bukan darul kufr (negara kafir). NU berpandangan bahwa Indonesia merupakan darussalam (negara damai). Karena itu tidak siapa pun boleh menjadikan Indonesia sebagai darul harb (kawasan perang), di medsos sekalipun.

"Jadi, jangan mempertentangkan agama dengan negara. Karena agama dan negara bisa saling memperkuat. Hubbul wathon minal iman (nasionalisme bagian dari agama)," demikian Robikin.

Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI