Bernasindonesia.com - Isu kecurangan pemilu yang marak belakangan ini sebenarnya sudah menjadi bumbu pemilu yang sudah biasa terjadi di pemilu-pemilu sebelumnya.
Hal itu dikatakan Direktur Eksektutif Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo dalam sebuah Diskusi bertajuk ‘Mengapresiasi Penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019 Damai, Jujur dan Adil’ di Gedung Juang ’45, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (10/5).
“(Kecurangan) yang katanya terstruktur, sistemasif dan masif, biasanya di kontestasi politik itu saling klaim. Itu sudah menjadi bumbu pemilu,” kata Karyono.
Menurut Karyono, semua jenis pelanggaran sebenarnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).
“Termasuk sengketa hasil, apabila ada yang tidak puas maka bisa memohonkan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Jadi sudah ada mekanisme penyelesaiannya,” terangnya.
Lebih lanjut, Karyono mengatakan jika isu kecurangan ini tidak hanya terjadi pasca pemilihan 17 April 2019 lalu. Bahkan jauh sebelum tahapan pemilu dimulai, isu-isu itu telah dimainkan oleh pihak-pihak tertentu.
“Itu sebelum tahapan pemilihan itu sudah ada praduga, memasuki tahapan pemilu (isu kecurangan) semakin masif. Dari mulai DPT ganda, dugaan tercecernya e-ktp di beberapa daerah, kotak suara kardus, tujuh kontainer surat suara tercoblos, ternyata faktanya hoaks. Lalu apalagi? Situng? pasti (penyelenggaraan pemilu) selalu dicurigai sebagai upaya kecurangan,” beber Karyono.
Seperti diketahui, pasca hari H pencoblosan 17 April lalu, isu kecurangan semakin marak di masyarakat. Bahkan hingga kini, lembaga penyelenggara pemilu seperti KPU RI dan Bawaslu RI kerap kali menjadi sasaran aksi massa yang menuntut kecurangan itu dihentikan dan ditindaklanjuti dengan tindakan tegas.(sy)
Hal itu dikatakan Direktur Eksektutif Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo dalam sebuah Diskusi bertajuk ‘Mengapresiasi Penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019 Damai, Jujur dan Adil’ di Gedung Juang ’45, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (10/5).
“(Kecurangan) yang katanya terstruktur, sistemasif dan masif, biasanya di kontestasi politik itu saling klaim. Itu sudah menjadi bumbu pemilu,” kata Karyono.
Menurut Karyono, semua jenis pelanggaran sebenarnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).
“Termasuk sengketa hasil, apabila ada yang tidak puas maka bisa memohonkan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Jadi sudah ada mekanisme penyelesaiannya,” terangnya.
Lebih lanjut, Karyono mengatakan jika isu kecurangan ini tidak hanya terjadi pasca pemilihan 17 April 2019 lalu. Bahkan jauh sebelum tahapan pemilu dimulai, isu-isu itu telah dimainkan oleh pihak-pihak tertentu.
“Itu sebelum tahapan pemilihan itu sudah ada praduga, memasuki tahapan pemilu (isu kecurangan) semakin masif. Dari mulai DPT ganda, dugaan tercecernya e-ktp di beberapa daerah, kotak suara kardus, tujuh kontainer surat suara tercoblos, ternyata faktanya hoaks. Lalu apalagi? Situng? pasti (penyelenggaraan pemilu) selalu dicurigai sebagai upaya kecurangan,” beber Karyono.
Seperti diketahui, pasca hari H pencoblosan 17 April lalu, isu kecurangan semakin marak di masyarakat. Bahkan hingga kini, lembaga penyelenggara pemilu seperti KPU RI dan Bawaslu RI kerap kali menjadi sasaran aksi massa yang menuntut kecurangan itu dihentikan dan ditindaklanjuti dengan tindakan tegas.(sy)