Tiga Hal Yang Dapat Membatalkan UU KPK Menurut Pengamat

| Jumat, 27 September 2019 | 20.57 WIB

Bagikan:
Bernasindonesia.con - Presiden Joko Widodo sudah menyampaikan akan mempertimbangkan untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Undang-Undang KPK versi revisi.

Direktur LBHA Trisakti Indonesia Ucok Rolando P. Tamba, mengatakan Perppu KPK memang merupakan kewenangan Jokowi sebagai pemegang hak proregatif. Namun, kata dia, harus ada alasan kuat yang dapat diterima ketika Perppu UU KPK versi revisi tersebut dikeluarkan.

"Di dalam konstitusi Perppu kewenangan Presiden. Tapi memang ada syarat yang harus dipenuhi suatu kondisi yang mendesak," ujar Ucok saat menjadi pembicara bertajuk "Dinamika Seputar Revisi UU KPK: Studi Kedalaman Politik Legislasi" di Kampus UNJ Rawamangun, Jakarta Timur, Jumat (27/9/2019).

Menurut Ucok, Jokowi pasti mempertimbangkan segala kondisi sebelum nantinya mengeluarkan Perppu KPK menyusul masifnya penolakan sejumlah kalangan terhadap UU KPK yang sudah disahkan oleh DPR dan pemerintah tersebut.

"Tapi untuk mengeluarkan Perppu bisa saja dianulir. Itu tergantung presiden sebagai pihak yang punya wewenang," katanya.

Jika misalnya Jokowi tidak mengeluarkan Perppu, Ucok, menambahkan ada jalan lain yang bisa dilakukan untuk membatalkan UU KPK versi revisi. Caranya, kata dia, bisa digugat ke Mahkamah Konstiusi (MK).

"Judicial review ke MK secara konstitusi diatur. Setiap warga negara kalau memang dipandang ada pasal-pasal yang menghambat dan ada pelemahan KPK bisa di JR ke MK, tetapi tentu dengan mekanisme yang benar, dengan kedudukan hukum harus ada, legal standing hukumnya harus ada, rasio hukumnya harus ada, bahkan batu ujinya juga harus ada," tambah Ucok.

Selain judicial review ke MK, Ucok mengatakan hal lain yang bisa dilakukan adalah legislatif review. Legislatif review, menurut Ucok, bisa mendorong Anggota DPR periode yang akan datang untuk kembali melakukan perubahan atas UU KPK versi revisi tersebut.

"Jadi negara ini fair memberikan saluran-saluran dalam konteks demokrasi," katanya.

Di tempat yang sama, pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Ade Reza Haryadi, mengatakan jika Perppu UU KPK nantinya dikeluarkan hal tersebut merupakan preseden buruk dalam konteks ketatanegaraan.

"Masa sedikit-sedikit di Perppu kan? Ini bisa jadi kewenangan presidensial berlebihan dikemudian hari," kata Ade.

Menurut Ade, Jokowi bisa dinilai mencari aman untuk menjaga citra politiknga jika eks Gubernur DKI Jakarta itu mengeluarkan Perppu UU KPK. Menurut Ade, pernyataan Jokowi yang akan mempertimbangkan mengeluarkan Perppu UU KPK cukup aneh.

Sebab, sebelumnya Jokowi menyampaikan tidak akan mengeluarkan Perppu UU KPK kendati terjadi aksi demonstrasi mahasiswa di sejumlah daerah terkait UU KPK versi revisi tersebut.

"Ketika masyarakat ada tuntutan dan masyarakat merasa resah baru kemudian ada wacana untuk Perppu. Ini saya kira pemerintah tidak cukup gentleman," katanya. (BSI)
Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI