KPK Tetapkan Umar Ritonga Sebagai Tersangka

| Jumat, 26 Juli 2019 | 11.32 WIB

Bagikan:
Bernasindonesia.com - Tersangka kasus dugaan suap terkait proyek di lingkungan Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara tahun 2018, Umar Ritonga terpaksa harus mendekam di balik jeruji setelah kabur selama satu tahun lamanya saat operasi senyap dilakukan pada 17 Juli 2018.

Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yuyuk Indrayati Iskak menjelaskan, penahanan tersebut dilakukan agar memudahkan tim penyidik guna melakukan pemeriksaan intensif.

"Kami sebenarnya sudah melakukan pemeriksaan awal di sana. Tetapi kemungkinan akan dilakukan pemeriksaan lanjutan di KPK setelah datang, selanjutkan akan ditahan. Nanti diinformasikan yang bersangkutan ditahan di mana," kata Yuyuk, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (25/7/2019).

Terpisah, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, saat ini tim penyidik bersama Umar masih berada dalam perjalanan ke Gedung KPK untuk dilakulan pemeriksaan mendalam.

"Tim sudah berada di daerah sekitar Medan, Sumatera Utara. Malam ini UMR (Umar Ritonga) akan langsung diterbangkan ke kantor KPK di Jakarta," kata Febri, dalam pesan singkat.

Umar adalah buronan yang telah lama dicari KPK selama satu tahun sejak operasi tangkap tangan (OTT) pada 17 Juli 2018. Saat hendak diamankan, Umar baru mengambil uang senilai Rp500 juta di BPD Sumatera Utara yang diduga hasil suap terkait izin proyek.

KPK menduga, selama masa pelarian, Umar bersembunyi si sebuah kontrakan di daerah Perawang, Provinsi Riau. "Uang Rp500 juta yang dulu diduga dibawa yang bersangkutan sudah tidak ditemukan di lokasi tadi," kata Febri.

Selama proses pencarian Umar, KPK turut dibantu oleh beberapa pihak termasuk Bupati Labuhanbatu Andi Suhaimi. "Mereka yang meyakinkan keluarga UMR (Umar Ritonga), sehingga UMR yang lari dan sembunyi didaerah Perawang, Riau bersedia menyerahkan diri kepada KPK," ujar Febri.

Untuk diketahui, Umar Ritonga merupakan orang kepercayaan Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap yang melarikan diri saat akan ditangkap tim KPK pada OTT pada Juli 2018.

Pangonal ditangkap KPK terkait dugaan transaksi suap dari pengusaha Effendy Sahputra melalui sejumlah orang perantara. Effendy diduga mengeluarkan cek senilai Rp576 juta yang dicairkan di BPD Sumut oleh orang kepercayaannya berinisial AT.

Uang pencairan cek tersebut kemudian dititipkan kepada petugas bank dan lalu diambil Umar Ritonga. Umar datang ke bank mengambil uang sebesar Rp500 juta dalam tas keresek yang dititipkan kepada petugas BPD Sumut. Namun Umar kabur saat akan ditangkap.

Bahkan, Umar sempat melakukan perlawanan sesaat mobilnya diadang oleh petugas KPK untuk diamankan. Setelah dilakukan pengejaran, Umar diduga melarikan diri ke daerah kebun sawit dan rawa-rawa di sekitar lokasi pengejaran.

Pangonal telah divonis bersalah dalam kasus ini. Ia dihukum 7 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider dua bulan kurungan karena dinilai terbukti menerima suap sebesar Rp42,28 miliar dan 218.000 dolar Singapura dari pengusaha.
Selain itu, Pangonal dikenai uang pengganti sebesar Rp42,28 miliar dan 218.000 dolar Singapura. Dia juga dijatuhi hukuman pencabutan hak politik selama 3 tahun.

Dalam kasus ini, Umar Ritonga disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 tentang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI